Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konteks aborsi tak aman yang dapat menimbulkan tingginya angka kematian ibu, bukan merupakan persoalan yang sederhana, tetapi memiliki demensi sosial yang kompleks baik secara fisik, psikis bagi yang bersangkutan maupun psikososial bagi lingkungannya, fiqh dalam hal ini harus berorentasi pada etika sosial yang produk hukumnya tidak sekedar halal atau haram, boleh atau tidak boleh, tetapi harus memberi jawaban berupa solusi hukum terhadap persoalan-persolan sosial yang dihadapi perempuan. 1 Aborsi merupakan dilema khas perempuan karena hanya perempuan yang mempunyai sistem dan fungsi reproduksi yang memungkinkannya hamil, dan hanya perempuan yang dapat mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki. Latar belakang terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan sangat beragam. Mulai dari ketidaktahuan perempuan perihal sistem reproduksinya sampai dengan kegagalan melindungi diri dari kehamilan yang tidak dikehendaki sudah memakai kontrasepsi, tetapi karena tidak semua alat kontrasepsi sama efektifnya, maka terjadinya kegagalan. 1 Sahal Mahfudh, Fiqh Sosial; Upaya Pengembangan Mazhab Qouli dan Mazhab Manhaji, Jakarta: UIN, 2003, h. 18. Dilema aborsi alami perempuan ketika perlu memilih dan memutuskan bagaimana menghadapi kehamilan yang tidak dikehendaki karena ia harus memutuskan sesuatu yang secara langsung merupakan bagian dari dirinya. Dilema aborsi yang dihadapi perempuan bervariasi. Variasi pilihannya dipengaruhi oleh faktor kondisi pribadi atau keluarganya, nilai-nilai agama, dan budaya. Fatwa tentang aborsi adalah haram berkontribusi besar pada dilema yang dihadapi perempuan Islam Indonesia yang mengalami kehamilan yang tidak direncanakan karena tidak seorangpun ingin menanggung rasa dosa karena tindakan yang dipilih. Sehingga di tengah-tengah pandangan tentang aborsi yang sangat beragam dan perdebatan pro dan kontra yang masih terus bergulir, adalah perempuan yang secara konkret harus menghadapinya. Seringkali harus menghadapinya sendiri. Aborsi adalah isu emosional dan kontroversial. Mungkin saja bahwa tidak ada perempuan yang ingin melakukan aborsi, tetapi mereka perlu melakukannya. Perempuan di berbagai belahan dunia sejak dahulu kala selalu membutuhkan melakukan aborsi. Tetapi, masih adanya negara yang mengkriminalisasi aborsi seperti Indonesia dengan berbagai stigma tentang aborsi, berakibat bahwa perempuan seringkali dipojokkan, malahan didorong, untuk memilih cara aborsi yang tidak aman dengan resiko yang membahayakan kesehatannya dan kehidupannya. Aborsi merupakan fakta yang menjadi problem serius masyarakat. Isu aborsi memang merupakan isu yang kontroversial, khususnya bagi kalangan yang mengakaitkan dengan nilai-nilai moral, demikan juga dengan sikap undang- undang yang memandang aborsi sebagai suatu tindak pidana. Hal ini, disebabkan bahwa aborsi sering diasumsikan hanya pada kasus-kasus kehamilan di luar nikah. Aborsi memang tidak identik dengan kesehatan perempuan, tetapi terkait dengan kesehatannya secara menyeluruh. Karena itu, perempuan yang mengalami kehamilan tidak dikehendaki mengalami berbagai emosi seperti rasa panik, rasa malu, rasa takut, rasa tidak mau berdosa yang semuanya bercampur aduk dalam dirinya. berarti kehamilan yang tidak direncanakan jelas berdampak negatif pada kesehatan mentalpsikis dan sosialnya. Kontroversi yang berkembang hingga sekarang berbeda antarnegara dan antarbudaya. Tetapi, kontroversi yang ada bersama dengan berbagai perasaan seperti bingung, panik, takut yang dialami perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki tidak bisa dipisahkan dari masih adanya hukum yang mengkriminalisasi aborsi dan keputusan agama bahwa aborsi adalah tindakan a-moral dan dosa. Suatu vonis yang harus ditanggung oleh perempuan. Bagi perempuan Indonesia kondisi ini sekaligus mencerminkan bahwa nilai budaya yang masih dianut meluas di Indonesia cenderung menyalahkan perempuan bila ia mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki. Artinya: adalah perempuan yang harus bertanggung jawab atas akibat relasi intim seorang perempuan dan seorang laki-laki, termasuk sebagai pasangan resmi yang sedang mengasuh keluarga bahagia. Besarnya angka dan jumlah Angka Kematian Ibu AKI pada setiap tahunnya bisa jadi disebabkan karena tidak ada aturan mengenai pelayanan aborsi yang aman, sehingga angka tersebut bukannya berkurang, tetapi justru memberi peluang yang besar terjadinya pratik aborsi secara diam-diam tanpa