64 dalam keadaan baik maupun dalam melakukan tindak criminal. Seseorang tidak
dapat dihadapkan ke pengadilan tanpa adanya laporan dan kedudukan laporan tidak akan kuat tanpa adanya kesaksian dari seorang saksi.
Perlindungan seorang saksi mutlak harus terjamin karena biasanya seorang yang mendapatkan tekanan atau ancaman untuk bersaksi cenderung memberikan
kesaksian palsu dalam suatu perkara pidana dipengadilan karena seandainya seorang saksi memberikan kesaksian dengan sejuurnya maka ia merasa takut
jiwanya akan terancam. Maka sehubungan dengan hal tersebut perlu di lakukan perlindungan bagi
saksi yang sangat penting keberadaannya dalam proses peradilan pidana. Kesaksian merupakan salah satu alat bukti yang penting karena saksi merupakan
orang yang mendengar, melihat, dan mengalami sendiri tindak pidana. Demikian pentingnya posisi keterangan saksi maka keberadaannyapun harus selalu
terlindungi dari segala ancaman yang memberatkannya untuk memberikan kesaksian.
Dalam proses peradilan tindak pidana yang berat baik hukum Islam maupun hukum positif keberadaan saksi perlu di berian perlindungan baik fisik
maupun mental dari ancaman, gangguan, terror kekerasan dari pihak manapun. Dengan jaminan pemberian perlindungan tersebut diharapkan saksi dapat
memberikan keterangan yang benar sehingga proses peradilan bisa brjalan dengan baik.
B. Pandangan Hukum Positif Terhadap Perlindungan Saksi dan korban
65 Undang-undang tentang saksi memberikan perlindungan dalam semua
tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan. Dalam hal ini perlindungan saksi berasaskan kepada :
a. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia.
b. Rasa aman.
c. Keadilan.
d. Tidak diskriminatif.
e. Kepastian hukum
Tujuan saksi menurut Hukum islam diatur dalam pasal 4 UU Nomer 13 Tahun 2006 Tentan perlindungan saksi dan korban yang isinya adalah:
Pasal 4 “Perlindungan saksi dan korban bertujuan memberikan rasa aman kepada
saksi dan korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana”
60
Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat bergantung pada alat
bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan. Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan saksi, banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak
adanya saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Padahal, adanya saksi merupakan unsur yang sangat menentukan dalam proses peradilan pidana.
Keberadaan saksi dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan penegak hukum. Kasus-kasus yang tidak
60
Lihat UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan saksi dan Korban, bab I ketentuan Umum
66 terungkap dan tidak terselesaikan banyak disebabkan oleh saksi takut untuk
memberikan kesaksian kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak lain.
Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan
perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah
terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum. Pelapor yang demkian itu harus diberi perlindungan hukum dan keamanan
yang memadai atas laporannya sehingga ia tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya, yang dimaksud perlindungan adalah
segala pemenuhan segala hak dan pemberian untuk memberikan rasa aman kepada saksi yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan
ketentuan dengan Undang-Undang ini. Dengan jaminan perlindungan hukum dan keamanan tersebut, diharapkan tercipta suatu keadaan yang memungkinkan
masyarakat tidak lagi merasa takut lagi melaporkan tindak pidana yan diketahuinya kepada penegak hukum, karena khawatir atau takut jiwnya terancam
oleh pihak tertentu. Pada saat memberikan keterangannya, saksi harus dapat memberikan
keterangannya yang sebenar-benarnya. Untuk itu, saksi harus merasa aman dan bebas saat diperiksa di muka persidangan. Ia harus tidak boleh ragu-ragu
menjelaskan peristiwa yang sebenarnya, walau mungkin keteranganya itu
67 memberatkan si terdakwa. Pasal 173 KUHAP yang berbunyi:
61
“Hakim ketua sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa hadirnya
terdakwa, untuk itu ia minta terdakwa teradakwa keluar adari ruang sidang akan tetapi sesudah itu pemeriksaan perkara tidak boleh diteruskan sebelum kepada
terdakwa diberitahukan semua hal waktu tidak hadir”, memberikan kewenangan kepada majlis hakim untuk memungkinkan seorang saksi didengar keterangannya
tanpa kehadiran terdakwa. Alasannya jelas: mengakomodir kepentingan saksi sehingga ia dapat berbicara dan memberikan keterangannya secara lebih leluasa
tanpa para takut, khawatir, ataupun tertekan. Saksi juga harus dibebaskan dari rasa takut, khawatir akan dampak dari
keterangan yan diberikannya. Seseorang mungkin saja menolak untuk bersaksi, atau kalaupun dipaksa berbohong karena ia tidak mau mempertaruhkan nyawanya
atau nyawa keluarganya gara-gara keterangannya yang memberatkan terdakwa. Di sisi lain seseorang menolak memberikan keterangan karena mengalami trauma
hebat akibat peristiwa pidana sehingga tidak memiliki kemampuan untuk menceritakan ulang peristiwa yang dialaminya itu.Tidak sedikit kasus yang tidak
bisa dibawa kemuka persidangan ataupun berhenti di tengah jalan karena persoalan yang satu ini. Kasus-kasus seperti kejahatan korupsi atau kejahaan
narkotika yang melibatkan sindikat, atau kasus-kasus kekerasan berbasis gender menjadi contoh kasus yang sering kali tidak diproses karena tidak ada saksi yang
mau dan tidak berani memberikan keterangan yang sebenarnya karena rasa
61
Lihat KUHAP
68 ketakutan. Maka yang terjadi kemudian adalah bukan saja gagalnya sebuah
tuntutan untuk melakukan proses peradilan yang bersih, jujur, dan berwibawa untuk memenuhi rasa keadilan, tetapi juga pelanggaran hak-hak asasi individual
yang terkait dalam kasus tersebut. Dengan demikian maka jelas bahwa ketersediaan mekanisme perlindungan
saksi amat penting untuk menjamin diperolehnya kebenaran materiil sekaligus untuk memenuhi rasa keadilan untuk semua, termasuk bagi saksi yang terkait.
