3.2. TABEL SILANG
Dalam analisa tabel silang, dilihat hubungan ataupun pengaruh antara status sosial ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat Desa Hutauruk
Kecamatan Sipoholon. Status Sosial Ekonomi meliputi Pekerjaan, Pendapatan dan Pendidikan. Kategori
dibuat dalam tingkat: Tinggi,Sedang dan Rendah. Dengan pertimbangan untuk dapat diukur, maka peneliti membuat kategori dengan penilaian yang tetap dan
bukan penilaian menurut perseorangan, penilaian itu adalah sebagai berikut ini. Kategori dalam tingkat pendidikan dibagi ke dalam tiga bagian yaitu
antara lain: 1.
Tinggi : Responden yang menempuh pendidikan terakhir sampai pada perguruan tinggi.
2. Sedang : Responden yang menempuh pendidikan terakhir sampai dengan
SLTP hingga SLTA. 3.
Rendah: Responden yang menempuh pendidikan SD dan tidak bersekolah Kategori dalam tingkat pendapatan dibagi ke dalam 3 bagian, yaitu antara
lain: 1.
Tinggi : Responden yang mempunyai tingkat penghasilan lebih besar dari Rp.1.000.000
2. Sedang :Responden yang mempunyai penghasilan antara Rp. 500.000-
Rp.1.000.000 3.
Rendah: Responden yang mempunyai penghasilan lebih kecil dari Rp.500.000
Universitas Sumatera Utara
Kategori dalam tingkat pekerjaan dibagi menjadi 3 bagian, menurut kedudukannya di masyarakat, antara lain:
1. Tinggi : Responden yang bekerja sebagai PNS, TNI-POLRI, Industri dan
Petani yang memiliki Perkebunan. 2.
Sedang : Responden yang bekerja di bidang Peternakan dan sebagai Pedagang.
3. Rendah: Responden yang bekerja sebagai petani, dan lain- lain supir dan
pemecah batu
Berikut ini akan disajikan Pengaruh maupun hubungan antara status sosial ekonomi terhadap Partisipasi Politik masyarakat di desa Hutauruk Kecamatan
Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.21. Pengaruh, Hubungan Status Sosial Ekonomi Terhadap Keikutsertaan dalam
Pemilihan Umum
Keikutsert aan
Dalam Pemberian
suara di pemilihan
umum Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendapatan Tingkat Pekerjaan
Total T
ingg i
S eda
n g
R enda
h T
ingg i
S eda
n g
R enda
h T
ingg i
S eda
n g
R enda
h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Ya, selalu
8 8,9 50
55,6
11
12,2
13
14,4
17
18,9
39
43,3
11
12,2
6 6,7 52 57,8 207 230 kadang
–kdng -
- 10
11,1
9 10 6 6,7 5 5,6
8 8,9 6 6,7 5 5,5 8
8,9
57 63,3 Tidak
pernah -
- -
- 2 2,2 -
- -
- 2 2,2 -
- -
- 2 2,2 6 67
TOTAL
90 90
90 270 300
Sumber: Hasil penelitian 2007
Tabel 3.21. menunjukkan bahwa pengaruh status sosial ekonomi masyarakat Desa Hutauruk yang rendah, tidak menyurutkan niat masyarakat
untuk berpartisipasi untuk memberikan suaranya dalam Pemilihan Umum. Hal penting yang menarik, bahwa masyarakat desa ini memiliki sikap fanatik terhadap
calon yang mereka pilih. Jawaban responden yang mengikuti pemilihan dengan jawaban kadang- kadang yakni 21,1 lebih disebabkan karena faktor usia,
kesehatan yang kurang baik dan karena tidak berada di desa tersebut ketika pemilihan sedang berlangsung, selain itu ada juga yang mengatakan tidak punya
waktu karena pekerjaannya yang banyak saat pemilihan sedang berlangsung, hal lain yang juga perlu diketahui adalah saat pemilihan kepala desa yang dilakukan
secara langsung, tingkat antusias masyarakat sangat tinggi, rata- rata masyarakat selalu menghadiri dan mengikuti kegiatan pemilihan kepala desa ini, seperti yang
Universitas Sumatera Utara
diungkapkan beberapa ibu yang menjadi responden, bahwa mereka selalu menyuruh anak mereka yang sedang merantau untuk pulang ke desa jika
pemilihan kepala desa sedang berlangsung, dengan alasan nama anak mereka yang berusia 17 tahun ke atas telah terdaftar sebagai calon pemilih, melalui
perbincangan lebih lanjut, banyak responden yang menyatakan bahwa ongkos transport anak mereka yang merantau tersebut bahkan akan diganti atau dibiayai
oleh calon kepala desa yang bersangkutan. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pemberian suara dalam Pemilihan Umum di desa ini, merupakan partisipasi
politik masyarakat yang paling tinggi, dan hampir seluruh responden tertarik untuk mengikuti Pemilihan Umum, ada 2 responden dari golongan status sosial
ekonomi rendah yang tidak pernah mengikuti Pemilihan Umum, 1 responden adalah Dewi Hutauruk, ia bekerja sebagai pemecah batu, 1 responden lainnya
bekerja membantu ibunya di sawah, keduanya putus sekolah karena faktor ekonomi, namun meski begitu, mereka tidak pernah mengikuti pemilihan umum
bukan dikarenakan pekerjaan mereka melainkan dikarenakan faktor usia mereka yang belum genap berumur 17 tahun saat Pemilihan umum sedang diadakan.
Selain itu masyarakat memiliki keinginan besar untuk melihat calon yang mereka inginkan menang, bisa jadi karena alasan si calon memiliki hubungan
keluarga dengannya, hubungan di sini dapat bersifat semarga, satu lingkungan tempat tinggal bertetangga ataupun karena calon kepala desa tersebut
menjanjikan kemudahan- kemudahan bagi mereka, yang berkaitan dengan desa tentunya, maka ada ketertarikan untuk mengikuti Pemilihan Umum.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.22. Hubungan, Pengaruh Status Sosial Ekonomi Terhadap Keikutsertaan
Masyarakat Mengikuti Kampanye
Keikutsert aan dalam
kampanye
Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan
Tingkat Pekerjaan Total
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Sering 5 5,5 30
33,3
6 6,8 12
13,3
9 10 20
22,2
7
7,8
8 8,9 26
28,9
123
136,7
kadang –kdng
3 3,3 28
31,1
2 2,2 7 7,9 10
11,1
16
17,8
6 6,7 2 2,2 25
27,8
99 110 Tidak
pernah -
- 2 2,2 14
15,6
- -
3 3,3 13
14,4
4 4,4 1 1,1 11
12,2
48 53,3
TOTAL
90 90
90 270 300
Sumber: Hasil penelitian 2007
Tabel 3.22. menunjukkan 53,3 saja masyarakat desa Hutauruk yang tidak pernah mengikuti kampanye, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh status
sosial ekonomi yang rendah tidak sepenuhnya menghalangi masyarakat untuk mengikuti kegiatan kampanye, keinginan masyarakat untuk mengikuti kegiatan
kampanye, dikarenakan motivasi dari keikutsertaan mereka tersebut, kegiatan kampanye ini justru dijadikan hiburan bagi masyarakat desa, kampanye yang
dilakukan di lapangan terbuka yang mendatangkan keramaian dan menyajikan hiburan yang menjadi tontonan masyarakat desa yang memang jarang ada
keramaian di desa. karena hampir setiap responden yang mengikuti kampanye dan bertindak sebagai
massa mengatakan bahwa kegiatan kampanye yang diadakan di lapangan, otomatis akan menjadi tontonan masyarakat setempat, karena selain untuk melihat
Universitas Sumatera Utara
bagaimana visi dan misi calon ataupun partai, masyarakat dapat menikmati suasana keramaian yang jarang terjadi di desa tersebut. Bahkan salah satu
responden yang pekerjaannya sebagai petani Ny. Nesti mengatakan, bahwa ketika ada kegiatan kampanye ia dapat mengkais keuntungan dan memiliki pekerjaan
sampingan yang berpenghasilan lumayan, karena ia sekalian menjajakan makanan pada saat kampanye berlangsung.
Jadi dapat dilihat pada tabel, untuk partisipasi masyarakat dalam mengikuti kampanye, faktor status sosial ekonomi rendah tidak menghalangi
masyarakat untuk turut serta dalam menghadiri kegiatan- kegiatan kampanye yang diadakan di desa mereka.
Untuk Jawaban yang tidak pernah mengikuti kampanye samasekali, biasanya dikarenakan faktor kemalasan saja, walaupun ada beberapa responden
yang menjawab, tidak mengikuti kegiatan kampanye karena kesibukan pekerjaannya atau usaha untuk pemenuhan kebutuhan ekonominya. 1 responden
yang bekerja di rumah makan dalam kategori pedagang Ny. Melda Hutasoit mengatakan bahwa ia memiliki usaha warung makan mie yang lumayan laris,
apalagi warungnya yang berada dekat dengan lapangan, tempat dimana kampanye sering berlangsung, jadi ketika ada kampanye, warungnya akan banyak disinggahi
oleh warga yang mengikuti kampanye, maka ketika kegiatan kampanye berlangsung, ia lebih sibuk untuk mengurusi dan melayani pembeli di warungnya
dibandingkan mengikuti kampanye. Selain faktor malas dan kesibukan, ada juga responden yang tidak mengikuti
kampanye dikarenakan responden yang merasa sudah mengenal calon yang nanti
Universitas Sumatera Utara
akan dipilihnya dalam Pemilihan Umum, hal ini terutama dijawab untuk pemilihan kepala desa di desa itu sendiri, dimana ada beberap warga yang
memang sudah dekat dengan calon yang akan dipilihnya ataupun sudah mengenal baik calon yang akan dipilihnya dalam contoh di sini adalah calon kepala desa,
maka responden merasa tidak perlu lagi mengikuti kampanye- kampanye.
Tabel 3.23. Hubungan, Pengaruh Status Sosial Ekonomi Terhadap Peran dalam
Kegiatan Kampanye.
Perannya dalam
kampanye Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendapatan Tingkat Pekerjaan
Total T
ingg i
S eda
n g
R enda
h T
ingg i
S eda
n g
R enda
h T
ingg i
S eda
n g
R enda
h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Juru kampan
ye 3 3,3 3 3,3 1 1,1 4
4,4 3 3,3 -
- 4 4,4 2 2,2
1 1,1 21 23,3 Hanya
sebagai massa
5 5,5 55
61,1
7 7,9 15
16,7
16
17,8
36 40 9
10
8 8,9 50
55,7
201
223,4
Tidak mengik
uti kampan
ye -
- 2 2,2 14
15,6
- -
3 3,3 13
14,5
4 4,4 1 1,1 11
12,2
48 53,3
TOTAL
90 90
90 270 300
Sumber: Hasil Penelitian 2007
Tabel 3.23. menunjukkan bahwa masyarakat pada umumnya mengikuti kampanye hanya sebagai massa, atau turut meramaikan kegiatan kampanye saja,
seperti yang dipaparkan pada tabel 3.22. bahwa kampanye dijadikan sebagai hiburan masyarakat desa. Yang menjadi juru kampanye adalah mereka yang
Universitas Sumatera Utara
berstatus sosial ekonomi yang sedang dan yang tinggi, dalam hal ini dapat kita lihat ada pengaruh ataupun hubungan antara status sosial ekonomi dengan
perannya dalam kegiatan kampanye. Masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah hanya 1 responden yang mengatakan bahwa ia pernah sebagai juru
kampanye, B. Hutauruk, seorang petani yang pernah menjadi juru kampanye, saat untuk pemilihan kepala desa di desa Hutauruk tersebut pada tahun 1990-an, bisa
dikatakan keikutsertaannya hanya pada ruang lingkup desa saja. Hal ini menunjukkan bahwa keikutsertaan masyarakat dengan status sosial ekonomi
mempengaruhi keikutsertaan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan kampanye, dimana untuk menjadi seorang juru kampanye seseorang tersebut
harus dapat meyakinkan orang masyarakat yang lainnya, untuk mendapatkan keyakinan dari masyarakat, tentunya ia harus memiliki indikator- indikator
penting dalam sosial ekonomi yakni dilihat dari pendidikannya, pendapatnya ataupun apa yang menjadi pekerjaannya, yang lebih mendapat penghormatan di
masyarakat, terutama dalam tatanan pemilihan di desa.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.24. Hubungan, Pengaruh Status Sosial Ekonomi Terhadap Pemberian
Sumbangan dalam Kegiatan Pemilihan
Pemberi an
sumban gan
dana dalam
kegiatan pemilu
Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan
Tingkat Pekerjaan Total
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Ya, pernah
7 7,8 5 5,5 1 1,1 12
13,3
1 1,1 -
- 39 43,3
Tidak pernah
1 1,1 55
61,1
21
23,4
7 7,8 21
33,4
49 54,4 231
256,7
Total
90 90
90 270 300
Sumber: Hasil Penelitian 2007
Tabel 3.24. menunjukkan bahwa ada pengaruh ataupun hubungan dari msyarakat yang status sosial ekonominya rendah dengan tingkat partisipasinya
dalam pemberian sumbangan dana dalam kegiatan Pemilu. Masyarakat yang status sosial ekonominya rendah pada umumnya berpendapat bahwa sumbangan
dana dalam kegiatan pemilu tidaklah diperlukan, karena justru masyarakatlah yang harusnya diberi sumbangan, seperti yang diungkapkan oleh Bety br
Hutauruk, bahwa ketika ada kegiatan pemilihan umum, ada sedikit rezeki yang ia peroleh, karena beberapa pasangan calon memberi kaos gratis dan ongkos
transport untuk anak mereka yang berada di luar kota untuk pemilihan kepala desa
Hal ini menunjukkan ada sudut pandang yang berbeda dari masyarakat desa yang status sosial ekonominya rendah dengan masyarakat yang status sosial
ekonominya tinggi ataupun sedang, pada masyarakat ini sudah mulai ada
Universitas Sumatera Utara
kesadaran, bahwa dalam hal memajukan desa diperlukan upaya bersama atau atas dasar kesadaran sendiri, bukan karena ada bujukan ataupun rayuan berupa materi
ataupun kata- kata. Masyarakat desa yang pernah memberi sumbangan pada umumnya adalah mereka yang memang terlibat aktif dalam suatu partai politik.
Status sosial ekonomi mempengaruhi partisipasi politik masyarakat dalam pemberian sumbangan dalam kegiatan pemilihan yang berlangsung, hal ini
dikarenakan masyarakat yang lebih mementingkan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya dulu, baru berpikir untuk memberi sumbangan. Terlihat juga dalam
tabel tersebut bahwa masyarakat, walaupun tertarik dengan politik, dengan status sosial ekonominya yang rendah, tidak mau merasa dirugikan secara materi
sekalipun itu untuk membantu calon yang dipercayainya dalam Pemilihan Umum atau untuk membantu partai politik, yang dapat membawa perubahan ke arah
lebih baik untuk menang dalam Pemilihan Umum.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.25. Hubungan, Pengaruh Status Sosial Ekonomi terhadap Keikutsertaan
Sebagai Panitia dalam Pemilu
Keikutser taan
Sebagai panitia
dalam pemilu
Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan
Tingkat Pekerjaan Total
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Ya, pernah
7 7,8 17
18,9
1 1,1 9 10 13
14,4
3 3,3 8 8,9 10 11,1 7 7,8 75 83,3 Tidak
pernah 1 1,1 43
47,8
21
23,3
10
11,1
9 10 46
51,2
9 10 1 1,1 55
61,1
195
216,7 TOTAL
90 90
90 270 300
Sumber: Hasil Penelitian 2007
Tabel 3.25. menunjukkan bahwa memang ada hubungan ataupun pengaruh status sosial ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat dalam
partisipasinya sebagai panitia dalam Pemilihan Umum. Masyarakat dengan status sosial ekonomi tinggi dan sedang, mayoritas menjawab pernah ikut sebagai
panitia dalam Pemilihan Umum, sedangkan yang berstatus sosial ekonomi rendah yang menjawab pernah sebagai panitia adalah panitia dalam lingkup pemilihan
kepala desa saja, tidak sampai pada pemilihan umum nasional, bahkan sebagian besar responden yang berstatus sosial ekonomi rendah mengatakan bahwa mereka
tidak pernah dimintakan kesediaannya untuk menjad panitia dalam Pemiliahan Umum apapun, baik nasional maupun pemilihan di desa mereka sendiri.
