Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Sebelum Amandemen UUD
Pada masa Republik keempat 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 menurut Pasal
6 ayat 2 UUD 1945, yang berlaku kembali berdasarkan Dekrit Presiden. Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Namun Pasal tersebut belum bisa
diterapkan, dikarenakan MPR hasil pemilu belum terbentuk. Hal tersebut merupakan berkat yang tersembunyi blessing in disguise; jikalau pemilu dilaksanakan pada
masa Orde Lama, maka kemungkinan besar MPR akan didominasi oleh PKI, karena Masyumi dan PSI telah dibubarkan dan PNI sudah retak.
30
Situasi politik berubah setelah perebutan kekuasaan kudeta yang dilakukan oleh PKI 30 September 1963 mengalami kegagalan. Peristiwa tersebut merupakan
the beginning of the end bagi Presiden Soekarno yang tidak mengambil tindakan tegas terhadap PKI.
31
Untuk menyelesaikan situasi konflik antara kekuatan Orde Lama dan Orde Baru, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang para anggotanya telah
diganti oleh unsur-unsur Orde Baru, mengadakan sidang umum ke-IV dari tanggal 20 Juni
– 5 Juli 1966. Sidang tersebut menghasilkan Ketetapan MPRS No. XVMPRS1966 tentang pemilihan atau penunjukan Wakil Presiden dan tata cara
pengangkatan pejabat Presiden. Pasal 3 Ketetapan MPRS yakni: “Dalam hal terjadi
yang disebut dalam Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945, maka MPRS segera memilih pejabat Presiden yang bertugas sampai dengan terbentuknya MPR hasil
pemilihan umum.” Maka dengan demikian ketetapan MPRS No. 111MPRS1963
30
Ibid, h. 48.
31
Ibid.
tentang pengangkatan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup, dicabut dengan ketetapan MPRS No. XVIIIMPRS1966.
32
MPRS yang pembentukannya menyalahi ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 ternyata menjadi boomerang bagi Presiden Soekarno. Dalam sidang
istimewa MPRS pada tanggal 7 sampai 12 Maret 1967, lahirlah ketetapan MPRS No. XXXIIIMPRS1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintahan Negara dari
Presiden Soekarno. Adapun Pasal 4 Ketetapan MPRS yakni: “Menetapkan berlakunya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara No. XVMPRS1996, dan mengangkat Jendral Soeharto, Pengemban ketetapan MPRS No. IXMPRS1966 sebagai pejabat Presiden
berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya
Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilihan Umum.” Maka dengan demikian, berakhir era Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik
Indonesia yang pertama dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.
33
Dalam sidang umum MPRS yang ke-V terakhir yang berlangsung dari tanggal 21 sampai dengan 27 maret 1968. Dengan Ketetapan MPRS No.
XLIVMPRS1968, kedudukan hukum Jendral Soeharto dari Pejabat Presiden menjadi Presiden Seutuhnya. Hal tersebut mengabaikan ketentuan yang tercantum
dalam Pasal 3 Ketetapan MPRS No. XVMPRS1996 dan Pasal 4 Ketetapan MPRS No. XLIVMPRS1968 yang mengatur bahwa masa jabatan Pejabat Presiden ialah
sampai terbentuknya MPR hasil Pemilihan Umum.
34
32
Ibid, h. 49.
33
Ibid.
34
Ibid, h. 50.
Setelah Majelis Permusyawaratan hasil Pemilihan Umum 3 Juli terbentuk, dalam sidang umum MPR 1973 dikeluarkan Ketetapan MPR No. IIMPR1973 yang
mengatur tata cara pemilihan Presiden sebagai berikut: 1.
Tiap-tiap fraksi, melalui pimpinan masing-masing, menyampaikan secara tertulis calon Presiden yang telah disetujui oleh calon bersangkutan kepada pimpinan
MPR. Dalam waktu 24 jam sebelum Rapat Paripurna Pemilihan Presiden Pasal 9 dan Pasal 10. Quorum rapat ialah 23 dari jumlah anggota MPR Pasal 31.
2. Pimpinan MPR mengumumkan nama calon yang telah memenuhi syarat jabatan
jabatan kepada rapat Pasal 11. 3.
Jika hanya ada satu orang calon, rapat langsung mengsesahkannya {Pasal 13 ayat 2}.
