Jumlah Uang Beredar TINJAUAN PUSTAKA

M 2 = M 1 + TD + SD  Dalam arti luas Broad Money ket: M 2 = Uang dalam arti luas M 1 = Uang dalam arti sempit SD = Saving deposit saldo tabungan TD = Time deposit deposito berjangka Dalam pengertian luas ini, uang beredar selain uang kartal dan giro yang dipegang masyarakat, juga termasuk deposito berjangka dan tabungan masyarakat uang kuasi, karena tabungan dan deposito berjangka ini dapat diubah menjadi uang tunai sama dengan uang kartal, bahkan pada perekonomian yang semakin maju banyak transaksi yang dilakukan melalui bank. Penurunan M 2 atau jumlah uang beredar dalam arti luas, dapat disebabkan oleh menurunnya jumlah uang kuasi, selain itu perlambatan pertumbuhan M 2 bersumber dari beberapa faktor antara lain lambatnya penciptaan uang akibat belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan, berkembangnya alternatif penyimpangan dana lain dalam bentuk reksadana yang menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih baik, dan menurunnya kapitalisasi bunga seiring dengan terus menurunnya tingkat suku bunga sedangkan komponen yang memberi kontribusi pada peningkatan M 2 adalah peningkatan M 1 dan peningkatan uang kuasi, peningkatan tersebut terutama disumbang oleh naiknya jumlah kredit yang dikucurkan baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Reny Maharani, 2005 Jumlah uang beredar yang terlalu banyak ataupun terlalu sedikit dapat mengakibatkan gangguan stabilitas moneter, hal ini disebabkan dengan terlalu banyaknya jumlah uang yang beredar dapat menyebabkan kenaikan inflasi karena terjadinya kenaikan permintaan sehingga kondisi moneter terganggu. Semakin stabilnya jumlah uang beredar, maka semakin baik pula kondisi stabilitas moneter. Mulia Nasution 2008 membagi instrumen kebijakan moneter menjadi dua kategori, yaitu kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif dan kebijakan moneter yang bersifat kualitatif. Instrumen kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif terkait langsung dengan perubahan jumlah uang beredar JUB yang ada di masyarakat, bisa berupa pengurangan maupun penambahan JUB. Instrumen kebijakan ini meliputi: a. Mengubah tingkat diskonto Discount Rate Salah satu cara yang dapat dilakukan bank sentral untuk mempengaruhi JUB dan aktivitas perekonomian adalah melalui tingkat suku bunga dan tingkat diskonto. Jika kegiatan ekonomi berada di bawah tingkat yang akan mungkin dicapai, maka bank sentral dapat meningkatkan aktivitas perekonomian dengan menurunkan tingkat diskonto, biaya tingkat bunga yang dibayarkan oleh bank umum atas pinjaman pada bank sentral akan lebih murah, ini akan lebih memungkinkan bank umum memberikan pinjaman lebih banyak pada sektor industri. Sebaliknya, jika bank sentral ingin menurunkan tingkat aktivitas perekonomian yang mulai memanas, maka tingkat diskonto akan dinaikkan sehingga akan memberikan dampak kepada bank umum yang akan menaikkan tingkat bunga pinjaman yang diberikan. Tindakan ini akan mengakibatkan sector industri enggan membuat pinjaman baru, juga sektor industri akan mengembalikan pinjaman di masa lalu akibat naiknya suku bunga. Hal ini akhirnya akan menurunkan jumlah uang beredar dan sekaligus menurunkan aktivitas perekonomian. Jadi, Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar JUB di suatu negara, Bank Sentral dapat menggunakan instrumen penetapan tingkat diskonto discount rate berupa penentuan besarnya tingkat bunga yang berlaku. Jika Bank Sentral menghendaki untuk menambah JUB, maka dilakukan dengan menurunkan tingkat bunga. Penurunan tingkat bunga akan menyebabkan masyarakat lebih menyukai untuk memegang uang tunai atau pun berinvestasi di sektor riil yang diharapkan hasilnya lebih besar dari tingkat bunga yang diterima dari bank. Sedangkan apabila Bank Sentral menginginkan untuk mengurangi JUB, maka dilakukan dengan menaikkan tingkat suku bunga. Jika tingkat suku bunga meningkat maka diharapkan masyarakat akan beramai-ramai untuk menabungkan uangnya di bank karena menginginkan mendapatkan bunga yang tinggi. Jika uang yang beredar banyak disetorkan ke perbankan maka JUB akan turun. b. Operasi Pasar Terbuka Open Market Operation Operasi pasar terbuka ini dilaksanakan dengan melakukan jual- beli surat-surat berharga. Tindakan menjual dan membeli surat berharga tergantung pada kondisi perekonomian yang terjadi pada suatu Negara. Jika perekonomian dalam keadaan lesu, bank sentral akan berupaya untuk menambah JUB dengan cara membeli surat-surat berharga yang dimiliki bank-bank umum. Dengan kondisi ini maka akan menambah likuiditas bank-bank umum. Bank umum juga akan lebih banyak menyalurkan kredit untuk sektor industri sehingga investasi meningkat, dan hal ini akan kembali meningkatkan aktivitas perekonomian yang sebelumnya mengalami kelesuan. Bila perekonomian sedang mengamani pemanasan atau inflasi, maka bank sentral akan berusaha untuk meningkatkan cadangan likuiditas bank-bank umum. Dengan kondisi seperti ini, bank umum akan berusaha menarik kredit untuk menigkatkan cadangan dan akan menarik kredit yang diberikan. Bank sentral juga dapat memaksa bank umum untuk membeli surat-surat berharga di Indonesia: SBI guna mengurangi jumlah uang beredar. c. Penetapan Giro Wajib Minimum Minimum Reserve Reqiurement Penetapan besarnya giro wajib minimum akan mempengaruhi jumlah cadangan bank umum di Bank Sentral dan lebih jauh akan mempengaruhi juga terhadap JUB. Apabila Bank Sentral berencana untuk menambah JUB, maka hal ini dilakukan dengan menurunkan persentase giro wajib minimum. Penurunan persentase giro wajib minimum akan meningkatkan kemampuan bank umum dalam menciptakan uang, yang pada gilirannya akan menyebabkan JUB meningkat juga. Sedangkan apabila Bank Sentral berencana mengurangi JUB, maka dilakukan dengan menaikkan besarnya giro wajib minimum. Jika persentase giro wajib minimum naik, maka jumlah cadangan bank umum di Bank Sentral juga akan naik sehingga akan menurunkan kemampuan bank umum untuk menciptakan uang sehingga JUB juga turun. Sedangkan instrumen kebijakan moneter yang bersifat kualitatif, meliputi: a. Himbauan moral Moral Suassion Bujukan moral dapat menjadi instrumen pengendalian moneter oleh bank sentral untuk mencapai sasaran operasionalnya. Cara kerja instrument ini pada dasarnya adalah bank sentral memberikan himbauan kepada bank-bank, biasanya terutama kepada bank-bank utama saja leading banks, agar menjalankan himbauan atau permintaan bank sentral sesuai dengan kebijakan moneter yang dijalankannya. Biasanya dalam hal ini bank sentral akan menambah jumlah uang beredar, bank-bank diminta untuk menurunkan tingkat bunganya dan mulai menyalurkan kreditnya kepada sector riil. Dengan himbauan tersebut bank-bank secara moral bersedia mengikutinya dalam rangka mendorong kegiatan sector produksi guna mencapai pertumbuhan ekonomi. Kesediaan bank-bank besar menurunkan tingkat bunganya selanjutnya akan diikuti oleh bank-bank kecil. Untuk menjamin berhasil dan efektifnya penggunaan instrument ini, bank sentral haruslah benar-benar berwibawa dan kredibel yang didukung kinerja yang baik sebagai otoritas moneter. Instrumen kebijakan moneter ini seringkali disebut dengan instrumen kebijakan yang bersifat tidak langsung dalam mempengaruhi JUB. Moral suassion dilakukan melalui berbagai regulasi dan himbauan kepada sektor perbankan guna mempercepat mekanisme transmisi kebijakan moneter. Salah satu contohnya adalah adanya himbauan dari pemerintah atau Bank Sentral kepada bank-bank umum akan menyalurkan kredit mikro kepada Usaha Kecil Menengah UKM. Dengan adanya penyaluran kredit dari perbankan kepada UKM maka akan menyebabkan JUB yang ada di masyarakat meningkat. b. Pengawasan kredit secara ketat Pengendalian kredit secara selektif ini dapat mengurangi jumlah uang beredar yang tidak produktif, maksudnya bank sentral perlu mengawasi pemberian pinjaman untuk tujuan konsumtif. Karena pertambahan uang yang bukan untuk menambah output riil dalam perekonomian akan menciptakan inflasi. Dengan