Latar Belakang Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah (NPB) Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2009

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan gaya hidup, hal ini memacu semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Perubahan pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular dikenal dengan istilah Transisi Epidemiologi dan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, mengalami beban ganda akibat dari transisi epidemiologi. Hal ini disebabkan karena penyakit infeksi belum dapat diatasi secara tuntas sementara penyakit tidak menular terus meningkat. 1 Penyakit tidak menular masing-masing memiliki gejala-gejala klinis yang beragam. Beberapa penyakit memiliki gejala klinis yang sama. WHO dalam laporannya yang dimuat dalam WHO Technical Report Series Nomor 919 tahun 2003 yang berjudul The Burden of Musculoskeletal Conditions at The Start of The New Millenium menyatakan terdapat kira-kira 150 jenis gangguan muskoloskeletal yang diderita ratusan juta manusia, yang mengakibatkan nyeri dan inflamasi berkepanjangan dan disabilitas, sehingga menyebabkan gangguan psikologik dan sosial penderita. Nyeri yang diakibatkan oleh gangguan tersebut salah satunya adalah keluhan nyeri punggung bawah yang merupakan keluhan paling banyak ditemukan diantara keluhan nyeri. Laporan ini berhubungan dengan penetapan dekade 2000-2010 oleh WHO sebagai dekade tulang dan persendian Bone and Joint Decade 2000-2010, dimana penyakit gangguan muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. 2 Universitas Sumatera Utara Nyeri punggung bawah NPB hampir dialami oleh setiap orang selama hidupnya dan sering dianggap sebagai gangguan yang tidak serius, oleh karena itu penyebab serius dan parah misalnya berupa keganasan dapat diabaikan oleh pasien sendiri atau oleh dokter yang menanganinya. 3 NPB juga menyebabkan inefisiensi pekerjaan dan kondisi yang paling banyak membutuhkan perawatan kesehatan. Hal ini menyebabkan timbulnya gangguan dalam produktifitas kerja sehingga secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi ekonomi. 4 NPB merupakan penyakit nomor dua pada manusia setelah influenza yang menjadi penyakit paling sering diderita oleh manusia. Enam puluh lima persen sampai delapan puluh persen manusia akan mengalami NPB pada satu waktu selama hidupnya. 5 NPB juga menjadi penyebab tersering diantara semua kelainan kronis dalam menyebabkan pembatasan aktivitas masyarakat berusia 45 tahun dan menduduki peringkat ketiga setelah penyakit kelainan jantung dan arthritis serta rematik pada usia 45-65 tahun. 6 Setiap tahun 15–45 orang dewasa menderita NPB dan sangat umum pada umur 35-55 tahun. Satu diantara 20 penderita harus dirawat di rumah sakit karena serangan akut NPB proporsi 5 dan proporsi keluhan NPB mencapai 30-50 dari keluhan reumatik pada praktek umum. 5,7 Di negara-negara industri diperkirakan 70-85 dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi setiap tahun bervariasi dari 15- 45. Di Amerika Serikat NPB merupakan penyebab paling sering yang membatasi aktivitas penduduk pada usia 45 tahun, urutan ke-2 untuk alasan paling sering Universitas Sumatera Utara berkunjung ke dokter, urutan ke-5 untuk alasan perawatan di rumah sakit, dan alasan penyebab yang paling sering untuk dilakukannya tindakan operasi. 3 Pada tahun 1985, WHO menyatakan bahwa 2-5 dari karyawan di negara industri tiap tahun mengalami NPB, dan 15 dari absenteisme di industri baja serta di perusahaan dagang disebabkan karena NPB. Data statistik nasional Amerika Serikat memperlihatkan angka kejadian sebesar 15-20 pertahun sedangkan insidensi berdasarkan kunjungan pasien baru ke dokter adalah 14,3. 6,7 Pada tahun 1995 tercatat bahwa tiap 2 orang dari 100 orang pekerja di Amerika menderita NPB proporsi 2. 8 Menurut Bradley 1992, di Amerika NPB merupakan salah satu dari sepuluh penyebab penderita datang berkunjung ke dokter proporsi 10. Penyebab NPB tersebut sering tidak ditemukan walaupun dengan pemeriksaan neuroimajing misalnya CT Computerized Tomography atau MRI Magnetic Resonance Imaging sehingga pasien pulang dengan diagnosis NPB idiopatik. 9 Penelitian epidemiologis yang dilakukan oleh Bratton 1999 di Amerika pada populasi yang berbeda ditemukan prevalensi NPB bervariasi antara 7,6-37 dan puncak prevalensi berada pada kelompok usia antara 45–60 tahun. 9 Penelitian dari Cecil G., 2009 yang dilakukan dengan desain penelitian Cross- Sectional di Carolina Utara terhadap 4.437 rumah tangga pada tahun 1992 dan diulang kembali terhadap 5.357 rumah tangga pada tahun 2006 pada kelompok umur ≥21 tahun, menemukan bahwa prevalensi dari NPB mengalami peningkatan dari 3,9 di tahun 1992 menjadi 10,2 di tahun 2006. Peningkatan terjadi pada pria dan wanita, dan meliputi semua umur, ras, dan suku. 10 Di negara Afrika 2007 prevalensi dari NPB berkisar dari 14-72 dengan melihat kembali literatur-literatur mengenai NPB dari tahun 1966-1998 Universitas Sumatera Utara pada kelompok umur remaja 11-19 tahun dan kelompok umur dewasa ≥20 tahun. 11 Sedangkan penelitian yang dilakukan di negara China 2006 dengan desain penelitian cross sectional pada 13.965 pria dan wanita pada kelompok umur 25-64 tahun didapatkan prevalensi dari NPB adalah 64. 12 Hasil penelitian Butterfield et al. 1999, terhadap 340 pekerja dengan NPB di perusahaan kecil 100 karyawan dan perusahaan besar 100 karyawan, didapatkan paling sedikit 41 pekerja kehilangan satu hari kerja. 9 Nachemson melaporkan permasalahan NPB lebih besar di negara Kanada, Inggris Raya, Belanda, dan Swedia, dibandingkan terhadap negara Amerika Serikat dan Jerman. Nachemson menunjukkan bahwa persentase dari pengaruh pekerjaan bervariasi dari 2 ke 8, dengan hari ketidakhadiran setiap pasien setiap tahun dimulai dari 9 hari di Amerika Serikat, 10 hari di Jerman Barat, 20 hari di Kanada, 25 hari di Belanda, 30 hari di Inggris Raya, dan 40 hari di Swedia. 22 Penelitian di Swedia pada tahun 1987 dengan total populasi 4,5 juta jiwa penduduk menemukan peningkatan kehilangan hari kerja dari 7 juta hari di tahun 1980 menjadi 28 juta hari kerja akibat NPB. Kehilangan kerja ini diakibatkan karena sekitar 5-10 dari penderita akut akan berkembang menjadi penderita kronik, sementara penderita kronik menghabiskan biaya sekitar 75-90 dari biaya penanggulangan NPB secara umum. 13 Di Indonesia diperkirakan 40 penduduk Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita NPB dan prevalensinya pada laki-laki 18,2 dan pada wanita 13,6. Prevalensi ini meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Proporsi berdasarkan Universitas Sumatera Utara kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia diketahui bekisar antara 3- 17. 7 Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM pada tahun 2002 menemukan proporsi penderita NPB sebanyak 15,6 pada kelompok umur 8-78 tahun. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang mencapai 34,8. Dari hasil penelitian secara nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi Nyeri PERDOSSI tahun 2002 ditemukan 18,13 penderita NPB. 13 Di rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan Semarang proporsi kasus baru sekitar 5,4–5,8 dengan frekwensi terbanyak pada usia 45-65 tahun. 14 Berdasarkan data dari survei pendahuluan yang telah dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan diperoleh 147 data penderita NPB yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2004–2009. Pada tahun 2004 diperoleh 17 data penderita proporsi 11,6, tahun 2005 diperoleh 20 data penderita proporsi 13,6, tahun 2006 diperoleh 21 data penderita 14,3, tahun 2007 diperoleh 23 data penderita proporsi 15,6, tahun 2008 diperoleh 32 data penderita proporsi 21,8, dan tahun 2009 diperoleh 34 data penderita 23,1. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita NPB yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004 – 2009.

1.2. Perumusan Masalah