4. Jika ada lebih dari satu orang calon, dilakukan voting {Pasal 13 ayat 1}. Yang
terpilih ialah calon yang m endapatkan suara minimal “setengah tambah satu”
Pasal 14. 5.
Jika tidak ada calon yang mendapatkan suara terbanyak mutlak, yaitu minimal “setengah tambah satu”, maka diadakan pemungutan suara tahap kedua yang
dilakukan terhadap dua orang calon yang mendapat suara relative lebih banyak dari calon-calon lainnya Pasal 15, maka calon ketiga dan seterusnya gugur.
Selanjutnya siapa diantara kedua calon yang mendapatkan suara terbanyak maka ialah yang terpilih Pasal 16. Jika kedua calon tersebut mendapatkan suara sama
banyak, maka pada tahap ketiga dilakukan pemungutan suara ulang Pasal 17. Namun jika hasilnya tetap sama, maka pada tahap keempat dilakukan pemungutan
suara berdasarkan kehadiran wakil-wakil fraksi yang membawa jumlah suara dari fraksi masing-masing secara tertulis Pasal 18. Selanjutnya, jikalau masih gagal
juga, artinya tiap calon tetap mendapatkan suara sama banyak, maka fraksi-fraksi mengusulkan calon lain Pasal 19.
35
Namun dalam praktiknya belum pernah ada pemungutan suara. Pemilihan Presiden yang pertama kali sejak terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil
pemilihan umum atau yang ketiga kali dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dilangsungkan pada 23 Maret 1973. Karena terdapat calon tunggal, yaitu Jendral
Soeharto, maka rapat langsung mengesahkannya sebagai Presiden, sesuai ketentuan Pasal 13 ayat 2.
36
Pada pemilihan-pemilihan Presiden berikutnya 1978, 1983, 1988, dan 1993 juga hanya terdapat calon tunggal, yaitu Jendral Soeharto. Selanjutnya, karena pada
pemilihan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 dan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat pada tanggal 16 Desember 1949 juga terdapat
calon tunggal, yaitu Ir. Soekarno, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia telah
timbul “tradisi calon tunggal” dalam hal pemilihan Presiden.
37
Menurut Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan, pada masa ini masa Republik keempat meskipun pemilihan Presiden dilaksanakan secara tidak langsung, namun
pengisian jabatan Presiden masuk dalam sistem stelsel pemilihan election bukan
35
Ibid, h. 50 – 51.
36
Ibid, h. 52.
37
Ibid.
pengangkatan appointment. Karena itu, merupakan suatu anomali
38
, apabila terdapat ketetapan MPR mengenai pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. MPR tidak
mengangkat, melainkan memilih Presiden dan Wakil Presiden.
39
Apabila Presiden tetap dipilih MPR, tidak boleh ada ketetapan tentang pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden, karena bertentangan dengan ketentuan
dalam UUD 1945 yang menegaskan Presiden dan Wakil Presiden dipilih bukan diangkat. Untuk menetapkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, disusun suatu
berita acara pemilihan yang berisi penyelenggaraan pemilihan dan penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
40
Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan menjelaskan pula bahwa terdapat 3 hal yang menunjukkan pemilihan Presiden oleh MPR kurang demokratis, yakni:
1. MPR dikuasai oleh suatu kelompok kekuatan politik Golkar yang selalu didukung
ABRI, yang sangat dominan sistem partai dominan. Tidak ada kekuatan politik lain yang berimbang untuk memungkinkan mekanisme demokrasi berjalan
sebagaimana mestinya. 2.
Praktik calon tunggal yang “dipaksakan”, sehingga secara riil tidak ada pemilihan Presiden. MPR sekedar mengukuhkan calon tunggal yang tidak mungkin ditolak.
38
Anomali adalah penyimpangan dari normal; kelainan; atau ketidaknormalan. Lihat Ivenie Dewintari S dan Alvina Tria Febianda, Kamus Istilah Penting Modern, cet. I, Jakarta: Aprindo, 2003,
h. 29.
39
Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan, Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden Secara Langsung, h. 39-40.
40
Ibid, h. 40.
3. Mekanisme kerja MPR diatur dalam Tata Tertib tidak memungkinkan peranan
individual anggota. Segala kegiatan dilakukan oleh atau atas nama fraksi.
41