Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dalam kegotongroyongan nasional sebagai peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan. Penghasilan Negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, danatau dari hasil kekayaan alam yang berasal dari Negara itu natural resources. Dua sumber itu merupakan sumber yang terpenting yang memberikan penghasilan kepada Negara. Jadi penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan rakyat, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi dimana ada kepentingan masyarakat, disitu timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum. Pungutan pajak mengurangi penghasilankekayaan individu tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang akhirnya kembali lagi kepada seluruh masyarakat yang bermanfaat bagi rakyat tidak hanya membayar pajak, tetapi juga kepada rakyat yang tidak membayar pajak. Universitas Sumatera Utara Jadi nyata di sini bahwa kepentingan masyarakat dibiayai dengan pajak. Pajak mempunyai tujuan untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas Negara, dengan maksud untuk membiayai pengeluaran Negara, dikatakan bahwa pajak dalam hal demikian mempunyai fungsi budgeter. 1 Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pajak juga nampak dalam fungsinya yang budgeter. Pajak daerah dan pajak pemerintah pusat yang diserahkan kepada daerah, disamping subsidi merupakan sumber pendapatan daerah yang penting. Tetapi pajak-pajak disamping fungsinya yang budgeter, masih mempunyai fungsi mengatur regulerend. Pajak di sini bukan semata-mata untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas Negara, melainkan juga dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu sumber pendapatan dari pajak yang dipungut di daerah adalah pajak bumi dan bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan PBB merupakan salah satu jenis pajak pusat yang sebagian besar hasil penerimaannya diberikan kepada daerah. Pentingnya Pajak Bumi dan Bangunan PBB bagi Negara dan daerah pada khususnya, dapat dilihat dari pembagian Pajak Bumi dan Bangunan untuk Pemerintah Pusat yang mendapatkan pembagian 10 dan Pemerintah Daerah mendapatkan 90. Pajak bumi dan bangunan ini dikenakan atas nilai harta tak gerak dan nilai ini didasarkan pada nilai jual tanah. Dan nilai jual ini market value tercermin pada 1 Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak Bandung: PT. Eresco, 1992, hal. 2 Universitas Sumatera Utara harga jual yang pernah terjadi. Harga jual tanah dan bangunan sangat dipengaruhi oleh letak tanah, luas bangunan, kualitas dan penggunaan tanah. Tanah yang digunakan untuk pemukiman harganya lain dari pada tanah yang digunakan untuk perindustrian, pertokoan, perkantoran, pertanian, persawahan, perkebunan dan lain sebagainya. Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak NJOP. Besar kecilnya ketetapan PBB ditentukan oleh NJOP. Dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang PBB menentukan bahwa yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah nilai jual objek pajak NJOP. Yang dimaksud dengan NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti. 2 NJOP merupakan satu unsur yang mutlak diketahi agar besarnya PBB atas suatu objek pajak dapat ditentukan. Tanpa mengetahui NJOP atas objek dimaksud maka tidak akan mungkin dihitung besarnya PBB terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak . Nilai Jual Objek Pajak NJOP ini ditentukan melalui proses penilaian oleh para fungsional penilai Pajak Bumi dan Bangunan official Assesment. Kedudukan Nilai Jual Obyek Pajak NJOP sangat penting sebagai acuan dalam berbagai jenis kegiatan khususnya yang berkaitan dengan akurasi data obyek pajak dan nilai jual obyek pajak. Ketidakjelasan penentuan nilai jual obyek pajak 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985, tentang Pajak Bumi dan Bangunan, Pasal 1 angka 3. Universitas Sumatera Utara bumi dan bangunan akan berdampak pada ketidakjelasan nilai jual objek pajak daerah setempat. Adanya indikasi ketidak jelasan dalam proses penentuan NJOP, dapat dilihat dari adanya dua pihak yaitu penjual dan pembeli yang tidak dilibatkan dalam penentuan nilai jual pajak bumi dan bangunan. Kebanyakan dalam praktek hanya notarisPPAT dan kepala desa atau lurah saja yang dilibatkan tetapi pemilik bersangkutan tidak dilibatkan. Jika kita cermati keinginan dari adanya NJOP tersebut, seharusnya untuk mendapatkan nilai jual obyek pajak yang wajar pemilik obyek pajak harus dilibatkan dalam proses penentuan dimaksud. Dalam era demokratisasi berbagai hal termasuk di dalamnya demokratisasi dalam penentuan NJOP PBB perlu melibatkan unsur masyarakat, lebih-lebih unsur pemilik obyek pajak bumi dan bangunan. Untuk mendapatkan harga yang wajar dalam penentuan NJOP PBB seharusnya pemilik obyek pajak bumi dan bangunan dilibatkan didalamnya. Agar dalam proses penentuan nilai jual pajak bumi dan bangunan dapat dijadikan peganganpatokan bagi para pihak yang terlibat langsung dalam penentuan NJOP PBB, maka hal tersebut perlu juga diatur dalam suatu perangkat peraturan seperti diatur dalam peraturan daerah, dengan pertimbangan bahwa dalam sistim otonomi daerah pemerintah kabupatenkota berwenang membuat produk hukum untuk mengatur sesuatu hal dalam bentuk peraturan daerah sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan daerahnya untuk percepatan pembangunan. Dalam prakteknya di Kabupaten Pakpak Bharat dalam proses pemungutan pajak ini, banyak masyarakat yang tidak menerima surat penetapan NJOP. Kenyataan Universitas Sumatera Utara yang terjadi masyarakat hanya menerima SPPT setiap awal tahun pajak sebagai suatu kewajiban yang harus dibayar setiap tahunnya tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya prosesnya. Proses dimaksud adalah bagaimana proses penentuan nilai jual objek tanah sehingga menjadi suatu kewajiban yang harus dibayar serta berapa nilai yang seharusnya. Tentu untuk memberikan rasa keadilan yang sama bagi seluruh masyarakat, proses ini memerlukan suatu penjelasan dan pengaturan yang konkrit untuk lebih memberikan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap kewajibannya terhadap pajak yang ditentukan negara dan terlebih memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Ditingkatan masyarakat dalam kewajibannya untuk memenuhi pajak, sering menghadapi permasalahan-permasalahan dalam proses dan penentuan pemungutan pajak tersebut. Misalnya masyarakat tidak pernah mengetahui penetapan suatu nilai jual objek tanah pajak bumi dan bangunannya, jika terjadi suatu permasalahan, masyarakat tidak tahu upaya hukum apa yang akan ditempuh. Seperti contoh SPOP sebagai dasar penentuan SPPT yang diberikan kepada subjek pajak wajib pajak untuk diisi sebagai sarana untuk pendaftaran dan pendataan objek pajak dan subjek pajak yang menjadi dasar bagi fiskus untuk menetapkan besarnya PBB yang harus dibayar, masyarakat masih banyak yang tidak memberikan keterangan sesuai dengan apa yang dipunyainya. Dalam praktek sering ditemui bahwa wajib pajak yang telah menerima SPOP tidak mengembalikannya sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Selain itu subjek pajak mungkin mengisi SPOP dengan data yang tidak benar dimana ada data yang disembunyikan, dengan maksud agar PBB terutang yang ditetapkan oleh fiskus lebih kecil dari pada yang seharusnya. Hal ini tentunya tidak Universitas Sumatera Utara boleh dibiarkan karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang di inginkan oleh ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB. Melihat permasalahan yang dikemukakan diatas maka diperlukan suatu analisis hukum sebagai kontribusi pemikiran dalam memberikan masukan bagi penuntasan permasalahan penentuan nilai jual objek pajak ini.

B. Permasalahan