Definisi Operasional Variabel METODOLOGI PENELITIAN

Peningkatan juga terjadi pada kinerja ekspor yang didorong oleh tingginya permintaan eksternal dan masih tingginya harga komoditas global. Di sisi industri pengolahan, sektor perdagangan serta sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan akan mencatat pertumbuhan yang tinggi. 3. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS Untuk menunjang kegiatan bank syariah sbelum diterbitkan UU perbankan syariah, BI telah mengeluarkan beberapa peraturan teknis, misalnya giro wajib minimum dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah, serta sertifikat wadiah bank Indonesia SWBI. SWBI digunakan untuk titipan dana bank syariah yang overlikuid dan bersifat sementara. Setelah UU perbankan syariah diberlakukan, BI menindaklanjuti dengan menerbitkan instrumen SBI syariah. SBI syariah merupakan pelengkap SWBI. Kondisi pasar finansial saat ini yang masih merasakan dampak krisis lanjutan akibat krisis subprime mortgage tahun 2007 lalu sehingga sejumlah bank konvensional menaikkan tingkat suku bunga karena suku bunga SBI naik. Oleh karena itu, dengan sertifikat bank Indonesia syariah, bank syariah dapat menitipkan dan menginvestasikan dananya melalui instrumen surat berharga BI tersebut. Dengan demikian meskipun overlikuiditas, dana bank syariah tetap produktif. Pada kwarta II tahun 2008, BI untuk pertama kalinya telah melakukan lelang sertifikat bank Indonesia syariah. BI melaporkan, posisi SBIS pada periode 2009 tumbuh 54 dibanding akhir 2008 SBI tumbuh 44. Sementara berdasarkan posisi rata-rata, SBIS naik signifikan menjadi Rp 3,18 triliun tahun 2008 Rp 1,45 triliun. Seperti halnya SBI, kenaikan penempatan dana perbankan syariah pada SBIS mulai terjadi sejak akhir Desember 2008 yang antara lain disebabkan oleh peningkatan belanja pemerintah pada akhir tahun. Berdasarkan data BI per Desember 2008, penempatan dana bank syariah pada SBIS meningkat menjadi Rp 2,55 triliun meskipun lebih kecil dari posisi periode yang sama tahun lalu sekitar Rp 2,36 triliun. Pola yang sama kembali terjadi pada akhir 2009. Pengeluaran pemerintah selama Desember 2009 mencapai Rp 68,72 triliun sehingga berdampak pada likuidnya kondisi perbankan. Hingga kini tren kenaikan likuiditas di perbankan syariah semakin terasa dengan meningkatnya penempatan dana pada sertifikat bank Indonesia syariah. 4. Perkembangan Pasar Uang Antar Bank Syariah PUAS Dengan adanya fasilitas pasar uang antar bank, maka bank-bank syariah akan mendapatkan kemudahan-kemudahan untuk memanfaatkan dana yang idle, bank dapat melakukan investasi jangka pendek di pasar uang, dan begitu sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek, bank juga dapat memperolehnya dari pasar uang. Namun, karena surat-surat berharga yang beredar di pasar uang konvensional merupakan surat-surat berharga yang berbasis bunga, maka bank-bank syariah tidak dapat memanfaatkan pasar uang yang ada, karena perbankan syariah tidak diperbolehkan menjadi bagian dari aktiva maupun pasiva yang berbasis bunga, dan hal ini merupakan kendala bagi kalangan perbankan syariah dalam melakukan pengelolaan likuiditas. Oleh karena itu, untuk mendukung kelancaran perbankan syariah dalam mengelola likuiditasnya, maka perlu adanya instrumen-instrumen pasar uang yang berbasis syariah, sehingga perbankan syariah dapat melakukan fungsinya secara penuh, tidak saja dalam memfasilitasi kegiatan perdagangan jangka pendek, akan tetapi juga berperan dalam mendukung investasi jangka panjang. 5. Perkembangan Giro Wajib Minimum GWM Sebagaimana telah dialami, krisis di Indonesia terjadi dengan melemahnya nilai tukar rupiah sebagai dampak meluasnya tekanan terhadap mata uang baht, peso, dan ringgit. Hal tersebut diakibatkan oleh meningkatnya permintaan dollar yang luar biasa di Asia Tenggara. Akibat dari depresiasi mata uang baht pada awal Juli 1997, memberikan dampak berupa proses penularan regional contagion effect ke negara-negara Asia lainnya seperti Korea, Malaysia, dan Filipina, tidak terkecuali Indonesia sehingga mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap USD mulai tertekan. BI melakukan kebijakan pengetatan likuiditas dengan meningkatkan suku bunga SBI, penarikan dana milik BUMN di bank untuk mencegah spekulasi dan ditempatkan di SBI. Kebijakan pengetatan likuiditas tersebut justru berakibat kurang menguntungkan terhadap sektor riil dan perbankan. Mayoritas perbankan mengalami kesulitan likuiditas, yang dibuktikan dengan pelanggaran GWM. Dalam pelaksanaan GWM, setiap bank umum harus membuka rekening giro pada bank Indonesia yang penggunaannya berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia. Rekening giro