Lembaga perlindungan saksi dan korban sebaiknya dibangun berdasarkan perspektif saksi dengan menjadikan faktor keamanan sebagai prioritas utama.
Saksi perlu diberi rasa kepercayaan bahwa pengadilan yang akan di hadapinya adalah sebuah pengadilan yang berwibawa dan dapat dipercaya mampu
melindungi dirinya sebelum, pada saat, dan setelah memberikan kesaksian. Dalam konstek seperti ini, maka yang dibutuhkan bukan hanya pemberian
fasilitas keamanan fisik saja, tetapi juga jasa konsultasi psikologi. Hal ini selain dapat membantu saksi siap memberikan keterangan, juga dapat menjadi alat bantu
memulihkan saksi sebagai persiapan untuk kembali memulai hidupnya. Perlindungan saksi dalam proses peradilan pidana di Indonesia belum di
atur secara khusus, Pasal 50 sampai pasal 68 Undang-Undang Nomer 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana hanya mengatur perlindungan terhadap tersangka atau
terdakwa untuk memberikan perlindungan dari berbagai kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, Sudah saatnya perlindungan saksi
dan korban diatur dengan Undang-Undang tersendiri.
69 Berdasarkan asas kesamaan di depan hukum equality before the law yang
menjadi salah satu cirri Negara hukum, saksi dalam proes peradilan pidana harus di beri jaminan perlindungan hukum.
Sering kali hanya berperan dalam pemberian kesaksian di pengadilan, tetapi saksi tidak mengetahui perkembangan kasus yang telah berlanjut. Oleh
karena itu, sudah seharusnya informasi mengenai perkembangan kasus di beritahukan kepada saksi agar ia tidak buta dalam menanggapi kasus tersebut.
Informasi ini penting untuk di ketahui saksi sebagai tanda penghargaan atas kesediaan saksi dalam pross peradialn tersebut.
Ketakutan saksi akan adanya balas dendam dari terdakwa cukup beralasan dan ia berhak diberi tahu apabila seseorang terpidana yang dihukum penjara akan
dibebaskan, agar ia berhati-hati dalam kelangsungan kehidupannya. Berdasarkan dari berbagai kasus, terutama yang menyangkut kejahatan yang terorganisir, saksi
dapat terancam walaupun terdakwa sudah di hukum. Dalam kasus-kasus tertentu, saksi dapat diberi identitas baru, apabila keamanan saksi sudah sangat
menghawatirkan, pemberian tempat baru bagi saksi harus dipertimbangkan agar saksi dapat meneruskan kehidupannya tanpa ketakutan, yang dimaksud dengan di
berikannya kediaman baru adalah tempat tertentu yang bersifat sementara dan dianggap aman.
Lembaga Perindungan Saksi dan Korban LPSK, adalah lembaga yang bertugas dan bewenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada
70 saksi. LPSK adalah merupakan lembaga yang mandiri,
62
yaitu lembaga yang independen,
63
tanpa campur tangan dari pihak manapun, sehingga tidak ada yang dapat menyogok ataupun menguasai lembaga tersebut, LPSK berkedudukan di ibu
kota Negara republik Indonesia dan mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan keperluan. Dalam pelaksanaan tugas LPSK dibantu oleh sebuah sekretariat
yang bertugas memberikan perlawanan administrasi bagi kegiatan LPSK, sekretariatnya dipimpin oleh seorang sekretaris yang berasal dari Pegawai Negri
Sipil dan biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas LPSK dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Bantuan diberikan kepada saksi atas permintaan tertulis dari yang bersangkutan atau orang yang mewakilinya kepada LPSK, kelayakan diberikannya
bantuan kepada saksi itu semua itu atas penentuan dari LPSK. Dalam melaksanalkan pemberian perlindungan dan bantuan, LPSK dapat
bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenang.
C. Analisa Perbandingan Antara hukum Islam dan Hukum Positif.