Sumber Daya Manusia : Ketatalaksanaan : Sumber Daya Keuangan dan Peralatan : Manajemen Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah :

1.5.2 Kinerja 1.5.2.1. Defenisi Kinerja Kinerja ialah merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dilakukan karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan atau misinya. Dwiyanto, 2006; 47.

1.5.2.2. Pembahasan Kinerja

Menurut Widodo 2005; Vii Dalam konteks konsep birokrasi yang professional yang berbasis kinerja menjadi sangat luas. Setidaknya bidang cakupanya meliputi aspek

a. Kelembagaan :

Aspek kelembagaan perlu dibangun agar dicapai lembaga yang efektif dan efisien dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Yaitu dengan metode membangun birokrasi dari aspek kelembagaan seperti yang dianjurkan oleh penulis. Righ Sizing lebih mengedepankan pada ketepatan kuantitasdan jenis lembaga yang dibentuk. Down Sizing lebih mengedepankan pada upaya mendekatkan pelayanan dengan yang dilayani.

b. Sumber Daya Manusia :

Sumber daya manusia yang professional dan kompeten merupakan salah satu faktor penentu birokrasi dalam mencapai tataran kinerja secara optimal. Karena itu, sumber daya manusia dalam birokrasi juga perlu dibangun, dalam arti ditingkatkan kompetesinya. Kompetensi ini merupakan kemampuan aparatur pemerintah berupa pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap, dan prilaku ang diperlukan dalam pelaksanaan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi, kewenangan, dan tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya. Universitas Sumatera Utara

c. Ketatalaksanaan :

Aspek ketatalaksanaan juga perlu dibangun agar seluruh unsur lembaga dapat bekerja sesuai dengan mekanisme, prosedur, metode yang telah ditetapkanoleh karena itu tepat sekali apa yang disampaikan penulis bahwa membangun birokrasi dari aspek kelembagaan berarti berusaha menata atau menciptakan sistem, prosedur dan mekanisme suatu lembaga beserta perangkatnya agar dapat beroperasi secara efisien dan evektif.

d. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan :

Sumber daya keuangan dan peralatan dalam suatu organisasi juga menjadi faktor penentu tercapainya birokrasi pada tataran optimal. Oleh karena itu, sumber daya ini juga perlu dibangun untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya, baik berupa uang maupun peralatan yang diperlukan dalam beroperasinya organisasi.

e. Manajemen Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah :

Tersedianya lembaga yang kondusif, sumber daya manusia aparatur yang kompeten, tatalaksana yang baik, dan sumber daya yang memadai, baik dilihat dari kualitas maupun kuantitasnya, tidak serta merta memberikan jaminan bahwa birokrasi bisa mencapai tataran kinerja yang optimal. Sumua itu harus diduking oleh manajemen publik dan kelembaggan yang kondusif, kompetitif dan responsif. Mamajemen yang kondusif ialah manajemen yang dapat menciptakan suasana agar anak buah karyawan bisa melakukan kerjasama dan tidak saling mencurigai, anak buah bisa nyaman dan aman dalam bekerja sehingga mereka betah dikantor tidak meninggalkan ruangan kerja dan berkeliaran dimana-mana, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara Jika kelima aspek atau dimensi birokrasi tersebut dapat dibangun niscaya dapat dihasilka birokrasi yang kompeten dan professional dan pada giliran berikutnya kinerja birokrasi dalam melaksanakan Tupoksiwab terutama dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan layanan masyarakat senantiasa bisa mencapai tataran optimal.

1.5.2.3. Penilaian Kinerja

Menurut Futwengler : 2000 : 173 penilaian kinerja ialah proses yang berkesinambungan yang mencakup : - Evaluasi kinerja saat ini. - Sasaran untuk meningkatkan kinerja. - Definisi penghargaan atas pencapaian sasaran. - Sistim umpan balik yang memungkinkan pemimpin dan bawahan memantau kinerjanya. cakupan dan cara mengukur kinerja sangat menentukan apakah suatu organisasi publik dapat dikatakan berhasil atau tidak, sehingga ketepatan pengukuran seperti cara atau metode pengumpulan data untuk mengukur kinerja juga sangat menentukan penilaian akhir kinerja. Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja mempunyai makna ganda, yaitu pengukuran kinerja sendiri dan evaluasi kinerja, dimana untuk melaksanakan kedua hal tersebut terlebih dahulu harus ditentukan tujuan suatu program secara jelas. Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan strategis dengan akuntabilitas, sehingga suatu pemerintah daerah dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti atau indikator-indikator atau ukuran-ukuran capaian yang mengarah pada capaian misi. Teknik dan metode yang digunakan dalam Universitas Sumatera Utara menganalisis kinerja kegiatan, yang pertama-tama dilakukan ialah dengan melihat sejauh mana adanya kesesuian antara program dengan kegiatan yang tertuang dalam perencanaan strategis pemerintah daerah yang bersangkutan. Pembicaraan mengenai kinerja tidak terlepas dari penilaian dari kualitas pengelolaan dan kualitas pelaksanaan tugas atau operasi organisasi. Aspek lain ialah hubungan organisasi dengan lingkungan social dan lingkungan politiknya. Dalam menilai kinerja organisasi harus dikembalikan kepada apa alasan dan tujuan dari dibentuknya organisasi tersebut, bagi organisasi privat yang tujuan pembentukannya adalah produksi barang dan jasa untuk mendapatkan provit misalnya maka ukuran kinerjanya adalah seberapa besar ia mampu berproduksi atau seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih. Sedangkan dalam organisasi publik sendiri masih sulit menemukan indikator yang sesuai untuk mengukur kinerja. Menurut Kurniawan, 2005: 47 kinerja pelayanan publik dalam suatu sistem organisasi sesungguhnya sangat kompleks lantaran menyangkut banyak hal yaitu: Pertama aspek-aspek input atau sumber-sumber dayanya antara lain seperti : 1. Pegawai SDM, meliputi kemampuan organisasi publik dalam menyelesaikan tugas serta tanggungjawabnya. 2. Anggaran, yaitu meliputi pemenuhan kebutuhan yang dibutuhkan oleh organiosasi publik dalam proses peningkatan pelayanan seperti pengadaan peralatan kantor yaitu, komputer, meja, kursi, kertas dan lain-lain. 3. Sarana dan prasarana, yaitu meliputi akses untuk menuju ke suatu tempat pengurusan pelayanan publik terdapat prasarana yang mendukung seperti jalan atau terjangkaunya tempat tersebut oleh transportasi umum bagi pelanggan masyarakat yang jauh dari tempat pelayanan tersebut. Universitas Sumatera Utara 4. Informasi, yaitu terdapat informasi yang jelas dari organisasi publik menyangkut penjelasan informasi yang akurat mengenai susunan pengurusan maupun biayaa pengurusannya. 5. Budaya organisasi, yaitu meliputi tentang kebiasaan, baik itu dari segi negatif ataupun positifnya, sementara itu menurut Lako 2004 : 28 keberhasilan organisasi untuk mengimplementasikan aspek-aspek atau nilai-nilai budaya organisasi dapat mendorong organisasi tersebut tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Kedua berkaitan dengan proses manajemen seperti : 1. Perencanaan, yaitu mennyangkut dengan cita-cita dari organisasi publik tersebut dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat, yaitu berorientasi pada kualitas pelanggan selain dapat membangun citra positif dimata pelanggan karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendaliterjangkau oleh masyarakat sehingga pelanggan masyarakat terdorong untuk bekerja sama. 2. Pengorganisasian, organisasi merupakan suatu bentuk kerjasama kelompok manusia atau orang dibidang tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu Etzioni 1969 dalam Tjandra 2005 yang menjelaskan bahwa : Organisasi mempunyai ciri-ciri : a. adanya pembagian kerja, kekuasaan dantanggungjawab berkomunikasi pembagian yang direncanakan untuk mempertinggi realisasi tujuan khusus. b. Adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasi penyelenggaraan usaha-usaha bersama, dalam organisasi dan pengawasan. c. Pengaturan personil misalnya orang-orang yang bekerja secara tidak memuaskan dapat dipindahkan kemudian mengangkat pegawai lain untuk melaksanakan tugasnya. Universitas Sumatera Utara 3. Pelaksanaan, menyangkut segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan. 4. Pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap kinerja organisasi publik dari badan indevenden seperti Badan Pengawas Daerah bertujuan menata kembali strukturnya untuk meningkatkan efisiensi. 5. Evaluasi, yaitu meliputi dimana setiap warga Negara mempunyai hak untuk mengevaluasi pelayanan yang mereka terima, adalah sangat sulit untuk menilai suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peranan masyarakat sebagai penerima pelayanan, evaluasi yang berasal dari penerima pelayanan tersebut merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah layanan itu diberikan. Disamping faktor internal tersebut, perlu juga diperhatikan aspek-aspek lingkunagn eksternal yang secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi kinerja, seperti kondisi politik, ekonomi sosial budaya dan teknologi.

1.5.2.3. Kualitas Pelayanan

Penilaian kinerja pelayanan publik yang dikembangkan birokrasi dewasa ini masih dalam taraf mengukur keberhasilan atau kegagalan kinerja. Ada pertanyaan- pertanyaan yang substansial menyangkut apakah rakyat sudah merasa puas dengan pelayanan yang diberikan pemerintah ? pertanyaan tersebut seolah menjadi dilema untuk dijawab, tetapi menurut Kurniawan 2005 ada beberapa atribut yang menentukan kualitas pelayanan publik, antara lain : Universitas Sumatera Utara a. Ketepatan pelayana, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses. b. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan. c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. d. Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya terdapat petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer. e. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parker, ketersediaan informasi dan lain-lain. f. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti ruang tunggu ber AC bersih dan lain-lain. Pada hakikatnya, kualitas pelayanan public dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi masyarakat atas pelayanan yang sesungguhnya mereka inginkan, apabila pelayanan dalam prakteknya yang diterima oleh masyarakat sama dengan harapan atau keinginan mereka. 1.5.3. Pengaruh Pelaksanaan Prinsip Responsivitas Terhadap kinerja Pegawai Setelah penulis menguraikan teori tentang Prinsip responsivitas dan kinerja pegawai, maka selanjutnya penulis menjelaskan tentang pengaruh prinsip responsivitas terhadap kinerja pegawai sebagai berikut : Responsivitas berkaitan dengan kecepatan tanggapan yang dilakukan oleh aparatur atau pegawai terhadap kebutuhan pengguna jasa, yang dalam hal ini adalah masyarakat yang membutuhkan pelayanan sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Jika kecepatan tanggap yang diberikan oleh aparat atau pegawai tidak optimal, maka akan menjadi kesan yang buruk bagi masyarakat, karena akan timbul persepsi negatif, terhadap kelambatan, yang Universitas Sumatera Utara berakibat pada keengganan masyarakat untuk berhubungan dengan birokrasi publik. Jika hal ini terjadi secara terus menerus, maka akan sulit bagi birokrasi publik untuk merealisasikan visi dan misinya dalam mewujudkan tertib pelayanan. Menurut Osborne Plastrik dalam Dwiyanto, 2006 :62 organiasi yang memiliki responsivitas yang rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. Dalam operasionalisasinya, responsivitas pelayanan publik dijabarkan menjadi beberapa hal menyangkut dengan kinerja pegawai yaitu : 1. Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir; 2. Sikap aparat birokrasi dalam merespons keluhan dari pengguna jasa; 3. Penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi dari perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa mendatang; 4. Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa; 5. Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku. Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa aspek pelaksanaan prinsip responsivitas dapat mempengaruhi segi-segi tertentu dari tercapainya kinerja pegawai yang diharapkan oleh masyarakat. Pelaksanaan prinsip responsivitas yang diterapkan oleh pegawai dengan mempertimbangkan 5 aspek seperti yang dijelaskan diatas hendaknya dapat menopang kinerja pegawai di Kantor Camat Kuantan Tenagah menjadi lebih baik. Dengan demikian, pelaksanaan prinsip responsivitas mempunyai peranan yang penting dalam hal terciptanya kinerja yang baik yang sesuai dengan aspirasi masyarakat terhadap pelayanan publik saat ini, karena dengan pelaksanaan prinsip Universitas Sumatera Utara responsivitas akan mendorong citra yang positif terhadap kinerja pelayanan publik, dan apabila hal ini dilakukan secara terus-menerus maka masyarakat akan tertarik untuk melakukan pengurusan, sehingga akan memudahkan tercapainya visi dan misi pelayanan yang diinginkan mayoritas masyarakat saat ini. 1.5.4. Kepegawaian Daerah Dalam sistem kepegawaian secara nasional, Pegawai Negeri Sipil memiliki posisi penting untuk menyelenggarakan pemerintahan dan difungsikan sebagai alat pemersatu bangsa. Sejalan dengan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka ada sebagian kewenangan di bidang kepegawaian untuk diserahkan kepada daerah yang dikelola dalam sistem kepegawaian daerah. Kepegawaian Daerah adalah suatu sistem dan prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sekurang-kurangnya meliputi perencanaan, persyaratan, penganngkatan, penempatan, pendidikan dan pelatihan, penggajian, pemberhentian, pensiun, pembinaan, kedudukan, hak, kewajiban, tanggungjawab, larangan, sanksi, dan penghargaan merupakan sub sistem dari sistem kepegawaian secara nasional. Dengan demikian kepegawaian daerah merupakan satu kesatuan jaringan birokrasi dalam kepegawaian nasional. Sistem manajemen pegawai yang sesuai dengan kondisi pemerintahan saat ini, tidak murni menggunakan sistem yang seragam unified system namun sebagai konsekuensi digunakan kebijakan desentralisasi maka dalam hal ini menggunakan gabungan antara unified sistem dan separated system, artinya ada bagian-bagian kewenangan yang diserahkan kepada Daerah untuk selanjutnya dilaksanakan oleh pembina kepegawaian daerah. Prinsip lain yang dianut adalah memberikan suatu kejelasan dan ketegasan bahwa ada pemisahan antara pejabat politik dan pejabat karir baik baik tata cara rekrutmennya maupun kedudukannya, tugas, wewenang, Universitas Sumatera Utara fungsi, dan pembinaannya. Berdasarkan prinsip dimaksud maka pembina kepegawaian daerah adalah pejabat karir tertingi pada pemerintah daerah. Penempatan pegawai untuk mengisi jabatan dengan kulifikasi umum menjadi kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan untuk pengisian jabatan tertentu yang memerlukan kualifikasi khusus seperti tenaga ahli dibidang tertentu, pengalaman kerja tertentu di Kabupaten atau Kota, maka pembina kepegawaian tingkat Provinsi dan atau Pemerintah Kota dapat memberikan fasilitas. Hal ini dalam rangka melakukan pemerataan tenaga-tenaga pegawai tertentu dan penempatan pegawai yang tepat serta sesuai dengan kulifikasi jabatan yang diperlukan di seluruh daerah. Gaji dan tunjangan PNS Daerah disediakan dengan menggunakan Dana Alokasi Dasar yang ditetapkan secara nasional, merupakan bagian dalam Dana Alokasi Umum DAU yang dinyataka secara tegas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudahkan apabila terjadi mutasi pegawai antar daerah atau dari daerah ke pusat, danatau sebaliknya serta untuk menjamin kepastian penghasilan yang berhak diterima oleh setiap pegawai. Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah pada prinsipnya menjadi kewenangan Presiden, namun mengingat jumlah pegawai sangat besar maka agar terciptanya efisiensi dan efektivitas maka sebagian kewenangan tersebut diserahkan kepada pembina kepegawaian daerah.

1.6 Hipotesis