pedoman, prosedur dan standar kesehatan. Kondisi seperti ini merupakan masalah yang sungguh memprihatinkan bagi kita semua. Padahal, Indonesia sendiri sudah menandatangani Kesepakatan Cairo 1994 Chapter VII tentang hak-hak Reproduksi dan Kesehatan Reproduksi yang salah satu programnya adalah mengeliminir aborsi ilegal dan tidak aman. Di Indonesia aborsi belum dilegalkan. Hal ini nyata terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP yang menyatakan bahwa aborsi termasuk pembunuhan yang terselubung. Pasal 299, 346, 348, dan 349 KUHP melarang melakukan aborsi dan sanksi hukumannya cukup berat, bahkan hukumanya tidak hanya ditujukan kepada perempuan yang tersangkut, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat dituntut, seperti dokter, dukun bayi, tukang obat, dan sebagainya yang mengobati atau yang menyuruh atau yang membatu atau yang melakukannya sendiri. 2 Permasalahan aborsi di Indonesia pernah dibicarakan dalam forum symposium yang diselenggarakan Ikatan Dokter Indonesia IDI di Jakarta pada Desember 1964 dari berbagai macam sudut pandang antara lain sudut susila 2 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta: Haji Masagung, 1991, h. 78. kedokteran, sosialmasyarakat, hukum, psikiater, agama Islam dan katolik. Symposium itu diambil keputusan mengajukan pendapat kepada pemerintah. 3 Di kalangan ahli hukum di Indonesia ada yang mempunyai idesaran agar abortus itu dapat dilegalisasi seperti di negara majusekuler, berdasarkan pertimbangan antara lain bahwa kenyataannya abortus tetap dilakukan secara ilegal di mana-mana dan kenyataannya banyak dilakukan oleh tenaga-tenaga non medis, seperti dukun, sehingga bisa membawa resiko yang besar berupa kematian atau cacat berat bagi perempuan yang bersangkutan. Maka sekiranya abortus dapat dilegalkan dan dapat dilakukan oleh dokter yang ahli, maka resiko tersebut dapat dihindari atau dikurangi. 4 Dalam sejarah pemikiran fiqh, aborsi cukup mendapat tanggapan yang serius dari para ulama. Keragaman pandangan para ulama mazhab dalam melihat persoalan pengguguran kehamilan seakan tenggelam, oleh pandang apriori masyarakat melihat sudut padang aborsi dari perspektif agama, sehingga seringkali agama terkesan memingirkan hak-hak reproduksi yang dimiliki perempuan. Dalam hal aborsi ini, Majelis Ulama Indonesia MUI sebagai lembaga satu-satunya yang memiliki mandat membuat fatwa agama Islam didirikan oleh pemerintah. Dalam fatwa MUI Nomer 4 Tahun 2005 telah mengharamkan aborsi 3 Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan keIslaman: Seputar Filsafat, Hukum, Politik, dan Ekonomi , Bandung: Mizan, 1996, h. 162. 4 Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan, h. 162. sejak terjadinya implatansi blastosis pada dinding rahim ibu nidasi. 5 Sedangkan wacana fiqh aborsi yang dihasilkan Munas Ulama Nahdlatul Ulama NU tahun 2002 adalah aborsi dilarang karena merupakan pembunuhan terhadap calon manusia, kecuali untuk menyelamatkan nyawa ibunya. 6 Begitu juga keputusan Majelis Tarjih Muhammmadiyah pada Muktamar Tarjih XXII di Malang menyebutkan aborsi dilarang karena merupakan perbuatan yang menentang harkat dan martabat manusia. 7 Padangan ulama fiqh dalam melihat aborsi umumnya hanya menggunakan pendekatan fisik, dengan ukuran-ukuran langsung yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Sehingga indikasi-indikasi yang tidak tampak secara fisik semisal dampak beban psikologis tidak banyak dibahas. Bahkan dalam literatur fiqh tidak ada satupun ulama yang membahas aborsi secara komprehensif dari berbagai sudut pandang. Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terus berkembang, tahap-tahap pertumbuhan janin dapat dipantau setiap saat, sehingga memungkinkan melakukan suatu pendekatan yang lebih komprehensif terjadinya aborsi. 8 5 Majlis Ulama Indonesia, Keputusan Fatwa MUI Nomor: 4 Tahun 2005 Tentang Aborsi, Jakarta: Komisi Fatwa MUI, 2005, h. 8. 6 Munas Ulama Nahdlatul Ulama, Keputusan dan Rekomendasi Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konfrensi NU , Jakarta, 25-28 Juli 2002. 7 Majelis Tarjih, Putusan Tarjih Muhammadiyah, pada Muktamar di Malang 1989. 