Panitia Pemilihan Umum, dalam tabel juga menunjukkan bahwa sebagai panitia, haruslah memiliki kemampuan untuk mengetahui setidaknya sistem
pemilu yang dipergunakan dalam setiap pemilihan, untuk menjadi panitia,
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan banyak waktu lebih untuk mempelajari tugas apa yang harus dilakukan selaku panitia, hal ini jugalah yang menjadi alasan bahwa ada
responden yang dengan status sosial ekonomi yang tinggi namun tidak mau berpartisipasi sebagai panitia dalam kegiatan pemilihan umum, hal ini seperti
yang diungkapkan oleh seorang pemilik perkebunan kopi yang namanya tidak dicantumkan dalam angket, mengatakan bahwa kesibukannya mengolah
perkebunannya menyebabkan tidak berpartisipasinya dia dalam kepanitiaan pemilihan umum, dikarenakan waktunya yang tidak cukup banyak untuk
mengemban tugas sebagai panitia dalam pemilihan umum, ia merasa tidak perlu ikut dan memaksakan diri untuk mempunyai waktu, karena tugas sebagai panitia
pemilihan umum menurutnya adalah tugas yang besar tanggungjawabnya. Jadi dia tidak mau terlibat menjadi panitia hanya untuk dikatakan pandai atau hebat oleh
orang lain, “nanti terakhir jadi sok pande- pandean” katanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam masyarakat, panitia dalam pemilihan
umum dianggap memiliki kemampuan lebih secara intelek, yang menjadi perhatian sorotan dari masyarakat ketika pemilihan berlangsung di desa tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.26. Hubungan, Pengaruh Status Sosial Ekonomi Terhadap Peranan Masyarakat
dalam Perumusan Kebijakan Pemerintah
Keikutser taan
Dalam Merumus
kan kebijakan
pemerintah
Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan
Tingkat Pekerjaan Total
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Ya, pernah
8 8,9 13
14,4
6 6,6 9 10 17
18,9
1 1,1 14
15,6
9 10 4 4,4 81 90 Tidak
pernah -
- 47
52,2
16
17,9
10
11,1
5
5,5
48
53,4
3 3,3 2 2,2 58
64,4
189 210
TOTAL
90 90
90 270 300
Sumber: Hasil Penelitian 2007
Tabel 3.26. menunjukkan bawa ada hubungan ataupun pengaruh dari status sosial ekonomi dengan partisipasi politik masyarakat dalam keikutsertaanya
untuk merumuskan kebijakan pemerintah, masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah jika diajukan pertanyaan seperti ini, pada umumnya menjawab
bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Maka karena itu peneliti dalam hal ini juga menanyakan tingkat
keikutsertaan masyarakat dalam mengikuti diskusi public yang dilakukan oleh masyarakat berkaitan dengan peran pemerintah daerah untuk mengikutsertakan
masyarakat dalam mengambil suatu kebijakan. Dapat kita lihat pada tabel 3.27.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.27. Hubungan, Pengaruh Status Sosial Ekonomi terhadap Partisipasi
Masyarakat Mengikuti Diskusi PublikUmum yang Dilakukan oleh Pemerintah
Intensitas dalam
mengikuti
diskusi public
yang dilakukan
pemerintah Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendapatan Tingkat Pekerjaan
Total T
ingg i
S eda
n g
R enda
h T
ingg i
S eda
n g
R enda
h T
ingg i
S eda
n g
R enda
h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Ya,
sering
3 3,3 12 13,3 4 4,4 8 8,9 6 6,7
5 5,6 5 5,6 4 4,4 10 11,1 57 63,3 kadang –
kdng 2 2,2 28
31,2
4 4,4 10
11,1
13
14,4
12 12,2 9 10 6 6,7 19 21,1 102
113,3
Tidak pernah
3 3,3 20
22,2
14
15,7
1 1,1 3 3,3 33 36,7 3 3,3 1 1,1 33 36,7 111
123,4 TOTAL
90 90
90 270 300
Sumber: Hasil Penelitian 2007
Tabel 3.27. menunjukkan bahwa ada hubungan ataupun pengaruh dari status sosial ekonomi masyarakat dengan intensitasnya dalam mengikuti diskusi
public yang dilakukan pemerintah. Pada tabel sebelumnya 3.26. banyak masyarakat desa dengan status sosial ekonomi rendah mengatakan, bahwa mereka
tidak pernah diikutsertakan dalam pengambilan kebijakan pemerintah, padahal pada tabel 3.27. ini ditunjukkan, bahwa sebenarnya masyarakat dengan status
sosial ekonomi yang rendah mengetahui bahwa pemerintah mengadakan sosialisasi ataupun mengundang masyarakat untuk melakukan diskusi
publicumum, dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat dengan status sosial ekonomi yang rendah kurang mempunyai minat untuk mengikuti kegiatan diskusi
public yang diadakan pemerintah tersebut, karena dianggap hanya sekedar formalitas semata, dan tidak memberi pengaruh apa- apa. Tabel menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa diskusi public dilaksanakan di desa ini, responden dominan menjawab tidak pernah mengikutinya sedangkan untuk responden yang mengikuti diskusi-
diskusi ini ada yang menjawab bahwa mereka ikut sebagai wakil dari kelompok- kelompok mereka, sebagai contoh yang dikatakan oleh Bapak S.Sinaga, bahwa ia