pertambahan uang beredar tidak diikuti dengan pertambahan jumlah produksi sektor industri. Jadi, agar jangan sampai pertambahan uang yang tidak produktif ini akhirnya lebih banyak diarahkan pada spekulasi. Keterkaitan antara instrumen kebijakan moneter dengan perubahan jumlah uang beredar JUB, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat dilihat dalam tabel 2.2 berikut: Tabel 2.2 Instrumen Kebijakan Moneter Instrumen Policy Result Tingkat Diskonto Discount Rate i ↑ i ↓ JUB ↓ JUB ↑ Operasi Pasar Terbuka Open Market Operation Beli surat berharga Jual surat berharga JUB ↑ JUB ↓ Giro Wajib Minimum Reserve Requirement RR ↑ RR ↓ JUB ↓ JUB ↑ Himbauan Moral Moral Suassion Himbauan kepada bank umum JUB ↑↓ Pengawasan Kredit Ketat Pengendalian kredit secara selektif JUB ↓ Sumber: Mulia Nasution, 2008.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian untuk mengetahui pengaruh dari kebijakan moneter terhadap sistem ekonomi telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan menggunakan variabel dependen dan variabel independen yang beragam. Namun hasil akhir dari penelitan ini adalah pengaruh signifikan antara kedua variabel tersebut. Sutikno 2007 dalam melakukan penelitian tentang dampak kebijakan moneter terhadap performance makro ekonomi Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa inflasi merupakan cerminan konsistensi dan kredibilitas kebijakan otoritas moneter. Hasil dari estimasi VAR menunjukkan bahwa inflasi mampu dijelaskan oleh inflasi itu sendiri, pertumbuhan uang dalam arti sempit, pertumbuhan GDP riil, pertumbuhan nilai tukar riil, fluktuasi suku bunga SBI, dan output gap. Respon variabel inflasi terhadap kejutan inflasi itu sendiri mengindikasikan adanya proses otoregresif dalam variabel inflasi. Hasil estimasi VAR juga menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat atau kausalitas antara inflasi dengan output gap. M. Natsir 2008, melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Melalui Jalur Ekspektasi Inflasi.” Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa respon variabel- variabel pada jalur ekspektasi inflasi terhadap shock instrumen kebijakan moneter rSBI dan variabel lainnya relatif tidak kuat, hal ini terlihat dari kemampuan variabel utama jalur ini yaitu ekspektasi inflasi eINF dan kurs yang tidak mampu menjelaskan secara signifikan variasi sasaran akhir kebijakan moneter inflasi. Variabel kurs hanya mampu menjelaskan variasi inflasi sebesar 33,88 dan variabel ekspektasi inflasi hanya mampu menjelaskan variasi inflasi sebesar 15,03. Artinya, Granger causality dan predictive power antara ekspektasi inflasi dan kurs nilai tukar dengan inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter relatif lemah. T. Rifqy Thantawi 2008, melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kebijakan Bonus SWBI dan Penjaminan Pemerintah Terhadap Tingkat Imbalan PUAB Berdasarkan Prinsip Syariah.” Tingkat indikasi bonus SWBI, penetapan maksimum suku bunga penjaminan suku bunga simpanan, dan penetapan maksimum suku bunga penjaminan suku bunga PUAB sebagai variabel bebas dan tingkat indikasi imbalan PUAS sebagai variabel tidak bebas. Penelitian ini menggunakan analisis faktor dan regresi untuk analisis matematisnya dan diperoleh hasil bahwa tingkat indikasi bonus SWBI dan penentuan tingkat suku bunga PUAB mempengaruhi secara signifikan dan positif terhadap tingkat pengembalian indikasi PUAS. Khomaidi Hambali 2004, yang melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter”. Tujuan penelitian ini untuk melihat faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan SWBI. Variabel bebasnya yaitu bonus SWBI, bunga SBI, lelang SWBI bulan sebelumnya, bonus PUAS dan variabel tidak bebasnya yaitu jumlah permintaan SWBI. Penelitian ini menggunakan metode analisis Ordinary Least Squared dengan hasil menunjukkan bahwa dalam menjalankan fungsinya sebagai otoritas moneter Bank Indonesia telah menggunakan SWBI untuk menangulangi kelebihan likuiditas pada perbankan syariah. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan SWBI yaitu bonus SWBI, lelang SWBI bulan lalu, bunga sertifikat Bank Indonesia, dan bonus PUAS. Faktor utama penentu jumlah permintaan SWBI adalah tingkat suku bunga, faktor penentu selanjutnya adalah tingkat bonus SWBI yang lebih berpengaruh terhadap jumlah permintaan SWBI jika dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya. Aris Hariyono 2009 melakukan penelitian mengenai kausalitas jumlah uang beredar terhadap inflasi di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Bank Indonesia hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran musim kemarau panjang, bencana alam, distribusi tidak lancar, dan sebagainya sepenuhnya berada di luar pengendalian Bank Indonesia. Untuk menjaga tingkat inflasi yang erndah dan stabil, diperlukan kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Hidayatullah Muttaqin 2004 dalam jurnal ekonomi ideologis melakukan penelitian mengenai sistem dinar emas sebagai solusi perbankan syariah. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa sistem mata uang yang berbasis emas dan perak jauh lebih baik ketimbang sistem mata uang yang mengambang floating seperti sekarang. Kembalinya sistem mata uang berdasarkan emas sangat mungkin terjadi bila ada kemauan untuk ke arah itu. Dan itu hanya mungkin bila Islam dipakai sebagai acuan karena sistem mata uang emas dan perak telah diabadikan oleh pemerintahan Islam di masa jayanya dan tidak pernah terjadi krisis keuangan seperti yang ada sekarang. Samar Maziad 2009, dalam IMF working paper melakukan penelitian mengenai kebijakan moneter dan bank sentral di Yordania. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa stabilitas makroekonomi diukur dengan rendahnya inflasi dan stabilitas nilai tukar, pertumbuhan yang berkelanjutan dan penyempitan keseimbangan fiskal, yang telah tertanam dalam pengelompokan ekonomi regional yang telah mapan dan pengaturan serikat moneter. Hasil dari VAR dan ECM menyarankan bahwa tanggapan atau reaksi dari tingkat kebijakan di Yordania untuk perubahan dalam tingkat US Federal Fund’s adalah kurang dari satu per satu. Di dalam jangka pendek, Central Bank of Jordan CBJ terlihat untuk menyikapi hasil dari kebijakan moneter untuk inflasi dalam negeri dan ukuran dari output gap dalam negeri. Mary Handoko. W dan Izzatul Ummah 2009, melakukan penelitian mengenai kinerja keuangan perusahaan. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kinerja keuangan perusahaan dan analisis kebijakannya dengan menggunakan system dynamics dapat digunakan sebagai alat simulasi dan pembelajaran untuk memudahkan pengguna model mempelajari sistem keuangan dan analisisnya, serta mensimulasikan keputusan yang diambil dalam permasalahan keuangan dan melihat bagaimana efek keputusan tersebut terhadap kinerja keuangan. Dan juga hasil rancangan ini dapat digunakan untuk mempelajari dan meningkatkan pemahaman atas perilaku sistem nyata, serta untuk melakukan simulasi percobaan sebelum menerapkan kebijakan pada sistem nyata. Namun model ini masih memerlukan validasi, reformulasi model dan pengembangan lebih lanjut, misalnya dengan menambahkan subsektor-subsektor selain keuangan agar lebih mendekati dunia nyata. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Abdillah dengan judul “Strategi perusahaan dengan pendekatan sistem dinamik, studi kasus PT Bank Muamalat Indonesia tbk.” Penelitian ini menghasilkan model sistem strategi perusahaan dengan mempertimbangkan faktor ekternal dan faktor internal dengan pendekatan sistem dinamik, berdasarkan keempat hasil skenario, menghasilkan skenario terbaik yaitu skenario kebijakan dengan melakukan treathment terhadap faktor eksternal dan faktor internal sehingga menghasilkan titik koordinat pada posisi Internal Factor Evaluation FE berada pada 5,08 dan posisi External Factor Evaluation EFE pada nilai 4,45. Dilihat dengan matriks General Electric, angka ini menunjukkan posisi perusahaan pada set 1, yaitu set yang paling optimal.