8 Maria Ulfa Anshor, Fikih Aborsi Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, Jakarta: Kompas, 2006, cet. 1, h. 42. Tentang aborsi, para ulama berbeda pendapat jika ruh ditiupkan sebelum 4 bulan, sebagian berpendapat membolehkan dan tidak mengandung unsur kriminal karena tidak ada kehidupan dalam janin tersebut. Sebagian ulama yang lain berpendapat itu haram atau makruh, karena dalam janin tersebut terdapat pertumbuhan dan perkembangan. Imam Ghazali membedakan antara aborsi dan pencegahan kehamilan. Karena aborsi adalah tindakan pidana terhadap makhluk yang memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan pertama kehidupan adalah nutfah sperma dalam rahim dan bercampur dengan ovum perempuan, lalu siap menerima kehidupan. Jika nutfah menjadi alaqoh segumpal darah maka pidana tersebut lebih berat. 9 Ajaran Islam membolehkan mencegah terjadinya kehamilan, tetapi melarang mengadakan pengguguran kandungan, baik MR Menstrual Regulation maupun abortus. Tetapi perlu diketahui bahwa perbuatan abortus, lebih besar dosanya dari pada MR, karena abortus merupakan tindakan yang melenyapkan janin yang telah nyata wujudnya, maka sudah termasuk pembunuhan. Oleh karena itu, sepakat ulama hukum Islam menetapkan, bahwa perbuatan itu termasuk tindakan kriminal, yang wajib dikenai sanksi hukum berupa diyat denda pembunuhan. 10 9 Mahmud Syaltut, Al-Fatawa, Cairo: Dâr al-Qalam, th, Jilid 3, h. 289-291. 10 Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Jakarta: Kalam Mulia, 1990, cet. I, h. 78. Pendasaran hukum aborsi menjadi layak untuk dipikirkan kembali baik oleh hukum agama maupun hukum negara. Hal tersebut tentu saja diiringi dengan mempertimbangkan hak-hak reproduksi yang dimiliki perempuan, sehingga pendekatan masalah aborsi tidak cukup semata-mata hanya dari perspektif moral dan hukum. Dengan demikian, merumuskan kembali persoalan aborsi dari perspektif agama menjadi penting tanpa meninggalkan nilai-nilai moral, spiritual, dan siosial yang menjadi tujuan agama. Dengan melihat secara proporsional di antara pilihan yang paling bermanfaat dan maslahat untuk memberikan solusi yang resikonya seminimal mungkin. Sebagaimana Firman Allah dalam al-Quran: +,-ﺕ ,,ﺱ, 1 23 +,4 56 78 +,-9 9 :9 ; 5, , . = ? A B CD E Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan membawa keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi. Q.S. al-Maidah [5]: 32 HIV terdapat dalam darah dan cairan tubuh seseorang yang tertular, walaupun orang tersebut belum menunjukan atau keluhan penyakit. HIV hanya dapat ditularkan bila terjadi kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah. Dosis virus memegang peran penting. Makin besar jumlah virusnya makin besar kemungkinan infeksinya. Jumlah firus yang banyak ada dalam darah, cairan sperma, cairan vagina dan serviks dan cairan otak. Dalam saliva, air mata, urin, keringat dan air susu hanya ditemukan sedikit sekali. Kasus terjadinya HIV pada anak-anak tertular karena bayi atau anak-anak yang menerima berbagai produk darah atau karena bayi yang ibu atau kedua orangtuanya termasuk dalam kelompok yang mempunyai resiko untuk tertular AIDS. 11 Dari uraian di atas, bahwa penyebaran penyakit HIVAIDS sangat pesat perkembangannya dimana tidak hanya orang dewasa saja akan tetapi bayi dalam kandunganpun dapat tertular virus HIVAIDS tersebut dan seks bebaslah yang sangat merajalela dalam penebaran penyakit tersebut. Dengan melihat realita di atas, beragam dampak negatif yang terjadi akibat aborsi, bagaimanakah pandangan fatwa ulama MUI? Untuk melihat tingkat keshahihan fatwa mazhab fiqh dari segi syar’i, diperlukan pengamatan ushul fiqh terhadap proses perumusan fatwa-fatwa itu, sehingga penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang hukum aborsi bayi yang terdeteksi suatu virus yang membahayakan tersebut dengan mengkaji dan mengolah data yang penulis himpun. Penelitian tersebut penulis kemas dalam bentuk skripsi dengan judul: Hukum Aborsi Bayi Terdeteksi Virus HIV Menurut MUI Majlis Ulama Indonesia. 11 Luc Montagnier, dkk, Para Ahli Menjawab Tentang AIDS, Jakarta : Pustaka Utama, 1987, cet. ke 1, h. 58. B . Pembatasan dan Perumusan Masalah Penulis perlu melakukan pembatasan serta membuat perumusan masalah agar penelitian ini lebih terfokus, sistematik, dan tidak kabur. Pembatasan dari masalah ini terkonsentrasi pada pendapat-pendapat Ulama MUI pusat serta pendapat penulis sendiri. Untuk lebih memfokuskan arah penelitian ini, penulis memberikan batasan kepada pembahasan terhadap hukum aborsi bayi yang terdeteksi virus HIV dalam pandangan Majelis Ulama Indonesia MUI. Secara sistematis pembatasan masalah tersebut dapat penulis rumuskan sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan aborsi ? 2. Bagaimanakah hukum aborsi ? 3. Bagaimana fatwa MUI tentang hukum aborsi bayi yang terdeteksi virus HIV?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian