2.2 Pakan Ulat Sutera
Menurut Keng 1969, klasifikasi tanaman murbei adalah sebagi berikut: Kingdom
: Plantae Divisi
: Spermatophyta Sub Divisi
: Angiospermae Klass
: Dicotyledoneae Ordo
: Urticales Family
: Moraceae Genus
: Morus Spesies
: Morus sp.
Gambar 2.4 Pakan Ulat Sutera Daun Murbei Morus sp.
Secara umum murbei merupakan pohon semak. Tinggi maksimalnya mencapai 15 m dengan diameter tajuk 60 cm, memiliki daun tunggal dan spatula. Menurut
Wyman 1974, murbei dapat tumbuh atau hidup pada berbagai jenis tanah, serta pada ketinggian antara 0-3000 m dpl. Karenanya, dibeberapa tempat di Indonesia banyak
ditemukan murbei tumbuh dengan liar. Ulat sutera lebih cocok berkembangbiak di tempat beriklim sejuk, sehingga murbei lebih ideal ditanam pada ketinggian 400-800
m dpl. Daerah yang mempunyai temperatur rata-rata 21-23 C sangat cocok untuk
murbei. Tanah sebaiknya memiliki pH diatas 6, teksturnya gembur, ketebalan lapisan paling tidak 50 cm. Tanah yang subur akan memberikan dukungan pertumbuhan yang
baik. Walaupun begitu, tanah yang kurang subur bisa dibantu dengan dosis pemupukan yang tepat Tim penulis, 1992.
Universitas Sumatera Utara
Tanaman Murbei memiliki banyak jenis untuk pakan ulat sutera, antara lain jenis Morus alba, Morus cathayana dan Morus multicaulis. Tanaman murbei jenis
Morus alba ujung rantingnya yang muda sedikit merah, produksi daunnya cukup tinggi. Morus cathayana ujung rantingnya masih muda dan tangkainya sedikit merah,
ukuran daun besar produksi daunnya cukup tinggi. Sedangkan pada murbei jenis Morus multicaulis ujung ranting muda kehijauan. Ukuran daun lebar, produksi daun
tinggi dan tidak cepat layu Guntoro, 1994.
2.3 Kromosom dan Kariotipe 2.3.1 Kromosom
Menurut Yatim, 1983, kromosom berasal dari kata Chromo= warna dan soma= badan. Suryo 1995 menyatakan, kromosom adalah benda-benda halus berbentuk
lurus seperti batang atau bengkok yang terdiri dari zat yang mudah menyerap zat warna. Menurut Pai 1987, kromosom-kromosom mengandung gen-gen yang
merupakan wahana bagi pemindahan dari satu generasi ke generasi lain pada semua organisme.
Irawan 2008 menyatakan, kromosom adalah suatu struktur yang tersusun dari asam nukleat dan protein. Pada stadium interfase bahan kromosom ini tampak sebagai
benang halus dan disebut kromatin. Pada eukariot kromatin terdapat pada inti sel, sedangkan prokariot terdapat pada sitoplasma. Ketika sel memasuki stadium metafase
kromatin menggulung dan melipat sehingga tampak tebal dan mudah terlihat dengan mikroskop cahaya. Kromatin menggulung dan melipat ini disebut kromosom.
Kromosom yang terlihat dengan mikroskop elektron tampak terdiri dari serabut-serabut yang tebalnya dapat berkisar antara 100 angstrom 1 Å = 0,0001
mikron = 0,0000001 mm sampai kira-kira 500 Å. Kebanyakan unsur serabut itu mempunyai diameter kira-kira 250 Å. Menurut Du Praw 1970 dalam Suryo 1995,
kromatid dari sebuah kromosom terdiri dari seutas serabut tunggal berbentuk spiral yang terbentuk banyak sosok dan lipatan selama pembelahan sel.
Universitas Sumatera Utara
Yatim 1983, menyatakan, satu kromosom terdiri dari 2 bagian, yaitu sentromer dan lengan. Sentromer adalah bagian kepala kromosom. Ketika sel
membelah kromosom menggantung pada serat gelendong lewat sentromer. Sentromer tidak mengandung kromonema dan gen. Dalam preparat mikroskopis, bagian ini
tampak sebagai lekukan kearah dalam dan warnanya lebih tipis bila dibandingkan dengan lengan kromosom Suryo, 1995. Mengandung kromonema dengan lengan
ialah badan kromosom sendiri Yatim, 1983.
Menurut Suryo 1995, kromosom dapat dibedakan berdasarkan letak sentromernya yaitu:
a. Kromosom metasentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer di tengah,
sehingga kromosom terbagi atas dua lengan sama panjang. Biasanya kromosom membengkok di tempat sentromer sehingga kromosom berbentuk huruf V.
b. Kromosom submetasentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer tidak
ditengah, sehingga kedua lengan kromosom tidak sama panjang. Bila kromosom ini membengkok di tempat sentromer, maka kromosom berbentuk huruf J. Lengan
yang pendek biasanya diberi simbol p sedangkan lengan panjang q. c.
Kromosom akrosentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer di salah satu ujungnya, sehingga kedua lengan tidak sama panjang. Biasanya kromosom ini
lurus, tidak bengkok. d.
Kromosom telosentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer disalah satu ujungnnya, sehingga kromosom tetap lurus dan tidak terbagi atas dua lengan.
Kromosom telosentrik tidak dijumpai pada manusia, dan sangat langka pada tumbuh-tumbuhan. Pada hewan ada kalanya ditemukan kromosom telosentris.
Struktur kromosom dapat dilihat sangat jelas pada fase-fase tertentu waktu pembelahan nukleus pada saat mereka bergulung. Pada setiap kromosom dalam
genom biasanya dapat dibedakan satu dengan yang lain oleh beberapa kriteria, termasuk panjang relatif kromosom, posisi suatu kromosom yang disebut sentromer
yang membagi kromosom menjadi dua tangan yang panjangnya beda-beda, kehadiran dua posisi bidang area yang membesar yang disebut tombol knob atau kromomer,
adanya panjangnya halus pada terminal dari material kromatin yang disebut satelit dan sebagainya. Suatu kromosom dengan sentromer median metasentris akan
Universitas Sumatera Utara
mempunyai tangan-tangan dengan ukuran yang kira-kira sama. Kromosom yang submetasentris atau akrosentris mempunyai tangan-tangan yang jelas ukurannya tidak
sama. Jika sentromer suatu kromosom berada di atau dekat sekali dengan salah satu ujung kromosom, disebut telosentris. Tiap kromosom dari genom dengan
pengecualian kromosom-kromosom seks diberi nomor secara berurutan menurut panjangnya, dimulai pertama kali dengan kromosom dari yang paling panjang sampai
yang paling pendek Stansfield Erlod, 1991.
2.3.2 Kariotipe
Kariotipe adalah gambaran kromosom yang ada dalam suatu sel atau individu, biasanya yang digunakan adalah kromosom pada stadium metafase. Dalam kariotipe
disusun berdasarkan panjangnya dan posisi sentromer. Dalam stadium metafase setiap kromosom telah menggandakan diri menjadi dua kromatid yang bersatu pada bagian
sentromer. Dalam proses pembelahan selanjutnya kromatid akan tertarik oleh benang. Pada tingkat metafase dalam proses pembelahan sel dapat di foto kromosom suatu
organisme. Pada fase ini kromosom berada pada bidang ekuator, dan jika sayatan tepat melewati bidang ekuator, maka dapat dilihat sediaan yang mengandung kromosom
yang terdapat dalam sel. Kromosom disusun dan dikelompokkan berdasarkan panjang dan bentuknya Yatim, 1983 Irawan, 2008.
Tjong dan Roesma 1998, melaporkan bahwa suatu kromosom memperlihatkan kromosom berbentuk metasentrik kecuali kromosom yang tidak dapat
ditentukan letak sentromernya dan terdapat perbedaan kariotipe antara Ephilachna vigintioctopuntata strain Leguminoceae dan Solanaceae dalam hasil panjang
kromosom relatif terutama untuk kromosom X.
Prosedur pembuatan kromosom yang terbaru dapat menghasilkan pewarnaan yang tidak merata, menghasilkan jalur-jalur garis-garis yang terang dan gelap. Pola
bergaris-garis dari kromosom-kromosom individual yang ditemukan adalah unik dan konsisten, dan digunakan untuk mengenali identifikasi pasangan-pasangan homolog.
Selain itu, kromosom berada dalam ukuran besarnya dan dalam posisi dan
Universitas Sumatera Utara
sentromernya, sekalipun kedua anggota dari setiap pasang homolog adalah identik dalam strukturnya. Ukuran besar kromosom dan sentromer dapat membantu untuk
membedakan satu kromosom dari yang lain Pai, 1987.
2.4 Radiasi Sinar Ultraviolet dan Mutasi 2.4.1 Radiasi Sinar Ultraviolet
Ultraviolet digunakan untuk penelitian genetika, keperluan medis dan juga untuk sterilisari karena dapat membunuh bakteri. Ultraviolet banyak dijumpai pada sinar
matahari, tetapi sinar ultraviolet ini dipancarkan keluar oleh ozon di atmosfer Snustad Gardner, 1984. Radiasi sinar ultraviolet tidak cukup energi untuk
menginduksi ionisasi seperti sinar X, walaupun demikian sinar ultraviolet dapat menyerap substansi tertentu seperti basa purin dengan deviratnya guanin dan sitosin,
dan pirimidin dengan deviratnya adenin dan timin. Karena energi ultraviolet rendah. Maka hanya dapat menembus bagian permukaan sel pada organisme multiselular.
Namun ultraviolet mempunyai kemampuan sebagai mutagen pada dosis yang tinggi dapat membunuh sel Lewis, 1997.
Kelainan DNA yang disebabkan oleh radiasi dapat menyebabkan kelainan somatik atau genetik, tergantung pada jenis sel yang bersangkutan Ackerman et al.,
1988. DNA juga dirusak oleh ultraviolet pada panjang gelombang 245-260 nm, sehingga ultraviolet dapat menginduksi secara langsung akibat penyerapan purin dan
pirimidin. Pirimidin pada umumnya sangat kuat menyerap ultraviolet 254 nm dan menjadi sangat aktif Lewis, 1997.
2.4.2 Mutasi
Mutasi adalah proses perubahan pasangan basa DNA atau perubahan kromosom. Mutasi dapat terjadi pada sel somatik dan sel gamet. Jika mutan hanya terjadi pada sel
somatik, maka mutan tersebut tidak menurunkan sifat-sifat yang dimilikinya pada
Universitas Sumatera Utara
generasi berikutnya. Mutasi demikian disebut sebagai mutasi somatik. Jika mutasi
pada sel gamet, maka mutan tersebut menurunkan sifat-sifat pada keturunannya.
Mutasi ini disebut mutasi gamet Russel, 1992.
Walaupun jumlah kromosom pada suatu jenis organisme biasanya tetap, tetapi telah diketahui adanya variasi dalam sejumlah dan jenis pola garis kromosomnya.
Perubahan jumlah dapat bertambah atau berkurang. Perubahan pola garisnya dapat menunjukkan adanya perulangan yaitu bila didapati pola yang sama dua kali atau
lebih, atau pemendekan segmen yaitu bila pola tertentu yang dalam keadaan normal ada menjadi tidak ada atau hilang. Perubahan yang terjadi pada kromosom ini disebut
mutasi kromosom atau aberasi kromosom. Berdasarkan keterangan atas mutasi kromosom dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu mutasi jumlah kromosom perubahan
jumlah kromosom dan mutasi struktur kromosom Irawan, 2008.
Peristiwa ini dinamakan aberasi kromosom. Jika variasi pada gen-gen individual memungkinkan kita untuk mengetahui banyak tentang sifat gen, maka
aberasi kromosom mempunyai nilai tinggi pula guna memperkenalkan sifat kromosom beserta gen-gen yang dibawanya Suryo, 1995.
Menurut Irawan 2008, bahwa beberapa jenis aberasi atau mutasi yang disebabkan putusnya kromosom:
a. Delesi adalah hilangnya sebagian segmen kromosom. Bila hanya salah satu dari sepasang kromosom yang mengalami delesi yaitu heterozigot delesi, maka ketika
akan pembelahan meiosis pasang ini akan membentuk semacam loop atau ansa, yaitu suatu struktur lengkung.
a. Duplikasi, yaitu penyimpangan ini terjadi pengulangan segmen tertentu dari suatu
kromosom. Pengulangan ini dengan sendirinya berarti pengulanggan gen. Sebagaimana delesi, karana panjang kromosom juga tidak sama waktu meiosis
juga berbentuk loop. b.
Translokasi, terjadi karena sebagaian atau segmen kromosom terputus dan bersambung lagi tetapi bukan pada kromosom awal melainkan tersambung pada
kromosom lain. Dengan kata lain kromosom yang mengalami delesi, pada saat bersama kromosom tersebut mendapatkan tambahan segmen dari kromosom lain.
Universitas Sumatera Utara
c. Inversi, pada aberasi jenis ini suatu segmen kromosom memliki susunan terbalik.
2.5 Metode pembuatan Sediaan
Menurut Suntoro 1983, metode-metode pembuatan sediaan adalah sebagai berikut: a.
Metode oles, adalah suatu metode pembuatan sediaan dengan jalan menggores atau membuat selaput film dari substansi yang berupa cairan diatas gelas
benda yang bersih dan bebas lemak, dan kemudian difiksasi, diwarnai dan ditutup dengan gelas benda.
b. Metede rentang, adalah metode pembuatan sediaan dengan cara merentangkan
suatu jaringan pada permukaan gelas benda sedemikian, sehingga dapat diamati dibawah mikroskop.
c. Metode pencet, adalah suatu metode untuk mendapatkan suatu sediaan dengan
cara memencet suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan, sehingga didapat suatu sediaan yang tipis yang dapat diamati
dibawah mikroskop. d.
Metode supravital, adalah suatu metode untuk mempertahankan sediaan dari sel atau jaringan hidup.
e. Metode iris, adalah metode pembuatan preparat sediaan dengan jalan membuat
suatu irisan dengan tebal tertentu,sehingga dapat diamati dibawah mikroskop.
Selain metode pembuatan sediaan diatas diketahui suatu metode pengamatan kromosom yaitu metode kering udara air drying yang dikembangkan oleh Tsurusaki
1986. Dan telah digunakan oleh peneliti sebelumnya yaitu Tjong dan Roesma 1998 untuk menganalisis kariotipe Bajing Callosciurus natatus dan menganalisis
perdandingan kariotipe Ephilachna vigintloctupunctata antara forma A dan B.
Suntoro 1983, menyatakan fiksatif umumnya mempunyai kemampuan untuk mengubah indeks bias bagian-bagian sel, sehingga bagian-bagian dalam sel tersebut
mudah terlihat dibawah mikroskop dan memiliki kemampuan membuat jaringan mudah menyerap zat warna.
Universitas Sumatera Utara
Kromosom lebih mudah dilihat apabila dilakukan teknik pewarnaan khusus selama nukleus membelah. Ini disebabkan karna pada saat itu kromosom mengadakan
konteksi sehingga menjadi lebih tebal, lagi pula dapat menghisap zat warna lebih baik dari pada kromosom yang telah terdapat pada inti yang telah istirahat Suryo, 2003.
Dalam teknik-teknik pengecatan khusus apakah pengecatan flueresence yang terlihat dengan mikroskop diiluminisasi UV dengan Giemsa setelah pra-perlakuan
semua pasang kromosom manusia sekarang dapat dikenali satu-persatu lewat pola pemisaahannya. Ini bernilai tinggi dalam mengidentifikasi abnormalitas dan dalam
kejadian keterangkaian di mana sebelumnya mungkin terdapat kesulitan dalam mengidentifikasi kromosom tertentu. Giemsa adalah zat terkenal dan normalnya akan
pengecatan kromosom biru secara seragam, tetapi dengan perlakuan tripsin tiap kromosom menunjukkan pola pemitaan khas Clarke, 1996
Pewarnaan dengan giemsa 2 menunjukkan gambar kromosom yang lebih baik pada metafase baik untuk digunakan di laboratorium Maro et al., 2000.
Menurut Suntoro 1983, fiksasi adalah suatu usaha manusia mempertahankan elemen-elemen sel jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami
perubahan bentuk maupun ukuran. Hasil dari fiksasi ini adalah bahwa setiap molekul dari jaringan tetap berada pada tempatnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat