I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era desentralisasi merupakan momentum yang sangat tepat untuk melakukan pembenahan birokrasi terutama dalam pelaksanaan pelayanan umum, hendaknya
birokrasi lebih desentralistik dan tidak dilingkupi oleh banyaknya aturan organisasi dan prosedur yang terdefenisi dengan jelas formalisasi rendah yang memungkinkan
para birokrat pelaksana mendapat keleluasaan dalam mengambil keputusan yang sesuai dengan perkembagan kebutuhan diskresi adaptif termasuk tuntutan
masyarakat akan pelayanan publik yang lebih baik. Gaya manajemen yang terlalu berorientasi kepada tugas juga membawa
pengaruh tidak terpacunya pegawai kepada hasil dan kualitas pelayanan umum. Formalitas dalam rincian tugas-tugas organisasi menuntut uniformitas dan
keseragaman yang tinggi. Akibatnya para pegawai menjadi takut berbuat keliru dan cenderung sedapat mungkin menyesuaikan pekerjaan-pekerjaannya dengan petunjuk
pelaksanaan juklak, walaupun keadaan yang ditemuinya dilapangan sangat berbeda dengan peraturan-peraturan tersebut. Sementara kita menyadari kualitas suatu layanan
bukan hanya bergantung pada efektivitasdan efisiensi saja namun juga perlu didukung oleh factor kesopanan dan resfonsivitas yang baik dari penyelenggara pelayanan.
Kesan yang melekat dalam birokrasi dan merupakan suatu kecenderungan adalah kurang diperhatikannya azas keterjangkauan dan pemerataan dalam pelayanan.
Secara normatife aparatur birokrasi seharusnya memihak kepada golongan miskin
Universitas Sumatera Utara
atau kelompok-kelompok pinggiran karena merekalah yang perlu dibantu untuk ikut menikmati hasil-hasil pembangunan. Pelayanan yang mudah dan murah merupakan
hal yang esensial bagi mereka, karena ditilik dari kondisi ekonomi mereka tidak mungkin mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial yang mahal.
Menurut Widodo 2005:122 masalah yang cukup potensial dan strategis dihadapi oleh birokrasi yang berpengaruh pada kinerjanya adalah terkait dengan sifat
dan watak birokrasi itu sendiri. Birokrasi telah lama memiliki sifat dan watak yang sulit dikontrol bahkan menolak untuk dikontrol, sifat ini telah lama muncul dan telah
mempengaruhi kinerja birokrasi dalam melaksanakan tugas. Aturan-aturan yang kaku rigidity yang menyebabkan para pegawai tidak berani membuat terobosan-terobosan
dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan. Bersamaan dengan itu pula pembaharuan kinerja organisasi publik bukan hanya
merupakan suatu isu, tetapi lebih kepada suatu bentuk tuntutan yang penting dan mendesak untuk direalisasikan saat ini, mengingat banyaknya keluhan dari pengguna
jasa, yang menyatakan kinerja organisasi publik sngat jauh dari harapan, sumber kelambanan, sarang pungutan liar serta jauh efisien dan efektif.
Terlebih dalam masalah penetapan harga tidak terdapatnya suatu konsep yang tranfaransi, tidak jelasnya kapan sebuah layanan yang diberikan bisa terselesaikan, hal
ini membuat masyarakat tidak pernah merasa kebutuhan mereka diperhatikan, bahkan mereka merasa tidak dilayani namun malah memberikan pelayanan. Maka dari itu
usaha-usaha untuk menciptakan kondisi pelayanan yang lebih baik harus diupayakan sehingga kebutuhan masyarakat menjadi tujuan yang utama untuk dipenuhi.
Universitas Sumatera Utara
Badan Kepegawaian Daerah merupakan salah satu instansi pemerintahan yang terkait dengan pelayanan publik dituntut untuk meningkatkan kreatifitas, tanggung
jawab serta memberikan respon yang positip terhadap keinginan pelanggan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan umum, yang merupakan suatu bentuk upaya dalam
meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu pelayanan aparatur harus lebih proaktif dalam mencermati paradigma baru global agar pelayanannya mempunyai daya saing
yang tinggi dalam berbagai aktivitas publik. Jadi, sebagai birokrat dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan sesuai dengan
kebutuahan dan seleranya. Dalam upaya mencapai dan mewujudkan hal tersebut maka perlu sekali di setiap instansi pemerintah seperti Badan Kepegawaian Daerah tersebut
menerapkan konsep pelayanan prima. Menurut Budiono,2003:62 Prima berasal dari bahasa Inggris at a premium
yang berarti nilai tinggi, dimana “tinggi” menunjukkan adanya ukuran. Dalam pengertian ini pelayanan “prima” adalah pelayanan yang bernilai tinggi, yang
dikaitkan dengan mutu pelayanan itu sendiri. Dari serangakaian penjelasan di atas, dapat dipetik kesimpulan bahwa pelayanan
prima merupakan suatu konsep yang benar-benar berorientasi kepada kebutuhan pelanggan, kepuasan pelanggan merupakan tujuan yang harus dicapai, hal ini
menuntut para aparatur untuk lebih kreatif dalam menciptakan serta mengembangkan cara-cara yang mendukung terciptanya pelayanan yang berkualitas serta berusaha
memposisikan kebutuhan pelanggan masyarakat sebagai tujuan utama, memahami secara mendalam karakter dari pelanggan dengan tujuan bisa memberikan pelayanan
sesuai dengan seleranya, sebab antara individu yang satu sengan yang lainnya belum
Universitas Sumatera Utara
tentu memiliki selera yang sama dalam pelayanan, maka dari itu perlunya pengembangan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan serta perkembangan zaman.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut di atas maka pelayanan prima merupakan suatu pilihan, dengan menerapkan konsep pelayanan prima tersebut, maka diharapkan
kinerja aparatur pemerintah akan mengalami perubahan kearah yang lebih baik, peduli terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga harapan untuk mendapatkan pelayanan
yang bermutu prima dari aparatur pemarintah dapat terlaksana. Di lingkungan Badan Kepegawaian Daerah berdasarkan observasi yang
dilakukan, terlihat bahwa kinerja aparatur pemerintah dilingkungan instansi tersebut masih kurang dengan arti kata penerapan konsep pelayanan prima belum masksimal,
hal ini bisa dilihat dari masih banyaknya pelanggan yang mengeluhkan pelayanan yang diberkan oleh pegawai tersebut misalnya dalam pembuatan SK. CPNS menjadi
PNS, masih terdapat banyak kesalahan dalam penulisan nama, gelar, status dan juga kesalahan dalam menentukan posisi sesuai bidang dan keahlian pihak yang
bersangkutan. Begitu juga dengan keterbukaan dalam memberikan pelayanan, pihak yang
dilayanai masih merasakan banyak hal yang ditutup-tutupi oleh pegawai, yang seharusnya mereka lebih bersifat trasfaran bila menjelaskan syarat-syarat, norma dan
aturan–aturan terkait penyelenggraan dinamika administrasi, begitu pula hendaknya dengan proses penerimaan pegawai, hendaknya lebih terbuka dalam segi pemberian
informasi. Hal ini tentunya berdampak pada berkurangnya nilai-nialai keprimaan dalam memberikan pelayanan. Bukan hanya sifat-sifat keprimaan seperti yang
dijelaskan di atas saja yang kurang diterapkan oleh pegawai dalam memberikan
Universitas Sumatera Utara
pelayanan namun masih banyak yang lainnya seperti, kelancaran dalam proses pelayanan yang memerlukan prosedur yang lebih simple sehingga pelayanan lebih
efisien. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik mengkaji tentang
penerapan pelayanan prima yang dihubungkan dengan kinerja pegawai, yang
dituangkan dalam bentuk judul “Pengaruh Penerapan Pelayanan Prima Terhadap Kinerja pegawai”
B. Perumusan Masalah