Modifikasi Design Dan Uji Eksperimental Silencer Dengan Double Saluran Pada Knalpot Toyota Kijang 7k Yang Terbuat Dari Material Komposit
TUGAS SARJANA
TEKNIK PENGENDALIAN KEBISINGAN
MODIFIKASI DESIGN DAN UJI EKSPERIMENTAL
SILENCER DENGAN DOUBLE SALURAN
PADA KNALPOT TOYOTA KIJANG 7K
YANG TERBUAT DARI MATERIAL KOMPOSIT
O L E H :
NAMA : PANCA PUTRA MUNTHE
N I M
: 0 3 0 4 0 1 0 92
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(2)
TINTVERSITTAS
St'MATtsRA UTARA
FAKU!-TAS TTKNIK DDPARTEMDN TEKNIK MESIN
IISDAN
200E
TTIGAS SARJAI{A
TEKNIK PENGENDALIAII IGBISINGAI\I
MOI'IFIKASI DESIGNDAN UJI EKSPERIMENTAL
SILINCER DENGAI\I IX)UBLE SALT]RAN
PADA KNALFOT TOYOTA KIJANG 7K
YANG TERBUAT IIARI MATERHL KOMPOSIT
OLEII;
PANCA PUTRA MIINTIIE
NIM:03 04lll l}fil
Ilfisffiiui Obh Iloccn Pembimbing
Iln Ins. Ikhrrrpvrh Isilrurl
NrP. 132 01t 669
(3)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan silencer knalpot
yang mengalami pengembangan konstruksi dibuat dari material komposit dengan
melakukan pengujian secara eksperimental.
Dalam pengujian ini dilakukan beberapa tahap kegiatan atau pengerjaan yaitu,
Pemeriksaan engine Toyota Kijang 7K, Pengukuran tingkat tekanan bunyi (sound
pressure level), Pengukuran temperatur gas buang pada silencer dan melakukan analisa
secara teoritik tingkat daya bunyi pada silencer knalpot berdasarkan sebaran temperatur.
Setelah melakukan pengujian maka didapatlah data-data tingkat tekanan bunyi
yang menunjukkan bahwa silencer double saluran menghasilkan tingkat tekanan bunyi
yang terendah, berikutnya adalah silencer komposit saluran tunggal dan yang tertinggi
adalah silencer standard (mild steel).
Jadi, berdasarkan hasil diatas didapat bahwa material komposit dan
pengembangan kostruksi dapat mengurangi tingkat tekanan bunyi yang keluar dari
knalpot.
(4)
DAFTAR ISI
SPESIFIKASI TUGAS i
KARTU BIMBINGAN ii
ABSTRAK iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR NOTASI xvii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan 3
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 5
1.5 Sistematika Penulisan 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Knalpot 7
2.1.1 Peredaman Bunyi Pada Knalpot (Silencer) 7
2.1.2 Ruang Ekspansi Pada Silencer 9
2.1.3 Hal-hal Yang Mempengaruhi Peredaman 11
2.2 Material Komposit 11
2.2.1 Klasifikasi Komposit 12
(5)
2.3 Resins 14
2.3.1 Klasifikasi Resin 14
2.3.2 Resin Polyester 15
2.3.3. Sifat-sifat Resin Polyester 15
2.4 Konsep Dasar Tentang Bunyi 16
2.5 Kebisingan 18
2.5.1 Propagasi Bunyi 19
2.5.2 Mesin Sebagai Sumber Kebisingan 20
2.6 Pemantulan dan Penyerapan Material Akustik 23
2.6.1 Frekuensi 26
2.6.2 Kecepatan Perambatan 27
2.6.3 Panjang Gelombang 27
2.6.4 Intensitas 28
2.6.5 Kecepatan Partikel 28
2.6.6 Tekanan Bunyi dan Tingkat Tekanan Bunyi 29
2.6.7 Tingkat Intensitas Bunyi 30
2.6.8 Daya Bunyi Dan Tingkat Daya Bunyi 31
2.7 Tingkat Tekanan Suara 32
2.7.1 Tingkat Tekanan Suara dan Tingkat Tekanan Suara
Berbobor A (Tingkat Bebisingan) 32
2.7.2 Tingkat Tekanan Suara Berbobot A yang Sepadan dan
Kontinyu 33
2.8 Kerangka Konsep 35
2.9 Diagram Alir 36
BAB 3. MODIFIKASI DESIGN SILENCER 37
(6)
3.1 Penentuan Banyak Lubang 38
3.3 Pipa Double Saluran Masuk 41
3.4 Selimut Tabung Silencer 42
3.5 Konstruksi Silencer Double Saluran 43
BAB 4. PENGUJIAN DAN ANALISA TEORITIS 44
4.1 Tahap Pengujian 45
4.2 Pemeriksaan Engine Toyota Kijang 7K 45
4.3 Pengukuran Sound Pressure Level (Lp) 47
4.3.1 Alat Ukur Yang Digunakan 48
4.3.2 Hubungan Sound Pressure Level (Lp) Terhadap
Putaran Mesin 49
4.4 Pengukuran Temperatur Gas Buang 55
4.4.1 Alat Ukur Yang Digunakan 56
4.4.2 Hubungan Temperatur Gas Buang Terhadap
Putaran Mesin 57
4.5 Analisa Teoritik Kebisingan Berdasarkan Sebaran Temperatur 66
4.5.1 Hubungan Lw Silencer Pada Silencer Standar (Mild Steel)
Hasil Analisa Berdasarkan Sebaran Temperatur Terhadap
Temperatur Gas Buang 70
4.5.2 Hubungan Lw Silencer Pada Silencer Komposit Saluran Tunggal Hasil Analisa Berdasarkan Sebaran Temperatur
Terhadap Temperatur Gas Buang 76
4.5.3 Hubungan Lw Silencer Pada Silencer Komposit Double Saluran Hasil Analisa Berdasarkan Sebaran Temperatur
(7)
BAB 5. KESIMPULANDAN SARAN 90
5.1 Kesimpulan 90
5.2 Saran 91
DAFTAR PUSTAKA 92
(8)
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Koefisien Serapan Bunyi (α) dari Beberapa Material 25 2. Tabel 2.2 Jarak frekuensi yang Ditransmisikan dan Diterima oleh Sumber dan Penerima Bunyi 26 3. Tabel 4.1 Data Pemeriksaa dan Penyetelan Engine 46 4. Tabel 4.2 Sound Pressure Level (Lp) pada Pengujian Sumbu X+ 50 5. Tabel 4.3 Sound Pressure Level (Lp) pada Pengujian Sumbu Y+ 51 6. Tabel 4.4 Sound Pressure Level (Lp) pada Pengujian Sumbu X- 52 7. Tabel 4.5 Sound Pressure Level (Lp) pada Pengujian Sumbu Z- 53 8. Tabel 4.6 Karakteristik Thermokopel 56 9. Tabel 4.7 Data Pengukuran Temperatur Pada Titik 1 57 10.Tabel 4.8 Data Pengukuran Temperatur Pada Titik 2 59 11.Tabel 4.9 Data Pengukuran Temperatur Pada Titik 3 60 12.Tabel 4.10 Data Pengukuran Temperatur Pada Titik 4 62 13.Tabel 4.11 Data Pengukuran Temperatur Pada Titik 5 63 14.Tabel 4.12 Data Pengukuran Temperatur Pada Titik 6 65 15.Tabel 4.13 Besar Tenaga Mesin 67 16.Tabel 4.14 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Standar
pada Pengukuran Temperatur Titik 1 70 17.Tabel 4.15 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Standar
pada Pengukuran Temperatur Titik 2 71 18.Tabel 4.16 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Standar
(9)
19.Tabel 4.17 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Standar
pada Pengukuran Temperatur Titik 4 73 20.Tabel 4.18 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Standar
pada Pengukuran Temperatur Titik 5 74 21.Tabel 4.19 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Standar
pada Pengukuran Temperatur Titik 6 75 22.Tabel 4.20 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
Saluran Tunggal pada Pengukuran Temperatur Titik 1 76 23.Tabel 4.21 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
Saluran Tunggal pada Pengukuran Temperatur Titik 2 77 24.Tabel 4.22 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
Saluran Tunggal pada Pengukuran Temperatur Titik 3 78 25.Tabel 4.23 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
Saluran Tunggal pada Pengukuran Temperatur Titik 4 79 26.Tabel 4.24 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
Saluran Tunggal pada Pengukuran Temperatur Titik 5 80 27.Tabel 4.25 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
Saluran Tunggal pada Pengukuran Temperatur Titik 6 81 28.Tabel 4.26 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
Double Saluran pada Pengukuran Temperatur Titik 1 83 29.Tabel 4.27 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
Double Saluran Pengukuran Temperatur Titik 2 84 30.Tabel 4.28 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
(10)
31.Tabel 4.28 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
Double Saluran pada Pengukuran Temperatur Titik 4 86 32.Tabel 4.28 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
Double Saluran pada Pengukuran Temperatur Titik 5 87 33.Tabel 4.28 Hasil Analisa Teoritik Kebisingan Silencer Komposit
(11)
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Ruang Ekspansi Tunggal 9 2. Gambar 2.2 Ruang Ekspansi Ganda dengan Penghubung Luar 10 3. Gambar 2.3 Ruang Ekspansi Ganda dengan Penghubung Dalam 10 4. Gambar 2.4 Klasifikasi Bahan Struktur 11 5. Gambar 2.5 Tiga Elemen Akustik 17 6. Gambar 2.6 Yang Dipukul Menghasilkan Perubahan Tekanan
Diudara karena Getaran 17 7. Gambar 2.7 Kondisi Noise pada Sumber Bunyi 19 8. Gambar 2.8 Gelombang Longitudinal 21 9. Gambar 2.9 Pemantulan dan Penyerapan Bunyi pada suatu Muka
Dataran dari Dua Media Akustik 23 10. Gambar 2.10 Pemantulan dan Penyerapan Energi Bunyi
Pada Media Akustik 24 11. Gambar 2.11 Karateristik Frekwensi 32 12. Gambar 2.12 Hubungan Tingkat Tekanan Suara dengan Waktu 34 13. Gambar 2.13 Konsep Pengujian 35 14. Gambar 2.14 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian 36 15. Gambar 3.1 Tabung Silencer Standar Toyota Kijang 7K 37 16. Gambar 3.2 Konstruksi Dalam Tabung Silencer Standar
Toyota Kijang 7K 37 17. Gambar 3.3 Gabungan Makroskopis Fasa-fasa
(12)
18. Gambar 3.4 Silencer Knalpot Double Saluran 43 19. Gambar 3.5 Kerangka Dalam Silencer Knalpot Double Saluran 43 20. Gambar 4.1 Engine Toyota Kijang 7K 44 21. Gambar 4.2 Engine Tunner EA 800 46 22. Gambar 4.3 Kondisi Pengukuran Knalpot 47 23. Gambar 4.4 Sketsa Pengukuran Kebisingan pada Knalpot 48
24. Gambar 4.5 Sonic 3000 49
25. Gambar 4.6 Hubungan Sound Pressure Level (Lp) pada Sumbu X+ Dengan Putaran Mesin 51 26. Gambar 4.7 Hubungan Sound Pressure Level (Lp) pada Sumbu Y+ Dengan Putaran Mesin 52 27. Gambar 4.8 Hubungan Sound Pressure Level (Lp) pada Sumbu X- Dengan Putaran Mesin 53 28. Gambar 4.9 Hubungan Sound Pressure Level (Lp) pada Sumbu Z- Dengan Putaran Mesin 54 29. Gambar 4.10 Titik-titik Pengukuran Temperatur pada Silencer 55 30. Gambar 4.11 Infrared Thermometer 57 31. Gambar 4.12 Hubungan Temperatur dan Putaran pada pengukuran Temperatur Gas Buang pada Titik 1 58 32. Gambar 4.13 Hubungan Temperatur dan Putaran pada pengukuran Temperatur Gas Buang pada Titik 2 59 33. Gambar 4.14 Hubungan Temperatur dan Putaran pada pengukuran Temperatur Gas Buang pada Titik 3 61
(13)
34. Gambar 4.15 Hubungan Temperatur dan Putaran pada pengukuran Temperatur Gas Buang pada Titik 4 62 35. Gambar 4.16 Hubungan Temperatur dan Putaran pada pengukuran Temperatur Gas Buang pada Titik 5 64 36. Gambar 4.17 Hubungan Temperatur dan Putaran pada pengukuran Temperatur Gas Buang pada Titik 6 65 37. Gambar 4.18 Hubungan Lw Silencer Standar Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 1 70 38. Gambar 4.19 Hubungan Lw Silencer Standar Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 2 71 39. Gambar 4.20 Hubungan Lw Silencer Standar Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 3 72 40. Gambar 4.21 Hubungan Lw Silencer Standar Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 4 73 41. Gambar 4.22 Hubungan Lw Silencer Standar Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 5 74 42.Gambar 4.23 Hubungan Lw Silencer Standar Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 6 75 43.Gambar 4.24 Hubungan Lw Silencer Komposit Saluran Tunggal
Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 1 77 44.Gambar 4.25 Hubungan Lw Silencer Komposit Saluran Tunggal
Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 2 78 45.Gambar 4.26 Hubungan Lw Silencer Komposit Saluran Tunggal
(14)
46.Gambar 4.27 Hubungan Lw Silencer Komposit Saluran Tunggal
Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 4 80 47.Gambar 4.28 Hubungan Lw Silencer Komposit Saluran Tunggal
Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 5 81 48.Gambar 4.29 Hubungan Lw Silencer Komposit Saluran Tunggal
Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 6 82 49.Gambar 4.30 Hubungan Lw Silencer Komposit Double Saluran
Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 1 83 50.Gambar 4.31 Hubungan Lw Silencer Komposit Double Saluran
Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 2 84 51.Gambar 4.32 Hubungan Lw Silencer Komposit Double Saluran
Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 3 85 52.Gambar 4.33 Hubungan Lw Silencer Komposit Double Saluran
Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 4 86 53.Gambar 4.34 Hubungan Lw Silencer Komposit Double Saluran
Hasil Analisa Teoritik dengan Temperatur pada Titik 5 87 54.Gambar 4.35 Hubungan Lw Silencer Komposit Double Saluran
(15)
(16)
DAFTAR NOTASI
c = Keceatan Gelombang Bunyi m/s
γ = Rasio panas spesifik ----
Pa = Tekanan atmosfer pascal
ρ = Kerapatan Kg/m3
T = Suhu K, 0C
K = Koduktifitas Lubang Pipa m
2 1
S =
S
ϕ = Perbandingan Luas permukaan Pipa Saluran dan Tabung --- nt = Banyak Lubang pada pipa saluran silencer m2 St = Luas lubang –lubang pada Silencer m2
l = Tebal Pipa m
E = Modulus Young Pascal
λ = Panjang gelombang bunyi m
f = Frekuensi Hz
I = Intensitas bunyi W/m2
W = Daya akustik Watt
A = Luas Area m2
V = Kecepatan partikel m/det
P = Tekanan pascal
p
l = Tekanan bunyi pascalt
P = Tekanan bunyi ditransmisikan pascal
r
(17)
a
P = Amplitudo tekanan bunyi pascal
t = Waktu detik
x = Jarak dari sumber m
Lp = Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level/SPL), dB
ref
P = Tekanan bunyi referensi N/m2
rms
p2 = akar tekanan bunyi Pa
I = Intensitas bunyi W/m2
ref
I = Intensitas referensi W/m2
s
W =Total daya bunyi watts
Is = Maksimum intensitas udara pada jarak radius r
w
L = Tingkat daya bunyi (Sound Power Level) dB
W = Daya bunyi watts
W0 = Daya bunyi referensi Watts
l = Konstanta Elastis Lame’s ---
G = Koefisien Kekakuan ---
Ia = Intensitas bunyi yang diserap W/m2 Ii = Intensitas bunyi yang terjadi W/m2 Vm = Kecepatan rata-rata gerakan piston m/det
S = Langkah Piston m
D = Diameter Piston m
kW = Energi atau tenaga mesin kwatts
(18)
Ni = Tenaga mesin PS VL = Volume langkah torak cm3 n = Putaran poros engkol rpm VL = Volume langkah torak cm3 TL = transmission loss dB Se = Luas Permukaan masuk atau keluar m2 Sc = Luas permukaan silencer kanlpot m2
(19)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan silencer knalpot
yang mengalami pengembangan konstruksi dibuat dari material komposit dengan
melakukan pengujian secara eksperimental.
Dalam pengujian ini dilakukan beberapa tahap kegiatan atau pengerjaan yaitu,
Pemeriksaan engine Toyota Kijang 7K, Pengukuran tingkat tekanan bunyi (sound
pressure level), Pengukuran temperatur gas buang pada silencer dan melakukan analisa
secara teoritik tingkat daya bunyi pada silencer knalpot berdasarkan sebaran temperatur.
Setelah melakukan pengujian maka didapatlah data-data tingkat tekanan bunyi
yang menunjukkan bahwa silencer double saluran menghasilkan tingkat tekanan bunyi
yang terendah, berikutnya adalah silencer komposit saluran tunggal dan yang tertinggi
adalah silencer standard (mild steel).
Jadi, berdasarkan hasil diatas didapat bahwa material komposit dan
pengembangan kostruksi dapat mengurangi tingkat tekanan bunyi yang keluar dari
knalpot.
(20)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi menyebabkan peningkatan pergerakan yang ditandai dengan peningkatan permintaan akan kebutuhan transportasi. Hal tersebut berimplikasi pada kepemilikan jumlah kendaraan sehingga dapat menimbulkan beberapa masalah lalu lintas dan degradasi lingkungan, diantaranya adalah polusi suara atau kebisingan. Studi mengenai kebisingan ini penting dilakukan karena besarnya dampak atau pengaruh kebisingan terhadap manusia (terutama kesehatan), sedangkan perhatian terhadap kebisingan tersebut sangat kurang karena dampaknya tidak langsung dapat segera dirasakan.
Orang yang hidup dengan kebisingan lalu lintas cendrung memiliki tekanan darah tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di lingkungan yang lebih tenang. Polusi suara meningkatkan tekanan darah dan karena itu memiliki dampak kesehatan jangka panjang. Selain berpengaruh terhadap tekanan darah tinggi, kebisingan yang diluar ambang batas dapat juga mengganggu kosentrasi manusia dan menurunkan tingkat produktivitas dan performa manusia, selain itu dampak lain yang ditimbulkan pada manusia yakni rusaknya koklea telinga dan kenaikan darah tinggi serta masih banyak dampak lainnya.
Keputusan menteri negara lingkungan hidup no. 48 tahun 1996 (lampiran A), tanggal 25 nopember 1996 tentang baku tingkat kebisingan menyatakan bahwa untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup agar dapat bermanfaat bagi
(21)
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, setiap usaha atau kegiatan perlu melakukan upaya pengendalian pencemaran dan atau perusakan lingkungan dan salah satu dampak dari usaha atau kegiatan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, makhluk lain dan lingkungan adalah akibat tingkat kebisingan.
Dari suara yang dihasilkan oleh kendaraan, sekarang ini banyak sekali penelitian tentang tabung peredam suara (silencer) dengan berbagai macam metode yang digunakan. Mulai dari merubah bentuk konstruksi dan mengganti material serta metode yang digunakan untuk menganalisa silencer. Semua penelitian ini bertujuan untuk lebih sempurna lagi fungsi dan kegunaan knalpot yang ramah lingkungan. Penuruan tingkat kebisingan knalpot selain dipengaruhi bentuk struktur juga dipengaruhi oleh bahan/material knalpot.
Pada umumnya silencer knalpot terbuat dari bahan logam seperti mild Stell, Stainless Stell dan aluminium dimana kalau kita perhatikan bahwasannya logam-logam tersebut mempunyai Kecepatan yang sangat tinggi dalam menghantar Frekwenwsi yakni diatas 5000 m/dt .
Penyelidikan dan penelitian tentang knalpot telah dilakukan oleh R Boonen. P. Sos, melakukan riset tentang tingkat kebisingan bunyi knalpot dengan menggunakan Active Valve yang diatur secara elektrik [1]. Active Valve tersebut dipasangkan pada knalpot dan diperoleh hasil penurunan kebisingan 13 dB dan tekanan sebesar 3 KPa. S. N. Y. Gerges and R Jordan, melakukan pengujian pada
muffler (over silencer) dengan program komputer (TMM = Transfer Matrix Method) [2]. Penelitian ini meriset Transmisi Loss terhadap frekwensi yang ditimbulkan oleh knalpot dengan bentuk knalpot oval dan menvariasikan jumlah lubang dan panjang saluran masuk. Penelitian ini mendapatkan bentuk atau
(22)
geometri muffler akan mempengaruhi frekwensi muffler terhadap transmisi loss. Roff Jebasinski dan J. Eberspacher, melakukan penyelidikan sound pressure level
dan transmission loss terhadap putaran dari tiga jenis saluran pipa dalam silenser yang berbeda. Penelitian menggunakan komputer software wave [3]. Hasil penggujian komputer ini menyatakan bahwa sound pressure level pada putaran kurang dari 3000 rpm hampir sama sedangkan pada putaran di atas 3000 rpm berbeda dari ketiga jenis silencer. Sedangkan hubungan pada transmission loss
dengan putaran tidak berbeda untuk semua kondisi putaran.
Dilandasi oleh penjelasan diatas penulis mencoba melakukan penelitian yaitu dengan mendesain silencer knalpot pada kendaraan Toyota Kijang 7k menggunakan bahan komposit. Semakin banyaknya produk yang menggunakan bahan komposit sebagai bahan alternatif untuk peralatan rumah tangga, peralatan kedokteran, alat transportasi dan lain sebagainya, oleh karena itu dalam penelitian ini penulis yakin bahwa komposit mempunyai sifat peredam suara yang lebih baik dari logam.
1.2 Batasan
1.2.1 Batasan Pengujian
1. Pengujian dilakukan pada lingkungan bengkel terbuka.
2. Pengambilan data awal dari knalpot standar (silencer bentuk tabung oval ) Mobil Toyota Kijang bensin 7 K.
3. Pengujian dilanjutkan dengan knalpot yang silencernya terbuat dari bahan komposit dengan kostruksi dalam tabung silencer sama dengan knalpot standar, perlakuan yang sama dengan No2.
(23)
4. Pengujian dilanjutkan dengan knalpot yang silencernya terbuat dari bahan komposit bersaluran dalam ganda dengan perlakuan yang juga sama dengan No2.
5. Kebisingan suara knalpot standar dan knalpot yang silencernya terbuat dari bahan komposit bersaluran dalam ganda (double saluran) menjadi bahasan utama.
1.2.2 Batasan Pengembangan Konstruksi (Modifikasi Design)
Batasan dalam pengembangan konstruksi silencer ini adalah :
1. Selimut tabung silencer diubah dari bahan mild steel menjadi bahan komposit. 2. Perubahan konstruksi terjadi pada komposisi dalam tabung silencer yaitu
berupa pemberian lubang-lubang pada saluran masuk silencer dan menambahkan pipa selongsong dalam tabung silencer yang akan diposisikan tepat menyelubungi pipa saluran masuk silencer ( double saluran ).
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibagi atas : 1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
1.3.1 Tujuan umum
Membandingkan tingkat kebisingan pada silencer knalpot yang dibuat dari bahan komposit dengan saluran dalam ganda terhadap knalpot standar yang dipasang pada mobil kijang 7K (Motor Bensin) dengan melakukan pengujian secara eksperimental.
(24)
1.3.2 Tujuan khusus
1. Dapat mengetahui perubahan suara pada ketiga jenis tabung peredam dengan memberikan variasi putaran.
2. Dapat mengetahui nilai sebaran temperatur gas pada ketiga jenis silencer yang diuji.
3. Memperoleh nilai tingkat daya bunyi (sound power level) pada silencer
knalpot dari nilai transmissian loss berdasarkan sebaran temperatur gas.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan mempunyai manfaat terhadap :
1. Memperoleh informasi memadai tentang silencer knalpot yang terbuat dari bahan komposit saluran dalam ganda sebagai kajian awal dan nantinya untuk dapat dikembangkan agar hasilnya lebih baik kepada perset lain maupun pihak perguruan tinggi
2. Menambah khasanah terhadap pribadi.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat pemakai dan industri tentang
silencer knalpot yang terbuat dari bahan komposit saluran dalam ganda.
1.5 Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini meliputi 5 bab, dengan garis besar isi dari setiap babnya adalah sebagai berikut :
• Bab I memuat latar belakang, perumusan masalah, batasan penelitian,
(25)
• Bab II memuat landasan teori yang memuat teori-teori perancangan
silencer (peredam pada knalpot), material komposit, gelombang suara dan kebisingan.
• Bab III modifikasi design silencer.
• Bab IV mencakup hasil pengujian eksperimental dan pembandingan
data-data hasil pengujian serta analisa teoritik sound power level.
(26)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Knalpot
Knalpot adalah alat peredam kebisingan yang dipasang pada kendaraan, pada knalpot terdapat tabung peredam suara yang disebut silencer. Secara umum knalpot pada kendaraan berfungsi untuk mengalirkan gas pembakaran engine dan menstabilkan kerja engine terhadap lingkungan. Ada banyak bentuk tabung peredam knalpot dilapangan, ini bergantung kepada mesin kendaraan dipasang. Secara spesifik knalpot pada kendaraan berfungsi untuk :
1. Meredam suara engine agar tidak keras.
2. Mengurangi keluarnya zat-zat berbahaya dari asap kendaraan. 3. Memperlambat kecepatan gas buang keluar kendaraan.
4. Mengalirkan panas pembakaran engine.
2.1.1Peredaman bunyi pada knalpot (silencer)
Salah satu cara mengurangi kebisingan (noise) mesin kendaraan, adalah memasang peredam suara yang sebaik-baiknya, terutama pada bagian yang menampung aliran udara atau aliran gas buang. Dalam hal ini perhatian khusus ditujukkan untuk mengurangi kebisingan yang disebabkan oleh gas buang.
Pada dasarnya konsep peredamaman pada knalpot adalah tekanan dan kecepatan gas buang yang keluar dari engine dihambat / diturunkan oleh dinding penyekat, lubang–lubang yang terdapat pada pipa di dalam tabung peredam (silencer) dan dinding silencer.
(27)
Besarnya tekanan dan kecepatan gas yang menghantam dinding dalam tabung peredam (silencer) akan menghasilkan gesekan dan frekwensi getar yang besar. Dari sisi dalam sampai sisi luar dinding material akan terjadi perambatan gelombang frekwensi, dan kemudian diradiasikan ke udara luar sehingga bisa terdengar. Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa peredaman bukanlah berfungsi menghambat aliran gas semata. Proses peredaman menyangkut persoalan akustik untuk mengurangi frekwensi gelombang suara yang tinggi.
Tabung peredam (silencer) yang akan diujii dalam penelitian ini terbuat dari komposit, perambatan frekwensi gelombang pada material dinding silencer
dipengaruhi oleh keberadaan bahan komposit dan perubahan konstruksi dalam tabung silencer tersebut.
Ada dua pertimbangan perancangan yang utama dalam perancangan peredam suara pada knalpot (silencer), yaitu :
a. Cara Absorpsi
Prinsip yang digunakan adalah mengurangi transmisi energi suara dengan memasang suatu bahan peredam (bahan absorbsi) pada bagian yang luas dari saluran (pipa) yang dipengaruhi oleh energi suara tersebut.
b. Cara Refleksi
Dalam hal ini transmisi energi suara dipengaruhi dengan memperhitungkan adanya gelombang balik, yang bergerak kembali kearah sumber suara. Pada cara ini dipasang suatu tabung pada saluran sehingga transmisi energi suara dapat dikurangi karena adanya diskontinuitas didalam saluran.
(28)
2.1.2 Ruang Ekspansi pada Silencer
Dalam memilih bentuk ruang ekspansi suatu knalpot, terlebih dahulu harus dipilih salah satu diantara dua jenis ruang ekspansi, yaitu :
a. Ruang Ekspansi Tunggal b. Ruang Ekspansi Ganda
Ruang ekspansi tunggal, membutuhkan perbandingan 2 1
s
s yang cukup
besar supaya hasil pengurangan transmisinya besar. Daerah frekwensi ruang ekspansi dapat dilihat pada lampiran b2, dari grafik tersebut terlihat bahwa pengurangan transmisi akan berulang kembali bila harga kle = π, dimana harga
2 f
K= π c dan f = frekwensi. Jadi untuk suatu panjang le yang tertentu kita dapat mengetahui pada frekwensi berapa grafik daripengurangan transmisi itu akan berulang kembali .
Gambar 2.1 Ruang Ekspansi Tunggal
Ruang ekspansi ganda terdiri dari 2 macam, yaitu : ruang ekspansi ganda dengan penghubung luar dan ruang ekspansi ganda dengan penghubung dalam. Cara untuk mencari pengurangan transmisinya sama dengan bentuk lain, yaitu memilih bentuk ruang ekspansi ganda dengan memperhatikan harga perbandingan
(29)
luas ( S2/S1 ) = m = φ dan menentukan harga frekwensinya dimana harga pengurangan transmisi suara itu bekerja.
Gambar 2.2 Ruang Ekspansi Ganda Dengan penghubung luar
Gambar 2.3 Ruang Ekspansi Ganda Dengan penghubung dalam
Untuk memperkecil frekwensi dari sistem pipa pada tabung silencer maka pada pipa dibuat lubang. Untuk menetukan banyak lubang untuk setiap pipa pada tabung silincer dapat digunakan rumus berikut [4] :
{
}
t t
t
K l + 0,8 S n =
S 2.1
Dimana,
nt = banyak lubang
St = luas masing-masing lubang (m2) l = tebal pipa (m)
(30)
Sedangkan untuk mendapatkan nilai konduktivitas lubang dapat digunakan rumus sebagai berikut [4]:
(
)
22
2 f K = V
c
π
2.2
Dimana,
f = frekwensi dari harga pengurangan transmisi (Hz) V = volume tabung (m3)
c = kecepatan gelombang suara dalam gas (m/s)
2.1.3 Hal-hal yang mempengaruhi peredaman
1. Volume silencer.
2. Konstruksi dan Bentuk silencer.
3. Jenis bahan yang digunakan silencer.
4. Panjang saluran masuk dari engine ke saluran masuk silencer.
2.2 Material Komposit
Material Teknik sebagai bahan struktur dikenal dalam empat klasifikasi
Gambar 2.4 Klasifikasi Bahan Struktur
BAHAN STRUKTUR
LOGAM POLIMER KERAMIKS KOMPOSIT
Konvensional
(31)
Komposit adalah material multiphase. Namun kebanyakan komposit tersusun dari 2 phasa, dimana salah satu phasa penyusunya disebut dengan nama MATRIK yang secara kontinu mengisolasi fasa lainnya yang dikenal dengan nama PENGUAT.
2.2.1 Klasifikasi Komposit
1. Komposit serat (fibricus composite) yaitu komposit yang terdiri dari serat dan matriks (bahan dasar) yang diproduk secara fabrikasi, misalnya serat + resin sebagai bahan perekat.sebagai contoh adalah FRP (fiber reinforce plastik) plastik diperkuat dengan serat dan banyak digunakan. Yang sering disebut fiber glass.
2. Komposit Lapis (laminated composite) yaitu komposit yang terdiri dari lapisan dan matriks, yaitu lapisan yang diperkuat oleh resin sebagai contoh plywood, laminated glass yang sering digunakan sebagai bahan bangunan dan kelengkapannya.
3. Komposit partikel (particulate composite) yaitu komposit yang terdiri dari partikel dan matriks yaitu butiran (batu, pasir) yang diperkuat dengan semen yang kita jumpai sebagai beton
2.2.2 Kelebihan Bahan Komposit
Sifat-sifat mekanikal dan fisikal
1. Pada umumnya pemilihan bahan matriks dan serat memainkan peranan penting dalam menentukan sifat-sifat mekanik dan sifat komposit.
(32)
2. Gabungan matriks dan serta dapat menghasilkan komposit yang mempunyai kekuatan dan kekakuan yang lebih tinggi dari bahan konvensional seperti keluli.
3. Bahan komposit mempunyai density yang jauh lebih rendah berbanding dengan bahan konvensional. Ini memberikan implikasi yang penting dalam konteks penggunaan karena komposit akan mempunyai kekuatan dan kekakuan spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvensional. Implikasi kedua ialah produk komposit yang dihasilkan akan mempunyai kerut yang lebih rendah dari logam. Pengurangan berat adalah satu aspek yang penting dalam industri pembuatan seperti automobile dan angkasa lepas. Ini karena berhubungan dengan penghematan bahan bakar.
4. Dalam industri angkasa lepas terdapat kecendrungan untuk menggantikan komponen yang diperbuat dari logam dengan komposit karena telah terbukti komposit mempunyai rintangan terhadap fatigue yang baik terutamanya komposit yang menggunakan serat karbon.
5. Kelemahan logam yang agak terlihat jelas ialah rintangan terhadap kakisan yang lemah terutama produk yang kebutuhan sehari-hari. Kecendrungan komponen logam untuk mengalami kakisan menyebabkan biaya pembuatan yang tinggi.
6. Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari segi versatility (berdaya guna) yaitu produk yang mempunyai gabungan sifat-sifat yang menarik yang dapat dihasilkan dengan mengubah sesuai jenis matriks dan serat yang digunakan. Contoh dengan menggabungkan lebih dari satu serat dengan matriks untuk menghasilkan komposit hibrid.
(33)
2.3 Resin
Resins adalah material yang non metalic dan untuk membentuknya dapat dicetak, dicor, ataupun extruded dan dapat digunakan sebagai isolasi. Resins merupakan zat organik yang komposisinya terdiri dari kombinasi Hidrogen, Carbon, Oksigen, Nitrogen dimana bahan mineralnya adalah COAL (Batu Bara), Ptroleum dan Bahan-bahan tanaman.
2.3.1 Klasifikasi Dari Resin
Secara umum resin diklasifikasikan menjadi 2 bagian :
1. Thermoplastic
Bahan termoplastik yang lazim dipergunakan sebagai matrik komposit adalah sebagai berikut :
• Acetal
• Acryronitrile Butadiene Styrene (ABS)
• Nylon
• Polyenthyene (PE)
• Polypropylene (PP)
• Polyethylene Terephthalate (PET)
2. Thermosetting
Polimer thermosetting biasanya memiliki daya tahan terhadap temperatur pencetakannya lebih tinggi dari pada thermoplastik.
(34)
Bahan termosetting yang lazim dipergunakan sebagai matrik komposit adalah sebagai berikut :
• Polyester
• Vinyl Resin
• Epoxy
• Phenolic
• Polyurethane
Didalam penelitian ini dibahas proses pembentukan knalpot dengan bahan komposit yang diuji dengan Polimer Thermosetting jenis Polyester.
2.3.2 Resin Polyester
Resin Polyester didefinisikan sebagai suatu molekul-molekul zat yang mengandung lebih dari satu digolongkan kedalam polyester-α (yang termasuk proses internal, proses terminal atau pada suatu siklus struktur yang mampu diubah bentuk aplikasi thermoset. Istilah-istilah ini digunakan untuk mengindikasikan resin berada diantara golongan thermoset resin cair dengan viskositas relatif rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan yaitu tidak perlu diberi tekanan pada saat pencetakan.
2.3.3 Sifat-Sifat Resin Polyester
1. Didalam sifat termalnya, resin polyester memiliki suhu deformasi termal lebih rendah dari pada resin termoset lainnya.
2. Matriks tersebut dapat menghasilkan keserasian matriks-penguat dengan mengontrol faktor jenis dan jumlah komponen, katalis, waktu dan suhu.
(35)
3. Memiliki sifat listirik yang cukup baik diantara resin termoset lainnya. 4. Mengenai ketahanan kimia, kuat terhadap asam tetapi lemah terhadap
alkali dan bahan ini mudah mengembang dalam pelarut yang melarutkan polimer stiren.
5. Kemampuan terhadap cuaca sangat baik, tahan terhadap kelembapan dan sinar Ultra Violet bila dibiarkan diluar.
2.4 Konsep Dasar Tentang Bunyi
Bunyi dapat digambarkan sebagai variasi tekanan yang dapat terdeteksi telinga manusia. Bunyi adalah hasil getaran sebuah benda. Getaran dari sumber bunyi menggetarkan udara sekitarnya, dan merambat ke segala arah sebagai gelombang longitudinal. Bunyi secara psikologis, didefenisikan sebagai hasil dari variasi-variasi tekanan di udara yang berlaku pada permukaan gendang telinga mengubah tekanan ini menjadi sinyal-sinyal elektrik dan diterima otak sebagai bunyi. Bunyi secara fisis adalah Penyimpangan tekanan akibat pergeseran partikel benda pada medium udara. Bunyi juga dapat didefenisikan sebagai gangguan fisik dalam media yang dapat dideteksi oleh telinga manusia. Pengertian ini menetapkan kebutuhan akan adanya media yang memiliki tekanan dan elastisitas sebagai media pemindah gelombang bunyi.
Tiga Elemen utama yang perlu diperhatikan dalam setiap situasi akustik adalah Sumber – Jejak perambatan – Telinga (Penerima) peristiwa tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5.
(36)
Gambar 2.5 Tiga elemen Akustik
Penyimpangan tekanan biasa disebabkan oleh benda yang bergetar seperti garpu tala yang dipukul (Gambar 2.6.)
Gambar 2.6 Garputala yang dipukul menghasilkan perubahan tekanan diudara karena getarannya dan menghasilkan bunyi
Gelombang bunyi menjalarkan didalam benda padat, benda cair, dan gas. Bunyi tidak merambat melalui ruang hampa udara (vakum). Bunyi merambat melalui suatu medium dengan cara memindahkan energi kinetik dari satu molekul lainnya dalam medium tersebut. Gelombang bunyi juga dapat menjalar ke bahan-bahan lainnya. Oleh karena itu, bunyi tidak dapat berpindah tanpa adanya bahan-bahan atau medium perantara. Bunyi memerlukan waktu untuk merambat dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kecepatan bunyi pada setiap bahan berbeda-beda.
Bunyi dapat didengar oleh telinga manusia, apabila mempunyai frekuensi antara 16 Hz sampai 6 kHz. Jangkauan frekuensi ini disebut frekuensi audio (audible range). Frekuensi bunyi dibawah ambang batas pendengaran manusia (<16Hz) disebut frekuensi infrasonik. Sedangkan frekuensi diatas ambang batas pendengaran manusia (>16kHz) disebut frekuensi ultrasonik.
(37)
Secara umum tingkat frekwensi yang dipakai dalam pengukuran akustik lingkungan adalah 125. 250. 500. 1000. 2000 dan 4000 Hz atau 128. 256 .512. 1024. 2048. 2048 Hz . Tekanan bunyi dan frekwensi sangat berpengaruh terhadap kebisingan.
2.5 Kebisingan
kebisingan didefenisikan sebagai bunyi yang tak dikehendaki, atau yang menyebabkan rasa sakit. Bunyi keras yang menyebabkan rasa sakit ini umumnya disebabkan oleh kenaikan tekanan bunyi. Kebisingan dapat dirasakan apabila bunyi mempunyai tekanan diatas 60 dB. Sebuah studi telah dilakukan pada berbagai sumber bunyi yang terjadi pada lingkungan kita yang tergolong bising maupun tidak. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini :
(38)
2.5.1 Propagasi Bunyi
Dalam teknik pengendalian kebisingan identifikasi propagasi atau jalanya rambatan bunyi mencakup komponen mana saja yang berpotensial meneruskan dan merefleksikan kembali bunyi pada suatu konstruksi. Gelombang bunyi berpropagasi dalam bentuk gelombang kompresi yang berjalan dengan kecepatan bunyi dalam medium sekitarnya. Gelombang longitudinal sebagai penghantar energi bunyi berpropagasi pada medium-medium yang memiliki tekanan dan elastisitas seperti plasma, gas, fluida dan solid. Gelombang bunyi menjalar di udara bergantung pada elastisitas dan kerapatan udara. Propagasi bunyi/kebisingan dari sumber bunyi/kebisingan dapat dikategorikan atas tiga bagian utama, yaitu :
1. Solid/structure borne 2. Air Borne
3. fluid borne
Air borne merupakan penyebab kebisingan akibat fenomena turbulen, shock dan pulsasi di dalam media udara atau gas. Solid borne / struktur borne adalah fenomena kebisingan yang terjadi pada benda solid akibat dari impak, medan magnet dan lainnya. Sedangkan fluid borne adalah kebisingan pada fluida yang disebabkan oleh gejala-gejala turbulen, kavitasi dan pulsasi.
Pada sistem teknik mesin, gejala-gejala penyebab kebisingan yang sering timbul dapat digolongkan atas tiga yaitu :
1. Mechanical Noise : Kebisingan akibat fenomena mekanikal, antara lain roda gigi, impeller, fan ataupun sistem yang terkena beban luar.
(39)
2. Electro Noise : Kebisingan akibat fenomena elektro, antara lain trafo, generator dan lainya.
3. Hydro Noise : Kebisingan akibat fenomena hydro, antar lain aliran turbulen, instalasi pipa dan lainya.
2.5.2 Mesin Sebagai Sumber Kebisingan
Berhubung mesin mobil sebagai sumber kebisingan, dimana tekanan pembakaran yang terjadi pada motor bensin berkisar antara 30-60 Bar, temperatur pembakaran dapat mencapai 2000-2500 0C dan kecepatan rata-rata piston mencapai 20 s/d 40 m/dtk.
Untuk kondisi tertentu temperatur gas yang keluar pada saluran knalpot putaran lambat 300 s/d 500 C0, tekanan gas keluar pada saluran gas buang (Exhaust Port) 1–3 Bar. Pada putaran tinggi temperatur mesin mencapai 700 s/d 1000 C0, sedangkan tekanan gas yang keluar dari saluran gas buang (Exhaust Port) mencapai kisaran 3 – 5 Bar.
Penyebab naik turunnya hal tersebut diatas akan tergantung oleh putaran mesin. Semakin tinggi putaran mesin maka kecepatan gerakan piston, temperatur, tekanan gas buang semakin tinggi dan akibatnya pada knalpot mengeluarkan suara kebisingan. Kecepatan gerakan piston rata- rata seperti rumus dibawah [7] :
2.3
m
.
det
30
n
Vm
=
S
(40)
Dimana,
V m = Kecepatan rata-rata piston (m/dtk) S = Langkah piston (mm)
n = Putaran (rpm)
Suara yang kita dengar ditimbulkan oleh reaksi pembakaran dalam engine disalurkan melalui knalpot merupakan suatu frekwensi gelombang yang merambat melalui udara.
Gambar 2.8 Gelombang longitudinal
Besar sound power level (Lw) mesin dapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut ini [10]:
2.4
Dimana : Lw = Sound Power Level (dB) Ni = Daya mesin (kW)
lin = Panjang Pipa (m)
10 i
Lw 95 5Log N
1.8
in
l
(41)
Sedangkan untuk menghitung transmission loss (TL) untuk kehilangan bunyi pada pada saluran gas buang (knalpot) dapat digunakan rumus sebagai berikut [11] :
2.5
Dimana : TL : Transmission Loss (dB) Sc : Luas Penampang Pipa (m2)
Se : Luas Penampang tabung silencer (m2)
Tingkat kebisingan suara yang terlalu besar yang disebut directivity adalah penjalaran berdasarkan tekanan dari sumber (Sound Pressure Level atau Lp).
Tekanan tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :
2.6 Dimana,
Lp = Sound Pressure Level (db) P ref = 0.00002 pa
P atm = 101300 pa
Untuk beberapa Band Level (titik – titik pengukuran) yang telah diketahui sound pressure levelnya dapat dicari jumlah total tekanan suaranya dengan cara Determinasi OVERALL LEVEL [5], yaitu :
1 2
0,1L 0,1L 0,1Ln
tot
Lp =10 log(10 +10 +... 10+ 2.7
Dimana,
Lptot = sound pressure level total dari band level
2 atm
2 ref
P Lp 20 Log
P = 2 2 c e 10 e c
S S 2 Lc TL=10 log 1 0.25 sin
S S π λ + −
(42)
L1 = sound pressure level pada band pertama (titik 1) L2 = sound pressure level pada band kedua (titik 2) Ln = sound pressure level pada band ke-n (titik ke-n)
2.6 Pemantulan dan Penyerapan Material Akustik
Apabila gelombang bunyi datang pada suatu permukaan, kemungkinan yang terjadi adalah :
1.Dipantulkan semua. 2.Ditransmisikan semua.
3.Sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi akan ditransmisikan.
Gelombang Datang Gelombang
Pantul
Gelombang Datang
Gelombang Pantul
Gelombang diserap/ ditransmisikan 1
1c
ρ ρ2c2
Gambar 2.9 Pemantulan dan penyerapan bunyi pada suatu muka dataran dari dua media akustik
Misalkan dua media akustik dengan sifat impedansi ρ1c1 dan ρ2c2, dimana gleombang bunyi datang dari arah kiri merambat tegak lurus terhadap permukaan datar. Jika ρ1c1 lebih kecil dari ρ2c2, maka sebagian energi gelombang bunyi akan diserap atau ditramisiskan kedalam material akustik dan sebagian lagi akan dipantulkan. Semakin besar perbedaan nilai ρ1c1 dan ρ2c2maka semakin besar daya penyerapan gelombang bunyi oleh material akustik.
Pemantulan bunyi adalah fenomena dimana gelombang bunyi dibalikkan dari suatu permukaan yang memisahkan dua media. Pemantulan bunyi ini juga mengikuti kaidah pemantulan, dimana sudut datangnya bunyi selalu sama dengan sudut pantulan bunyi.
(43)
Jumlah energi bunyi yang dipantulkan oleh suatu permukaan bergantung pada luas permukaan yang dikenainya. Dinding lantai, dan langit-langit datar dapat menjadi pemantul yang baik maupun sebaliknya. Bahan-bahan yang kurang tegar dan berpori seperti kain, tirai dan taplak perabotan merupakan bahan menyerap bunyi.
Gambar 2. 10 Pemantulan dan penyerapan energi bunyi pada media akustik
Proses pemindahan daya bunyi dalam ruangan tertentu untuk mengurangi tingkat tekanan bunyi disebut penyerapan bunyi. Proses ini berkaitan dengan penurunan jumlah energi di udara yang menjalar hingga mengenai suatu media berpori atau fleksibel. Energi terserap ketika gelombang bunyi yang dipantulkan dari disebut koefisien serapan bunyi dari material. Harga koefisien serapan bunyi ini tergantung dari sifat material, frekuensi bunyi dan sudut gelombang bunyi ketika mengenai permukaan material. Koefisien serapan bunyi (α) adalah [6] :
α = Ia / Ii 2.8
Dimana : Ia = Intensitas bunyi yang diserap (W/m2)
(44)
Tabel 2.1 Koefisien Serapan bunyi (α) dari beberapa material
Material Sound Absorption
Coefficient - α
Plaster walls 0.01 - 0.03
Unpainted brickwork 0.02 - 0.05
Painted brickwork 0.01 - 0.02
3 mm plywood panel 0.01 - 0.02
6 mm cork sheet 0.1 - 0.2
6 mm porous rubber sheet 0.1 - 0.2
12 mm fiberboard on battens 0.3 - 0.4
25 mm wood wool cement on battens 0.6 - 0.07
50 mm slag wool or glass silk 0.8 - 0.9
12 mm acoustic belt 0.5 - 0.5
Hardwood 0.3
25 mm sprayed asbestos 0.6 - 0.7
Persons, each 2.0 - 5.0
Acoustic tiles 0.4 - 0.8
Sumber : http/www.engineering tool books.com
Total luas daerah yang diserap(Total Room Sound Absorption) [6].
A = S1α1 + S2α2 + .. + Snαn = ∑ Siαi 2.9
Dimana : A =Luas Permukaan yang diserap (m2).
Sn = Luas daerahpermukaan (m2).
αn = koefisien serapan dari permukaan material. Koefisien Serapan Rata-Rata (Mean Absorption Coefficient )[6]
am = A / S 2.10
Dimana , am = Koefisien Serapan Rata-Rata A = Luas Daerah Yang Diserap (m2)
(45)
2.6.1 Frekuensi
Frekuensi bunyi dapat didefenisikan sebagai jumlah periode siklus kompresi dan regangan yang muncul dalam satu satuan waktu.
f = 1/t 2.11
dimana : f = Frekuensi (Hz) t = Waktu (detik)
Dalam tabel 2.2 berikut dapat dilihat jarak frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi
Tabel 2.2 Jarak frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi
Sumber Bunyi Jarak Frekuensi (Hz)
Manusia 85 - 5.000 Anjing 450 - 1080 Kucing 780 - 1520 Piano 30 - 4100 Pitch Musik Standar 440 Terompet 190 - 990 Drum 95 - 180
Kelelawar 10.000 - 120.000 Jangkrik 7.000 - 100.000 Burung Nuri 2.000 - 13.000 Burung Kakak Tua 7.000 - 120.000 Mesin Jet 5 - 50.000 Mobil 15 - 30.000
Penerima Bunyi
Manusia 20 - 20.000 Anjing 15 - 50.000 Kucing 60 - 65.000 Kelelawar 1000 - 120.000 Jangkrik 100 - 15.000 Burung Nuri 250 - 21.000 Burung Kakak Tua 150 - 150.000
(46)
2.6.2Kecepatan Perambatan
Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda pada tiap media. Pada media gas atau udara, cepat rambat bunyi bergantung pada kerapatan, suhu, dan tekanan dapat diperoleh dari persamaan berikut [8]:
c = γ. a γ R T
ρ
Ρ =
2.12
dimana : c = Cepat rambat bunyi (m/s)
γ = Rasio panas spesifik (untuk udara = 1.41) Pa = Tekanan atmosfer (pascal)
ρ = Kerapatan (Kg/m3) T = Suhu (K)
Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan, sedangkan pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan [8].
c =
ρ
E
2.13
dimana : E = Modulus Young (Pascal) ρ = Kerapatan (Kg/m3)
2.6.3 Panjang Gelombang
Panjang gelombang bunyi dapat didefenisikan sebagai jarak antara dua muka gelombang berfase sama. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi dan cepat rambat bunyi dapat ditulis :
f c =
(47)
Dimana : λ= Panajng gelombang bunyi (m) c = Cepat rambat bunyi (m/s) f = Frekuensi (Hz)
2.6.4 Intensitas
Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam suatu daerah per satuan luas. Intensitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan:
I =
A W
2.15
Dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2) W = Daya akustik (Watt) A = Luas Area (m2)
Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi yang dapat dideteksi telinga manusia adalah 10-6 W/cm2. Intensitas maksimum bunyi yang dapat diterima tanpa menyebabkan kerusakkan adalah sekitar 10-3 W/cm2.
2.6.5Kecepatan Partikel
Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong dan partikel udara yang dekat dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya partikel-partikel disekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel.
(48)
Hubungan tekanan dengan kecepatan partikel sebagai berikut [10]: V = c . ρ Ρ 2.16
Dimana : V = Kecepatan partikel (m/det) P = Tekanan (pascal)
ρ = Massa jenis bahan (kg/m3)
c = Kecepatan rambat gelombang (m/det)
Untuk permasalahan solidborne dapat dianalogikan menjadi persamaan .
ρ
σ = c.V 2.17
Dengan asumsi :
1. Gelombang yang terjadi di solid adalah gelombang bidang 2. Persamaan diatas dapat diturunkan menjadi gerak di benda solid
3. Reaksi medium solid berupa tegangan, sedangkan pada udara berupa tekanan
2.6.6Tekanan Bunyi dan Tingkat Tekanan Bunyi
Tekanan bunyi adalah variasi tekanan diatas dan dibawah tekanan atmosfer, dalam satuan pascal. Variasi tekanan ini sifatnya periodik, satu variasi tekanan komplit disebut juga sebagai satu siklus frekuensi. Secara umum persamaan gelombang tekanan bunyi datang dapat dituliskan sebagai :
) .
2
sin( f t k1.x P
Pl = a π − 2.18
Dan persamaan untuk gelombang ditransmisikan dan dipantulkan adalah :
) . 2
sin( f t k2t
P
Pt= a π − 2.19
) . 2
sin( f t k1x P
(49)
Dimana : Pl = Tekanan bunyi (N/m2 atau Pal)
Pt = Tekanan bunyi ditransmisikan (N/m2 atau Pa) Pr = Tekanan bunyi dipantulkan (N/m2 atau Pa) Pa = Amplitudo tekanan bunyi (N/m2 atau Pa) f = Frrekuensi (Hz)
t = Waktu (detik)
k1,k2 = Bilangan gelombang pada media 1 dan media 2 =
c f
π
2
x = Jarak dari sumber
Tingkat tekanan bunyi didefenisikan dalam persamaan berikut :
Lp = 10 log
2 ) ( ref P t p
dB 2.21
Dimana : Lp = Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level/SPL), dB Pref = Tekanan bunyi referensi, 2 x
10-5
N/m2 untuk bunyi udara p (t) = Tekanan bunyi, Pa
2.6.7 Tingkatan Intensitas Bunyi
Intensitas bunyi sangat penting diperhatikan untuk mengetahui radiasi total yang menuju udara oleh sumber bunyi dan untuk mengetahui tekanan bunyi. Intensitas bunyi tergantung pada posisi dalam daerah persatuan luas dimana gelombangnya bergerak secara pararel. Intensitas bunyi akan bernilai maksimum jika arah gelombangnya tegak lurus dari sumber bunyi.
(50)
Hubungan intensitas bunyi, tekanan bunyi, kecepatan bunyi dan kerapatan udara adalah sebagai berikut :
p rms Imas. .c
2 = ρ
2.22
Dimana : prms= akar tekanan bunyi, Pa
ρ= Kerapatan udara, Kg/m3 c = kecepatan bunyi di udara, m/s
Tingkatan intensitas bunyi didefenisikan dalam rumus berikut :
Lt = 10 log
ref I
I
2.23
Dimana : I = Intensitas bunyi, W/m2
Iref= Intensitas referensi, 10-12 W/m2
2.6.8 Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi
Daya bunyi adalah daya radiasi sumber bunyi yang menuju ke sekitar udara, dalam satuan watts. Hubungan daya bunyi dengan intensitas bunyi ditulis dalam persamaan berikut :
) ( ) 4
( 2
r I r
Ws = π s 2.24
Dimana, Ws = Total daya bunyi, watts
Is = Maksimum intensitas udara pada jarak radius (r)
r = Jarak dari titik tengah akustik sumber bunyi ke permukaan imajiner sphere, m
tingkatan daya bunyi didefenisikan dalam persamaan berikut :
w
(51)
Dimana, Lw = Tingkat daya bunyi, dB
W = Daya bunyi, watts
W0 = Daya bunyi referensi, 10-12 Watts
2.7 Tingkat Tekanan Suara
2.7.1 Tingkat Tekanan Suara dan Tingkat Tekanan Suara Berbobot A ( Tingkat kebisingan).
Suara adalah gejala dimana partikel-pertikel udara bergetar dan menyebabkan perubahan-perubahan dalam tekanan udara, intensitasnya dinyatakan sebagai tekanan suara. Energi yang yang diperlukan untuk getaran (Pa), tenaga suara dari sumber (W).
Tekanan suara sebesar 20 Pa adalah tekanan suara minimum yang dapat ditangkap oleh telinga manusia, atau tekanan suara refrensi efektif.
Tekanan suara juga diukur dalam dB (decibel). Alat-alat ukur tingkat kebisingan menggunakan rangkaian penyesuaian refrensi yang mengassimilasikan kepekaan telinga manusia terhadap kenyaringan. Karakteristik penyesuaian frekuensi ini adalah seperti terlihat pada gambar 2.11
(52)
Tingkat kenyaringan yang di dapat sesudah penyesuaian frekuensi ini dinamakan ”Tingkat tekanan suara berbobot A (tingkat kebisingan)”. Dimana
tingkat tekanan suara berbobot A = 2
0 2 log 10 P PA 2.26
dan tingkat tekanan suara = 2
0 2 log 10 P P
, dimana : P0 = 20 Pa
2.7.2 Tingkat Tekanan suara Berbobot A yang Sepadan dan Kontinyu
Didefinisikan sebagai ”tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang fluktuasi selama satu periode waktu T, yang dinyatakan sebagai jumlah energi rata-rata”.
Dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
+ = − =
∫
10 10 1 2 0 1 2 2 1 10 10 1 log 10 , , 1 log 10 A a L L Aeq A Aeq n L dan dt P P t t L 2.27dimana : P0 = Tekanan suara referensi ( 20 Pa )
PA = Tekanan suara berbobot A (waktu A) dari kebisingan target (PA).
Periode waktu adalah dari t1 sampai t2, jumlah contoh-contoh tekanan suara berbobot A adalah n. Tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang fluktuasi selama satu periode waktu T dapat dilihat seperti pada gambar 2.12. berikut.
(53)
(54)
2.8. Kerangka Konsep
Pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini :
DATA YANG DIOLAH
SPL, antara : standar, komposit saluran tunggal, dan komposit double saluran
Temperatur
KESIMPULAN DAN SARAN PERALATAN UJI
Engine Analyser Exhaust Gas Analyser
Sound Level Meter Thermometer
LINGKUNGAN PENGUJIAN Bengkel terbuka temp
330C
VARIABEL Desain Silincer
terbuat dari komposit dengan
saluran ganda VARIABEL Putaran Mesin
idle/langsam
PERMASALAHAN
Suara Kebisingan Knalpot akan direduksi dengan Knalpot Komposit bersaluran ganda
(55)
Gambar 2.14. Diagram alir pelaksanaan penelitian
Pengolahan data hasil pengujian Pembuatan tabung peredam
knalpot dari komposit
Hasil
Pengujian Silencer Standar, Komposit Saluran Tunggal & Komposit Double
Saluran
Kesimpulan
Ya
Tidak
Pemeriksaan ketersediaan peralatan & bahan Penelusuran literatur &
penyusunan proposal Mulai
Modifikasi Silencer Double Saluran
(56)
BAB 3
MODIFIKASI DESIGN SILENCER
3.1 Konstruksi Silencer Standart Toyota Kijang 7 K
Gambar 3.1 Tabung silencer standart Toyota Kijang 7 K
Gambar 3.2 Konstruksi dalam tabung silencer standart Toyota Kijang 7 K
Pada gambar 3.1 dan 3.2 dapat diketahui bahwa knalpot standart Toyota Kijang 7K menggunakan bentuk peredam ruang ekspansi ganda dengan penghubung didalam. Pada perancangan knalpot double saluran ini bentuk , ukuran dan konstruksi dalam tetap dipertahankan perubahan hanya terjadi pada saluran masuk. Pipa saluran masuk
(57)
silencer standart akan dibuat menjadi double saluran (akan diberi selongsong pipa) dengan terlebih dahulu pada pipa saluran masuk akan dilubangi. Bahan dan tebal selimut tabung silencer juga menjadi bagian dari perubahan konstruksi silencer.
3.2 Penentuan Banyak Lubang
Pemberian lubang pada pipa silencer bertujuan untuk mencegah agar frekwensi tinggi dari bunyi yang merugikan tidak keluar dari knalpot dengan kata lain berfungsi untuk memperkecil frekwensi dari sistem pipa tersebut. Lubang direncanakan diposisikan pada pipa saluran masuk silencer, adapun ukuran pipa saluran masuk silencer adalah :
Panjang Pipa : 459,14 mm
Diameter Pipa : 1,5 inchi = 38,1 mm Tebal Pipa : 2 mm
Perancangan lubang pada saluran masuk silencer Toyota Kijang 7K direncanakan memiliki :
Diameter : 5 mm
Jadi luas lubang,
2
-4 2 t
0,0050
S 0.19625 10 m 4
π
= = ×
Untuk menentukan banyak lubang digunakan persamaan 2.1 :
{
}
t t
t
K l + 0,8 S n =
(58)
Sedangkan untuk memperoleh nilai K digunakan persamaan 2.2 :
(
)
22
2 f K = V
c
π
Perbandinagan luas (ϕ )
(
)( )
(
)
2
2 1
9.75 8.5 S
= 24
S 4 3.81
π
ϕ = π ≈
Dari grafik (Lampiran B, gambar b.1) untuk perbandingan luas penampang silencer
sebesar ϕ = 24m, pengurangan transmisi pada peredam suara ruang ekspansi ganda dengan penghubung dalam , diperoleh :
f = 500 cps (500Hz) pada pengurangan transmisi 50 db.
Volume tabung silencer (V)
(
)
3
V= 0.0975 m 0.085 m 0.52 m = 0.01353 m
π ×
Kecepatan gelombang suara ( c )
Pada bab II tinjauan pustaka dikatakan :
• Temperatur gas buang pada putaran rendah yaitu 3000C - 5000C
(59)
Maka dengan mengasumsikan gas buang dari engine adalah CO2, dengan mengunakan persamaan 2.10 :
c = R T
γ
Dengan 2
CO =1.289
γ (Lampiran B, tabel b1)
2
CO kJ J
R 0.1889 188.9
kg K kg K
= = (Lampiran B, tabel b1)
Dapat diperoleh nilai cmax dan cmin.
• cmin pada putaran rendah, T = 3000C = 573 K
Jadi, besar cmin adalah sebagai berikut : c = (1.289)(188.9)(573)
m =373.525
s
• cmax pada putaran tinggi, T = 10000C = 1273 K
Jadi, besar cmax adalah sebagai berikut : c = (1.289)(188.9)(1273)
m =556.745 s
Sehingga nilai c adalah 373.525 cms ≤ ≥556.745 ms
(60)
Jadi, konduktivitas lubang :
(
)
(
)
2
2
2 500
K = (0.1354) 400
= 0.84625 m
π
Sehingga, banyak lubang menjadi :
{
}
2 -4
t -4
0.84625 (0.2)(10 ) 0.8 (0.19635)(10 ) n =
(0.19635)(10 ) 239 buah lubang
− +
≈
3.3 Pipa Double Saluran Masuk
Pipa ini dirancang dimaksudkan agar aliran gas buang yang masuk kedalam tabung peredam melalui pipa saluran masuk yang telah dilubangi tidak langsung mengenai dinding tabung yang terbuat dari bahan komposit.
Pipa ini akan diposisikan sepanjang pipa saluran masuk didalam tabung
silencer ( sebagai selonsong pipa saluran masuk dalam tabung ), adapun ukuran pipa ini adalah :
Diameter Pipa : 2 inchi ( 50,8 mm )
Tebal pipa : 2 mm (sama dengan tebal pipa saluran masuk dan keluar) Panjang pipa : 372,32 mm
Bahan : Mild Steel / Baja ST37
(61)
3.4 Selimut Tabung Silencer
Tabung silencer double saluran akan dibuat dari bahan komposit, adapun bahan penyusun untuk membuat bahan komposit ini adalah :
a. Serat jenis ROOKWOOL sebagai penguat
b. Resin jenis POLYESTER YUKALAC 157 BQTN-EX sebagai matriks
(a) (b) (c)
+
Gambar 3.3. Gabungan Makroskopis fasa-fasa pembentuk komposit.
Adapun ukuran dari selimut tabung silencer dari bahan komposit direncanakan adalah sebagai berikut :
- Panjang selimut tabung : 520 mm
(sama dengan ukuran panjang selimut silencer standar)
- Elips
Dmax : 195 mm
(sama dengan ukuran Dmax selimut silencer standar)
Dmin : 170 mm
(sama dengan ukuran Dmin selimut silencer standar)
- Tebal : 3 mm
(62)
3.5 Konstruksi Silencer Knalpot Double Saluran.
Gambar 3.4Silencer knalpot Double Saluran
Gambar 3.5 Kerangka Dalam Silencer Knalpot Double Saluran
Pipa Selongsong, Ø 2 inchi
Komposit
(63)
BAB 4
PENGUJIAN DAN ANALISA TEORITIK
Dalam pengujian digunakan engine stand Toyota Kijang 7K dengan spesifikasi sebagai berikut :
• Daya engine : 80 Ps
• Putaran max : 6000 rpm
• Putaran min (Idle) : 900 rpm
• Volume silinder : 1800 cc
• Torsi : 14,3 kgm
• FO : 1 3 4 2
(64)
Pada pengujian ini akan dibandingkan data yang diperoleh dari pengukuran knalpot standar dengan knalpot yang berperedam dari bahan komposit double saluran akan tetapi agar tidak terjadi lompatan pada data yang diperoleh akan diuji juga knalpot yang tabung silencernya terbuat dari komposit tetapi konstruksinya sama dengan knalpot standar. Pada pengujian data-data yang akan diambil adalah temperatur, tekanan gas buang dan sound pressure level (Lp) dan sebagai variabel pada pengujian tersebut adalah putaran mesin, yaitu : 900 rpm, 1500 rpm, 2000 rpm, 2500 rpm, 3000 rpm.
4.1Tahap Pengujian
Dalam hal ini, pengujian silencer meliputi : 1. Pemeriksaan engine Toyota Kijang 7K
2. Pengukuran tingkat tekanan suara (sound pressure level) 3. Pengukuran temperatur gas buang pada silencer
4.2Pemeriksaan engine Toyota Kijang 7K
Sebelum engine digunakan dalam pengujian terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan penyetelan untuk menstandarkan engine. pemeriksaan dan penyetelan mengunakan alat Engine Tunner EA 800.
(65)
Gambar 4.2 Engine Tunner EA 800
Adapun data yang diperoleh dalam pemeriksaan dan penyetelan dengan mengunakan alat Engine Tunner EA 800 adalah seperti yang tampak pada table berikut ini.
Tabel 4.1 Data pemeriksaan dan penyetelan engine
Bagian yang diperiksa Kondisi setelah pemeriksaan
Celah platina 0,45 mm Celah busi 0,8 mm Celah katup dingin
panas
Isap 0,25 mm Buang 0,3 mm Isap 0,2 mm Buang 0,25 mm Sudut dwel 52 ± 20
Sudut pengapian (Idle) 80 - 120
Tegangan pengisian Aki > 10 Volt (DC) Resistansi platina Baik
Vakum atvencer Baik Oli engine (SAE 40) Baik Air pendingin radiator Baik
(66)
4.3Pengukuran Sound Pressure Level (Lp)
Posisi pengambilan data sound pressure level dilakukan searah sumbu sejarak satu meter dari knalpot.
Arah sumbu
+X -X +Y -Y +Z -Z
Y+ Z+
X- X+
Z-
Y- Saluran Out (buang) knalpot
Pada posisi (Y-) dan (Z+) tidak dilakukan pengambilan data sound pressure level. Pada posisi (Y=) data sound pressure level (Lp) tak dapat diambil karena pengambilan data searah sumbu sejarak satu meter dari knalpot tak dapat dicapai pada posisi tersebut sedangkan pada posisi (Z+) tidak diukur karena pada posisi tersebut terlalu dipengaruhi suara engine.
(67)
4
4.3.1Alat Ukur Yang Digunakan
Adapun alat ukur yang digunakan untuk pengukuran sound pressure level
(Lp) ini adalah Sound Level Meter jenis SONIC 3000.
Gambar 4.4 Sketsa Pengukuran Kebisingan pada knalpot
1 * 2
* 3
1
m
et
er
Sound level meter
Mixcrofon
Keterangan :
Titik-titik (2,3,4,5) pengukuran Noise
pada knalpot sejarak 1 meter dari mixrofon sound level meter dengan sumbu X, Y, Z.
Saluran masuk
Saluran keluar
6 5
(68)
Gambar 4.5. Sonic 3000
4.3.2Hubungan Sound Pressure Level ( Lp ) Terhadap Putaran Mesin
Dari data pengujian dapat diperoleh Sound Pressure Level total (Lptot)untuk setiap putaran, yaitu dengan menggunakan persamaan 2.5 :
Pada pengukuran silencer dilakukan pengukuran sound pressure level pada 4 titik dan jadi setiap putaran ada 16 data pegujian.
Untuk putaran 900 rpm pada silencer standar data pengujian adalah sebagai berikut : Putaran
Engine (rpm)
X+ Y+ X- Z-
Titik Titik Titik Titik
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
900 22 21 21 22 22 23 23 23 22 21 21 22 20 21 21 21
1 2
0.1L 0.1L 0.1ln tot
(69)
Dari data diatas maka dapat diperoleh Lptot pada putaran 900 dan titik pengukuran X+ untuk silencer standar adalah sebagai berikut :
Dengan menggunakan cara yang sama seperti perhitungan sound pressure level total (Lptot) pada putaran 900 dan titik pengukuran X+ untuk silencer standar maka diperoleh juga Lptot pada putaran berikutnya pada setiap silencer yang diuji. Hasil lengkap perhitungan sound pressure level total (Lptot) dapat dilihat pada lampiran C.
Berikut data Sound Pressure Level total(Lptot) dari masing-masing silencer pada setiap putaran.
Table 4.2 Sound pressure level (Lptot) pada pengujian terhadap sumbu X+.
Putaran engine (rpm)
Lptot X+Silencer Standar
( dB )
Lptot X+ Silencer Komposit satu
saluran (dB)
Lptot X+Silencer Komposit double
saluran (dB) 900 26.14131679 21.79134898 21.54931887 1500 27.85475188 26.81308523 22.79134898 2000 31.85046598 28.60021147 23.79134898 2500 37.28897733 30.54931887 24.54931887 3000 44.13091197 37.34696786 26.66344494
(0.1)(22) (0.1)(21) (0.1)(21) (0.1)(22) tot
tot
Lp 10 log(10 10 10 10
Lp 26.14131679 dB
= + + +
(70)
Gambar 4.6 Hubungan Sound Pressure Level (Lp) pada sumbu X+ dengan Putaran mesin
Dari table 4.2 dan gambar 4.6 dapat diketahui bahwa semakin tinggi putaran mesin maka nilai sound pressure level (Lp) juga akan semakin tinggi. Tampak juga dari ketiga jenis silencer yang diuji (gambar 4.6) bahwa pada pengujian Lp pada sumbu X+ silencer komposit double saluran memiliki nilai sound pressure level (Lp) yang paling kecil diantara silencer yang diuji (silencer standar dan silencer komposit saluran tunggal), sedangkan silencer standar ( mild steel ) memiliki nilai sound pressure level yang paling besar.
Table 4.3 Sound pressure level (Lptot) pada pengujian terhadap sumbu Y+.
Putaran engine (rpm)
Lptot Y+Silencer Standar
( dB )
Lptot Y+ Silencer Komposit satu
saluran (dB)
Lptot Y+Silencer Komposit double
saluran (dB) 900 28.79134898 22.29300034 22.34696786 1500 31.60021147 26.54931887 22.54931887 2000 34.66344494 27.07803782 22.79134898 2500 41.54931887 28.02059991 23.79134898 3000 45.34696786 33.79134898 24.54931887
0 10 20 30 40 50
900 1500 2000 2500 3000
putaran (rpm) L p ( d B ) standar komposit saluran tunggal komposit doubel saluran
(71)
Gambar 4.7 Hubungan Sound Pressure Level (Lp) pada sumbu Y+ dengan Putaran mesin
Untuk pengujian sound pressure level pada sumbu Y+ ini bahwa karakteristik
sound pressure level yang dihasilkan adalah sama dengan pengujian pada sumbu X+, hal ini dapat kita lihat dari gambar 4.7.
Pada pengujian disumbu Y+ ini dari ketiga jenis silencer yang diuji bahwa pada pengujian Lp pada sumbu ini silencer komposit double saluran memiliki nilai
sound pressure level (Lp) yang paling kecil diantara silencer yang diuji (silencer
standar dan silencer komposit saluran tunggal), sedangkan silencer standar ( mild steel ) memiliki nilai sound pressure level yang paling besar ( lihat tabel 4.3 dan gambar 4.7).
Table 4.4 Sound pressure level (Lptot) pada pengujian terhadap sumbu X-.
Putaran engine (rpm)
Lptot X- Silencer Standar
( dB )
Lptot X- Silencer Komposit satu
saluran (dB)
Lptot X- Silencer Komposit double
saluran (dB) 900 27.54931887 22.79134898 20.79134898 1500 29.29300034 28.02059991 20.54931887 2000 34.93478258 27.54931887 21.79134898 2500 40.34696786 29.66344494 22.34696786 3000 44.29300034 36.29300034 24.85187871
0 10 20 30 40 50
900 1500 2000 2500 3000
putaran (rpm) L p ( d B ) standar komposit saluran tunggal komposit doubel saluran
(72)
Gambar 4.8 Hubungan Sound Pressure Level (Lp) pada sumbu X- dengan Putaran mesin
Untuk pengujian sound pressure level pada sumbu X- ini juga memiliki karakteristik sound pressure level yang dihasilkan sama dengan pengujian pada sumbu X+ dan Y+, hal ini dapat kita lihat dari gambar 4.8. Semakin tinggi putaran mesin maka semakin besar sound pressure level yang dihasilkan.
Pada pengujian disumbu ini silencer yang memiliki nilai sound pressure level
(Lp) yang paling kecil adalah silencer komposit double saluran, sedangkan yang terbesar adalah silencer standar ( mild steel ).
Table 4.5 Sound pressure level (Lptot) pada pengujian terhadap sumbu Z-.
Putaran engine (rpm)
Lptot Z- Silencer Standar
( dB )
Lptot Z- Silencer Komposit satu
saluran (dB)
Lptot Z- Silencer Komposit double
saluran (dB) 900 26.79134898 20.79134898 20.79134898 1500 29.54931887 26.29300034 22.07803782 2000 33.07803782 27.29300034 22.54931887 2500 39.54931887 29.07803782 24.29300034 3000 45.07803782 33.07803782 27.54931887
0 10 20 30 40 50
900 1500 2000 2500 3000
putaran (rpm) L p ( d B ) standar komposit saluran tunggal komposit doubel saluran
(73)
Gambar 4.9 Hubungan Sound Pressure Level (Lp) pada sumbu Z- dengan Putaran mesin
Untuk pengujian sound pressure level pada sumbu Z- ini juga memiliki karakteristik sound pressure level yang dihasilkan adalah sama seperti pada pengujian-pengujian sebelumnya.
Dengan demikian, dengan melihat tabel-tabel dan gambar-gambar serta penjelasan-penjelasan dari pengujian sound power level (Lp) diatas, dapat kita ketahui bahwa :
• Bahan komposit yang digunakan untuk selimut tabung silencer dapat menurunkan
tingkat tekanan suara (sound pressure level) yang dihasilkan.
• Perubahan / pengembangan pada konstruksi dalam silencer ( lubang-lubang )
pada pipa saluran masuk dalam tabung silencer mampu menurunkan tekanan suara yang dihasilkan.
Hal ini berarti telah membukti teori bahwa bahan dan konstruksi silencer dapat mempengaruhi sound pressure level yang dihasilkan knalpot.
0 10 20 30 40 50
900 1500 2000 2500 3000
putaran (rpm)
L
p
(
d
B
)
standar
komposit saluran tunggal
komposit doubel saluran
(74)
4.4Pengukuran Temperatur Gas Buang.
Pegukuran temperatur pada silencer dilakukan pada titik-titik seperti tampak pada gambar 4.10, pada titik tersebut termokopel akan dimasukkan untuk memperoleh temperatur gas buang pada silencer, untuk itu pada titik-titik tersebut akan dibor agar sensor termokopel dapat mengukur temperatur gas buang didalam
silencer.
Gambar 4.10 Titik-titik pengukuran temperature pada silencer
Adapun tipe-tipe termokopel yang biasa digunakan untuk pengukuran temperatur adalah, sebagai berikut ini :
1. Termokopel Tipe K 2. Termokopel Tipe J 3. Termokopel Tipe R 4. Termokopel Tipe E 5. Termokopel Tipe T
2 3 4 5 1
(75)
Tabel 4.6 Karakteristik Termokopel
4.4.1 Alat Ukur Yang Digunakan
Pengukuran mengunakan alat infrared thermometer, termometer ini dapat mengukur temperatur dengan menggunakan sensor termokopel dan sensor infrared, dan untuk pengukuran temperatur pada pengujian silencer ini digunakan sensor termokopel yaitu temokopel tipe T.
(76)
Gambar 4.11 Infrared thermometer
4.4.2 Hubungan Temperatur Gas Buang Pada Silencer Terhadap Putaran Mesin.
Dari data-data yang diperoleh pada pengujian temperatur gas buang dalam
silencer pada engine Toyota kijang 7K (Lampiran C) pada ketiga jenis silencer, dapat diklasifikasikan berdasarkan titik-titik pengukuran. Maka diperoleh data-data berikut:
Tabel 4.7 Data pengukuran temperature dalam pada titik 1
Putaran Mesin (rpm)
Temperatur ( 0C ) Standar Komposit Satu
Saluran
Komposit Double Saluran
900 40 40 40
1500 43 43 43
2000 105 105 105
2500 139.5 139.5 139.5
(77)
Gambar 4.12 Hubungan temperatur dan putaran pada pengukuran temperatur gas buang pada titik 1
Dari tabel 4.7 dan gambar 4.12 pengukuran temperatur pada titik 1 diketahui bahwa :
• Semakin tinggi putaran mesin semakin tinggi temperatur gas buang yang
dihasilkan, pada proses pembakaran pada engine makin tinggi putaran maka semakin banyak campuran udara dan bahan bakar yang dibakar dalam ruang bakar, hal inilah penyebab utama kenaikan temperatur saat putaran mesin dinaikkan.
• Temperatur dari ketiga jenis silencer yang diuji adalah sama besar, hal ini
dikarenakan pada titik ini pengukuran temperatur gas buang belum dipengaruhi keberadaan tabung silencer.
(78)
Tabel 4.8 Data pengukuran temperatur dalam pada titik 2
Putaran Mesin (rpm)
Temperatur ( 0C ) Standar Komposit Satu
Saluran
Komposit Double Saluran
900 33.2 41.3 47.9
1500 33.3 49.2 53.2
2000 103.8 56.7 60.1
2500 136.2 66.9 72.2
3000 196.6 92.4 97.1
Gambar 4.13 Hubungan temperatur dengan putaran pada pengukuran temperatur gas buang di titik 2
Dari tabel 4.8 dan gambar 4.13 dapat dilihat bahwa :
• Semakin tinggi putaran mesin semakin tinggi temperatur yang dihasilkan, hal ini
(79)
• Dari ketiga jenis silencer yang diuji, silencer dari bahan mild steel pada putaran
900 – 1500 rpm memiliki temperatur yang paling rendah tetapi saat putaran mesin dinaikkan menjadi 2000 rpm temperatur gas buang pada silencer ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan sehingga mulai pengukuran pada putaran 2000 – 3000 rpm silencer ini memiliki temperatur gas buang yang paling tinggi. Bahan mild steel memiliki kemampuan hantar panas dan radiasi yang lebih besar dari pada bahan komposit sehingga pada waktu pengukuran pada putaran 900 rpm dan 1500 rpm gas buang yang masuk tabung silencer suhu gas buang dengan cepat disebarkan keseluruh permukaan silencer standar. Kemudian pada waktu pengukuran temperatur pada putaran 2000 rpm, 2500 rpm dan 300 rpm bahan mild steel sudah meradiasi panas yang diperolehnya sehingga temperatur gas buang yang masuk pada putaran tersebut menjadi mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
Tabel 4.9 Data pengukuran temperature dalam pada titik 3
Putaran Mesin (rpm)
Temperatur ( 0C ) Standar Komposit Satu
Saluran
Komposit Double Saluran
900 33.9 44.8 47.9
1500 35 51.3 53.5
2000 143 59.3 60.7
2500 189.7 75.3 76.7
(80)
Gambar 4.14 Hubungan temperatur dengan putaran pada pengukuran temperatur gas buang di titik 3
Dari tabel 4.9 dan gambar 4.14 dapat dilihat bahwa :
• Semakin tinggi putaran mesin semakin tinggi temperatur yang dihasilkan, hal ini
sama dengan pengukuran temperatur pada titik-titik sebelumnya.
• Dari ketiga jenis silencer yang diuji, silencer dari bahan mild steel pada putaran
900 – 1500 rpm memiliki temperatur yang paling rendah tetapi saat putaran mesin dinaikkan menjadi 2000 rpm temperatur gas buang pada silencer ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan sehingga mulai pengukuran pada putaran 2000 – 3000 rpm silencer ini memiliki temperatur gas buang yang paling tinggi. Fenomena ini sama dengan pengukuran pada titik 2.
(81)
Tabel 4.10 Data pengukuran temperature dalam pada titik 4
Putaran Mesin (rpm)
Temperatur ( 0C ) Standar Komposit Satu
Saluran
Komposit Double Saluran
900 34 45.2 48.3
1500 34.6 51.3 54.2
2000 144.2 60.2 61.9
2500 190.2 76.3 79.3
3000 229.6 99.7 102.9
Gambar 4.15 Hubungan temperatur dengan putaran pada pengukuran temperatur gas buang di titik 4
Dari tabel 4.10 dan gambar 4.15 dapat dilihat bahwa :
• Semakin tinggi putaran mesin semakin tinggi temperatur yang dihasilkan, hal ini
(82)
• Dari ketiga jenis silencer yang diuji, silencer dari bahan mild steel pada putaran
900 – 1500 rpm memiliki temperatur yang paling rendah tetapi saat putaran mesin dinaikkan menjadi 2000 rpm temperatur gas buang pada silencer ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan sehingga mulai pengukuran pada putaran 2000 – 3000 rpm silencer ini memiliki temperatur gas buang yang paling tinggi. Fenomena ini sama dengan pengukuran pada titik 2 dan 3.
• Pada titik ini data pengukuran temperatur yang diperoleh adalah yang tertinggi
untuk posisi pengukuran/pengujian didalam tabung silencer, hal ini dikarenakan pada posisi pengukuran temperatur inilah aliran gas buang pertama kali masuk dalam tabung silencer.
Tabel 4.11 Data pengukuran temperature dalam pada titik 5
Putaran Mesin (rpm)
Temperatur ( 0C ) Standar Komposit Satu
Saluran
Komposit Double Saluran
900 33.7 44.6 47.9
1500 33.6 51.3 53.3
2000 91.8 57.6 60.9
2500 125.7 73.5 75.8
(83)
Gambar 4.16 Hubungan temperatur dengan putaran pada pengukuran temperatur gas buang di titik 5
Dari tabel 4.11 dan gambar 4.16 dapat dilihat bahwa :
• Semakin tinggi putaran mesin semakin tinggi temperatur yang dihasilkan, hal ini
sama dengan pengukuran temperatur pada titik-titik sebelumnya.
• Dari ketiga jenis silencer yang diuji, silencer dari bahan mild steel pada putaran
900 – 1500 rpm memiliki temperatur yang paling rendah tetapi saat putaran mesin dinaikkan menjadi 2000 rpm temperatur gas buang pada silencer ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan sehingga mulai pengukuran pada putaran 2000 – 3000 rpm silencer ini memiliki temperatur gas buang yang paling tinggi. Fenomena ini sama dengan pengukuran pada titik 2, 3, dan 4. Hal ini berarti pengukuran temperatur gas buang dalam tabung silencer memiliki karakteristik yang sama. 0 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0 1 2 0 1 4 0 1 6 0 1 8 0 2 0 0
9 0 0 1 5 0 0 2 0 0 0 2 5 0 0 3 0 0 0
put a ra n (rpm )
te m p e ra tu r (°C )
st a nda r k om posit sa lura n t ungga l
k om posit double sa lura n
(1)
(2)
(3)
C. 1 Data Pengujian Sound Pressure Level (Lp)
Tabel C.1 Tabel Sound Pressure Level (Lp) Silencer Standar (Mild Steel)
Putaran Engine (rpm)
Lp X+
(dB) Lptot X+
(dB)
Lp Y+
(dB) Lptot Y+
(dB)
Lp X-
(dB) Lptot X-
(dB)
Lp Z-
(dB) Lptot Z-
(dB)
Titik Titik Titik Titik
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
900 22 21 21 22 26.14131679 22 23 23 23 28.79134898 22 21 21 22 27.54931887 20 21 21 21 26.79134898
1500 24 23 22 24 27.85475188 24 26 26 26 31.60021147 24 23 23 23 29.29300034 24 23 23 24 29.54931887
2000 28 27 26 28 31.85046598 27 28 29 30 34.66344494 27 26 28 32 34.93478258 26 27 27 28 33.07803782
2500 32 32 31 34 37.28897733 35 36 36 35 41.54931887 34 35 35 33 40.34696786 33 34 33 34 39.54931887
(4)
Tabel C.2 Tabel Sound Pressure Level (Lp) Silencer Komposit Saluran Tunggal Putaran Engine (rpm) Lp X+ (dB)
Lptot X+
(dB)
Lp Y+ (dB)
Lptot Y+
(dB)
Lp X- (dB)
Lptot X-
(dB)
Lp Z- (dB)
Lptot Z-
(dB)
Titik Titik Titik Titik
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
900 15 16 16 16 21.79134898 16 17 16 16 22.29300034 17 17 17 16 22.79134898 15 15 14 15 20.79134898
1500 18 22 22 20 26.81308523 20 21 21 20 26.54931887 22 22 22 22 28.02059991 20 20 21 20 26.29300034
2000 21 23 23 23 28.60021147 22 21 21 20 27.07803782 21 22 21 22 27.54931887 21 21 22 21 27.29300034
2500 24 24 25 25 30.54931887 22 22 22 22 28.02059991 22 24 23 25 29.66344494 23 22 23 24 29.07803782
3000 30 32 32 31 37.34696786 28 27 28 28 33.79134898 30 30 31 30 36.29300034 28 27 27 26 33.07803782
Tabel C.2 Tabel Sound Pressure Level (Lp) Silencer Komposit Doubel Saluran
Putaran Engine (rpm)
Lp X+ (dB)
Lptot X+
(dB)
Lp Y+ (dB)
Lptot Y+
(dB)
Lp X- (dB)
Lptot X-
(dB)
Lp Z- (dB)
Lptot Z-
(dB)
Titik Titik Titik Titik
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
900 15 16 16 15 21.54931887 16 17 17 15 22.34696786 15 15 15 14 20.79134898 15 15 15 14 20.79134898
1500 17 17 16 17 22.79134898 16 16 17 17 22.54931887 15 15 14 14 20.54931887 15 16 17 16 22.07803782
(5)
(6)
C.2 Data Pengujian Temperatur Gas Buang.
Tabel C.4 Tabel Hasil Pengujian Temperatur Pada Silencer Standar (Mild Steel)
Tabel C.5 Tabel Hasil Pengujian Temperatur Pada Silencer Komposit Saluran Tunggal Putaran
(rpm)
Temperatur (°C)
titik 1 titik 2 titik 3 titik 4 titik 5 titik 6
900 40 41.3 44.8 45.2 44.6 32.5
1500 43 49.2 51.3 51.3 51.3 33.2
2000 105 56.7 59.3 60.2 57.6 42.7
2500 139.5 66.9 75.3 76.3 73.5 49.3
3000 197.5 92.4 98.6 99.7 93.1 53.5
Tabel C.6 Tabel Hasil Pengujian Temperatur Pada Silencer Komposit Doubel Saluran Putaran
(rpm)
Temperatur (°C)
titik 1 titik 2 titik 3 titik 4 titik 5 titik 6
900 40 47.9 47.9 48.3 47.9 34.5
1500 43 53.2 53.5 54.2 53.3 36.2
2000 105 60.1 60.7 61.9 60.9 44.9
2500 139.5 72.2 76.7 79.3 75.8 51.3
3000 197.5 97.1 99.7 102.9 97.7 55.7
Putaran (rpm)
Temperatur (°C)
titik 1 titik 2 titik 3 titik 4 titik 5 titik 6
900 40 33.2 33.9 34 33.7 30
1500 43 33.3 35 34.6 33.6 30.2
2000 105 103.8 143 144.2 91.8 49
2500 139.5 136.2 189.7 190.2 125.7 55