pernah dimintakan untuk berdiskusi dengan camat mengenai pemberian bantuan dari luar negeri untuk sistem pengairan irigasi di desa mereka, dia sebagai salah
satu wakil petani. Bapak Sinaga dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa camat selaku kepala daerah meminta keterangan kepala desa dan beberapa orang petani
tentang apa yang menjadi kebutuhan pengairan di desa masing- masing, namun ada sedikit masalah, ketika wakil dari pihak luar negri yang diwakili oleh seorang
sarjana lulusan ITB mengatakan yang kurang enak di hati peserta diskusi yang mengarah kepada pernyataan bahwa keterangan mereka tidak dibutuhkan karena
mereka adalah masyarakat desa yang berpendidikan rendah yang tidak mengetahui apa- apa mengenai persoalan teknologi, masyarakat yang mengikuti
diskusi merasa emosi dan hal tersebut menyebabkan wakil yang memberikan dana bantuan tersebut harus meminta maaf kepada masyarakat. Bapak Sinaga
kemudian mengatakan “bahwa yang tahu akan kebutuhan desa mereka ya tentu masyarakat desa sendiri, tidak perduli seberapa hebat teknologi, kalau memang
tidak bisa diterapkan di desa ya untuk apa” selanjutnya bantuan irigasi yang diberikan pihak luar negri tersebut memang akhirnya tidak dapat digunakan
dengan alasan struktur tanah yang tidak cocok dengan sistem irigasi yang ditawarkan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa responden yang ditanyakan peneliti dalam lingkungan masyarakat desa, mereka dimintai keterangan melalui diskusi tergantung kepada
siapa yang menjadi pimpinan camatnya, ada camat yang meminta partisipasi mereka ada juga camat yang mereka anggap tidak mau meminta keterangan
masyarakat untuk mengambil kebijakan. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa, masyarakat di desa ini cenderung akan berpartisipasi mengikuti diskusi- diskusi
yang diadakan pemerintah, tergantung dari bagaimana cara pemerintah untuk mensosialisasikan ataupun memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang
adanya diskusi tersebut. Kepala desa J. Hutauruk dalam wawancara, menceritakan bahwa selama ia menjabat sebagai kepala desa 2 dua kepriodean dengan camat
yang berbeda, masyarakat di desa ini pada umumnya akan tertarik untuk berdiskusi yang berkaitan dengan pembangunan desa, tergantung “cara- cara”
yang dipakai atau dipergunakan pejabat yang bersangkutan, lebih lanjut dikatakannya, misalkan untuk mendekati masyarakat petani yang berstatus sosial
ekonomi rendah, ada camat yang melakukan pendekatan untuk turun langsung ke lapangan. Dimana diskusi dilakukan beliau pada sore hari, ketika masyarakat yang
bekerja di sawah selesai beraktifitas dan beristirahat di areal persawahan mereka, beliau tadi mendatangi langsung masyarakat dan berbincang- bincang untuk
mendapat masukan atau saran apa saja yang menjadi kebutuhan rakyat, camat tersebut bersedia untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan cara
yang tidak formal, dengan niat dan tujuan yang baik, dimana dengan hal tersebut, masyarakat mengenal pemimpinnya dan bersifat lebih terbuka untuk
mengungkapkan aspirasinya. Menurut kepala desa, selama ia menjabat sebagai
Universitas Sumatera Utara
kepala desa, untuk mengetahui aspirasi rakyat harus menggunakan pendekatan secara kekeluargaan.
Tabel 3.28. Hubungan, Pengaruh Status Sosial Ekonomi terhadap Partisipasi
Masyarakat dalam Mengikuti Rapat ataupun Kegiatan di Desa
Intensitas berdasark
an kehadiran
mengikut
i rapat atau
kegiatan di desa
Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan
Tingkat Pekerjaan Total
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
sering 4 4,4 14
15,7
7 7.8 8 8,9 5 5,5 12 13,3 3 3,3 2 2,2 20
22,3
75 83,3 Kadang
–kdng 3 3,3 41
45,6
10 11,1 10
11,1
15
16,7
29 32,2 10 11,1 8 8,9 36
40
162
180
Tidak pernah
1 1,1 5
5,5
5
5,5
1 1,1 2 2,2 8 9
4 4,4 1 1,1 6
6,7
33
36,7 Total
90 90
90 270 300
Sumber: Hasil penelitian 2007
Tabel 3.28. menunjukkan bahwa hubungan atau pengaruh status sosial ekonomi yang rendah tidak menghalangi masyarakat untuk mengikuti ataupun
menghadiri rapat kegiatan di desa tersebut. Pada umumnya, masyarakat ini menghadiri kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaannya, seperti misalnya
masyarakat petani yang banyak mengikuti kegiatan desa atau rapat- rapat yang diadakan pekerja petani itu sendiri, misalnya untuk peningkatan mutu dari panen.
Yang menarik dalam hal ini, mayoritas masyarakat yang berstatus sosial ekonomi rendah tidak menjadikan kondisi mereka yang harus memenuhi kebutuhan hidup
untuk bersosialisasi dengan masyarakat lainnya melalui rapat atau kegiatan desa .
Universitas Sumatera Utara
Justru ada beberapa responden yang berstatus sosial ekonomi tinggi ataupun sedang yang tidak pernah mengikuti rapat dikarenakan kesibukannya dalam
mengolah usahanya, selain faktor kesibukan juga karena faktor usia, dimana penduduk yang masih muda dan belum berumahtangga kurang mendapat
penghargaan dari masyarakat, maka biasanyamasyarakat yang sudah bekerja namun belum memiliki keluarga biasanya tidak pernah mengikuti kegiatan
ataupun rapat- rapat di desa ini. Selain rapat atau kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan ataupun
lingkungan, di desa ini juga ada perkumpulan marga, maka dikenal “rapat marga”, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki ikatan yang kuat dalam suatu
keinginan dan tujuan yang sama. Ini merupakan ciri khas batak pada umumnya, yang memang akan lebih akrab kompak dengan “dongan samarganya” karena
masih satu rumpun memiliki ikatan darah. Mungkin karena hal itulah maka pada umumnya, tempat tinggal masyarakat dalam satu lingkungan akan disesuaikan
namanya dengan marga yang menjadi mayoritas tinggal di daerah tersebut, seperti desa Hutauruk ini, penduduk mayoritas memang bermarga Hutauruk.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.29. Hubungan, Pengaruh Status Sosial Ekonomi terhadap Partisipasi
Masyarakat Berdasarkan Keanggotaannya dalam Suatu Partai Politik
Keanggo taan
dalam partai
politik
Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan
Tingkat Pekerjaan Total
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Sbg pengurus
3 3,3 4 4,4 - -
4 4,4 2
2,2
1 1,1 4 4,4 3 3,3 - -
21 23,3 Sbg
anggota aktif
2 2,2 4 4,4 - -
3 3,3 2
2,2
1 1,1 1 1,1 4 4,4 1 1,1 18 20 Sbg
anggota tapi
tidak aktif
- - 20
22,2
5 5,6 5
5,6
9
10
11
12,2
- -
2 2,2 23
25,6
75 83,3
Tidak sbg
anggota 3 3,3 32
35,6
17
18,9
7 7,8 9
10
36
40
12
13,4
2 2,2 38
42,2
156
173,4
Total 90
90 90
270 300
Sumber: Hasil Penelitian 2007
Tabel 3.29. menunjukkan bahwa responden masyarakat Desa Hutauruk banyak yang tidak ikut menjadi anggota suatu partai politik manapun. Hal ini
bertentangan dengan pengamatan peneliti selama di desa ini bahwa desa ini terdapat kantor cabang Partai Politik yang lebih dari 5 lima, selain melalui
pengamatan, Kepala desa Hutauruk juga menyanggupi, bahwa terdapat 15 kantor cabang Partai Politik yang berbeda- beda di desa Hutauruk ini, dan hal itu juga
yang menimbulkan adanya perbedaan suara dalam masyarakat, seperti yang diungkapkan Kepala Desa J.Hutauruk, bahwa jika dari daerah mereka diajukan
calon, maka kemungkinan untuk memenangkan calon tersebut peluangnya kecil,
Universitas Sumatera Utara
karena banyaknya kepentingan yang berbeda di masyarakat ini yang tentunya beragam- ragam yang menyebabkan tidak adanya kebulatan suara.
Faktor yang menyebabkan banyaknya masyarakat yang tidak menjadi anggota Partai Politik, lebih dikarenakan faktor jenis kelamin, pada umumnya
responden perempuanlah yang menjawab, bahwa mereka tidak tertarik untuk menjadi anggota Partai Politik, namun melalui perbincangan lebih lanjut
diketahui, bahwa meskipun kaum perempuan tersebut tidak terdaftar sebagai anggota partai politik, tetapi suami mereka ikut terlibat dalam keanggotaan Partai
Politik, baik itu menjadi anggota yang tidak aktif, anggota yang aktif maupun menjadi pengurus dalam suatu partai.
Selain itu juga dalam penelitian diketahui, keanggotaan partai pada Pegawai Negri tidak diizinkan, seorang PNS tidak diperkenankan menjadi
anggota Partai politik. Seorang responden PNS, yang tidak menyebutkan namanya dalam angket menyebutkan, bahwa untuk menjaga “netralitas” PNS, maka dibuat
peraturan pada tahun 1999, bahwa PNS tidak diperkenankan ikut sebagai anggota Partai Poltik.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.30. Hubungan, Pengaruh Status Sosial Ekonomi terhadap Partisipasi
Masyarakat menjadi Tim Sukses Salah Satu Calon.
Keikutsertaan sbg tim sukses
salah satu calon
Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan
Tingkat Pekerjaan Total
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Ya, pernah 3
3,3 8
9,1 2
2,2 4
4,4 7 7,8
2 2,2
5 5,6
7 7,8 1
1,1 39 43,3
Tidak pernah tapi untuk
2009 mau 1
1,1 2
2,2 1
1,1 2
2,2 2 2,2
- -
3 3,3
1 1,1 1
1,1 12 13,3
Tidak pernah, karena tidak
diperbolehkan menurut
peraturan 4
4,4 1
1,1 -
- 4
4,4 1 1,1
- -
5 5,6
- -
- -
15 16,7
Tidak pernah karena tidak
tertarik -
- 49 54,4 19
21,1
9 10 12
13,3
47
52,2
4 4,4
3 3,3 60
66,7
204
226,7
Total 90
90 90
Sumber: Hasil Penelitian 2007
Tabel 3.30. menunjukkan bahwa ada hubungan ataupun pengaruh dari status sosial ekonomi dengan partisipasi politik masyarakat untuk berpartisipasi
sebagai tim sukses dalam Pemilihan Umum, masyarakat dengan status sosial ekonomi yang rendah, mayoritas tidak tertarik untuk menjadi tim sukses calon,
hal ini menunjukkan bahwa tingkat memilih masyarakat yang tinggi tidak disertai oleh keinginan masyarakat untuk turut terlibat menyukseskan calon yang akan
dipilihnya sebelum Pemilihan umum berlangsung. Justru banyak masyarakat yang mengatakan bahwa dengan ikut menjadi tim sukses maka uang keluarpun
akan banyak dan ini tentu akan menimbulkan kerugian.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pemilihan umum. Ada juga beberapa responden yang menjadi tim sukses dikarenakan mereka adalah pengurus dalam partai dan menjadi anggota
partai yang aktif. Jawaban yang mengatakan bersedia di tahun 2009 juga dijawab oleh beberapa responden, tahun 2009 nanti barulah pertamakali di desa ini
diadakan pemilihan kepala daerah bupati dan wakilnya secara langsung oleh masyarakatnya, maka masyarakat yang tertarik mengatakan akan bersedia sebagai
tim sukses dalam pemilu tersebut nantinya. Ada juga hal yang menarik yang diperoleh peneliti saat melakukan pengumpulan angket, seorang guru yang sudah
menjadi pegawai negri yang tidak mau namanya disebutkan dalam angket. Dalam wawancara lebih lanjut ia mengatakan “bahwa kalau jadi pegawai negri tentu
kalau berhubungan dengan pemilihan kepala daerah secara langsung justru partisipasinya memilih kepala daerah nantinya akan secara tidak langsung
ditentukan oleh atasannya, ya kami pegawai negri ini memilih sesuai apa yang diperintahkan atasanlah, tapi kalau pemilihan eksekutif tingkat pusat nanti saya
tertarik juga sebagai tim sukses, jika memang calon dianggap dapat membawa perubahan positif, tapi kalau pemilihan kepala daerah secara langsung, jangan
terlalu berharaplah”. Pernyataan pegawai negri ini memberi masukan pada peneliti, bahwa nantinya partisipasi politik mereka yang disebut “abdi Negara”
terutama partisipasinya dalam pemberian suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah nantinya, akan lebih bersifat dimobilisasikan daripada bersifat otonom,
karena pasti ada kemungkinan bahwa mereka lebih memikirkan, tentang bagaimana nanti posisi atau kedudukannya dalam pekerjaannya. Selain pemikiran
tersebut ada juga hal yang menarik yang peneliti peroleh selama penelitian, yang
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan keterlibatan Pegawai Negri ini menjadi tim sukses dalam Pemilihan Umum. Beberapa Pegawai Negri mengatakan bahwa tidak
diperkenankannya keterlibatan pegawai negri dalam keanggotaan suatu partai, juga termasuk di dalamnya larangan untuk tidak berperan sebagai tim kampanye,
karena hal tersebut merupakan kegiatan aktif yang membuat sifat netralitas PNS diragukan. Sesuai dengan PP12 Tahun 1999 Tentang: Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pegawai Negri Sipil yang menjadi Anggo ta Partai Politik, Terutama pada pasal 7 dinyatakan bahwa , memang
pegawai negri tidak diperbolehkan menjabat menjadi anggota suatu partai apapun, untuk menjaga sifat netral, jika dilanggar, maka akan dikenakan sangsi yang
tegas. Namun ada juga pandangan Pegawai Negri itu sendiri yang menyatakan, untuk berperan sebagai tim sukses tidak menjadi persoalan. Di sini ada perbedaan
pendapat, namun peneliti belum memperoleh kebenarannya, apakah memang menjadi tim sukses termasuk di dalam peraturan pemerintah No. 121999 tersebut.
Banyaknya jawaban yang mengatakan bahwa tidak tertarik, juga lebih diakibatkan karena “tidak mau repot” ataupun menurut pekerjaan mereka, “ya
bukan urusan kitalah itu, kita ikut memilih saja”. Jawaban yang mengatakan tidak tertarik banyak datangnya dari petani yang disibukkan oleh pekerjaan mereka
tentunya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.31. Hubungan, Pengaruh Status Sosial Ekonomi dengan Partisipasi Masyarakat
untuk Upaya yang Dilakukan Dalam Merubah Suatu Kebijakan
Upaya yang dilakukan
apabila kebijakan
pemerintatidak sesuai dengan
keinginan
Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan
Tingkat Pekerjaan Total
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
T ingg
i S
eda n
g R
enda h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Jl h
Datang sendiri untuk
memberi pandangan
2 2,2
- -
1 1,1
2 2,2 -
- 1
1,1 2
2,2 -
- 1
1,1 9
10
Datang beramai- ramai untuk
memberi pandangan
6 6,7 12 13,3 4
4,4 11 12,2 8 8,9
3 3,3 10 11,1 8 8,9
4 4,4
66 73,3
Melayangkan surat
- -
1 1,1
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
3 3,3
Tidak ada upaya
- -
47
52,2
17 19 6
6,8 13 14,4 45 50 5
5,6 2 2,2 57
63,3
192
213,4
Total 90
90 90
270 300
Sumber: Hasil Penelitian 2007
Tabel 3.31. menunjukkan bahwa ada pengaruh antara status sosial ekonomi dengan partisipasi politik masyarakat dalam kaitannya dengan upaya
yang dilakukan apabila kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Cara- cara kekerasan pada masyarakat desa ini bukanlah merupakan
jalan yang ditempuh oleh masyarakat, namun banyak masyarakat yang tidak melakukan upaya- upaya untuk memberi masukan dalam kebijakan pemerintah
yang dianggap tidak sesuai tapi menjadi memiliki pandangan sinis terhadap pemerintah, dan berimbas pada pejabat yang bersangkutan. Dalam kebijakan di
daerah misalnya, jika Camat ataupun Kepala Desanya membuat kebijakan yang
Universitas Sumatera Utara
tidak sesuai dengan keinginan masyarakat, banyak masyarakat, terutama dari masyarakat yang status sosial ekonominya rendah, yang justru menjelek- jelekkan
pejabat yang bersangkutan, bukan mengkritik kebijakan yang dibuatnya. Pada tabel tunggal penyajian data untuk kategori upaya- upaya yang
dilakukan oleh warga dalam merubah kebijakan, menunjukkan bahwa tindakan masyarakat yang tidak melakukan apa- apa atau tidak ada upaya yang dilakukan
masyarakat untuk mengubah suatu kebijakan memiliki jumlah yang mayoritas, namun dalam penelitian ini didapatkan suatu informasi dari kepala desa, bahwa
meskipun masyarakat banyak yang tidak melakukan apa- apa untuk merubah kebijakan dalam desa namun sifat masyarakat desa yang dalam artian ruang
lingkup desa, jika ada kebijakan camat atau kepala desa yang dianggap tidak berkenan di hadapan mereka, banyak warga yang menjadikan hal tersebut menjadi
bahan pembicaraan dan menjelek- jelekkan pejabat yang bersangkutan. Untuk jawaban yang mengirimkan surat ada 1 orang responden yang
menjawab dengan demikian, Yandi Simanjuntak seorang pedagang, mengatakan bahwa, jika memang ada kebijakan pemerintah yang tidak berkenan sebaiknya
melayangkan surat saja kepada pihak yang bersangkutan ,ia juga mengatakan, jika memang tidak ada upaya perbaikan dari pemerintah lalu dilakukanlah aksi, aksi di
sini dalam artian aksi damai, karena ia sangat tidak menyukai aksi kekerasan, selanjutnya dalam hasil wawancara lebih lanjut, ia mengungkapkan
ketidaksenangan dan tidak simpati dengan demonstrasi- demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa yang ada di kota- kota besar, karena sering terjadi
kericuhan seperti: bakar ban, menyebabkan kemacetan di jalan ,dll. Ia juga
Universitas Sumatera Utara
menambahkan agar peneliti selaku mahasiswa ilmu politik, jangan mencoba untuk melakukan demonstrasi jika hasilnya nanti tidak lagi sejalan dengan apa yang
menjadi tujuan atau apa yang menjadi aspirasi masyarakat, justru kebablasan menjadi tindak kekerasan yang menyengsarakan rakyat.
Untuk jawaban yang mendatangi pejabat yang bersangkutan, pada umumnya berasal dari responden yang juga menjawab sebagai pengurus dalam
partai ataupun anggota aktif, sedangkan untuk jawaban yang mengatakan akan langsung mendatangi, dalam ruang lingkup desa, jawaban itu berasal dari
responden yang merasa memiliki hubungan kekerabatan seperti yang diungkapkan Boru hutauruk, seorang petani yang kebetulan masih keluarga dari Camat
mengatakan “jika ada kebijakan yang tidak pas dengan maunya masyarakat, karena dianggap bahwa kebjakan tersebut tidak sesuai, ya langsung saja
diomongkan sama camatnya, karena camatnya kan dekat dengan kita, daripada diomongkan yang jelek- jeleknya ke sesama warga, kan jadi gak enakan terus, jadi
tindakan camat semuanya salah”. Jawaban yang mengatakan langsung mendatangi, juga berasal dari
pengurus partai dan dari kepala desa sendiri selaku pimpinan desa. Kepala desa dalam data ini dimaksudkan sebagai rakyat untuk ruang lingkup yang lebih luas,
karena bapak J.Hutauruk yang bukan seorang pegawai negri karena dipilih langsung masyarakat, tentu harus menyampaikan langsung aspirasi masyarakat
tersebut. Saat penelitian ini dilakukan, di Kecamatan Sipoholon ini juga sedang ada suatu keinginan dari Kepala Desa di setiap desa, untuk menyetarakan
kedudukannya dengan Lurah mengenai gaji pokoknya yang berasal dari
Universitas Sumatera Utara
pemerintah, meskipun sistem pengangkatan Kepala Desa dan Lurah memang berbeda, dimana Lurah merupakan penunjukan langsung dari pemerintah, namun
keduanya memiliki tugas yang sama.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan Penyajian Data terhadap kondisi Status Sosial Perekonomian masyarakat serta partisipasi politik masyarakat desa Hutauruk,
serta telah dilakukan analisa data terhadap hubungan dan pengaruh status sosial ekonomi terhadap partisipasi masyarakat Desa Hutauruk dalam berpolitik, maka
diperoleh kesimpulan. Dalam Bab ini, penulis juga akan mengajukan beberapa saran yang berkenaan dengan problema yang ditemukan di lapangan, tentunya
dengan harapan penulisan saran ini bermanfaat untuk kemudian dipertimbangkan.
4.1. KESIMPULAN
Dari penelitian diperoleh kesimpulan bahwa partisipasi politik masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan dan bidang- bidang pembangunan fisik dan non
fisik merupakan salah satu upaya peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat desa. Melestarikan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya untuk
mengatasi ketimpangan sosial dan masalah keterbelakangan under- development yang mencakup masalah kemiskinan dan kesenjangan di desa.
Pada masyarakat Desa Hutauruk ini, partisipasi politik masyarakatnya terutama pada keikutsertaannya dalam Pemilu sangat tinggi, tidak perduli apakah
di memiliki status ekonomi tinggi, sedang atau bahkan rendah sekalipun. Walau diketahui dari penelitian bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
pemilihan tinggi dikarenakan faktor di luar diri dari masyarakat, misalnya karena
Universitas Sumatera Utara