BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ulat sutera Bombyx mori L. merupakan salah satu jenis serangga yang mempunyai nilai ekonomis tinggi bagi manusia. Serangga tersebut adalah produsen serat sutera
yang merupakan bahan baku sutera dibidang pertekstilan, benang bedah, dan parasut dengan kulitas tinggi, belum bisa dikalahkan oleh serat sutera buatan Samsijah,
1983.
Ulat sutera adalah salah satu jenis serangga domestik dan mungkin tidak ada yang liar. Banyak jenis ulat sutera yang berbeda, dikembangkan dengan peternakan.
Terdapat kira-kira seratus jenis dalam famili ulat sutera dan kebanyakan terdapat di Asia Boror et al., 1992.
Kain sutera terkenal karena keindahan dan kehalusannya. Pakaian dari kain sutera walaupun mahal tetap saja diminati. Ulat sutera mengeluarkan air ludah atau
liur yang mengandung protein, itulah bahan pembentukan kokon. Kokon sebetulnya berfungsi sebagai pelindung dari proses perubahan ulat menjadi kepompong sebelum
akhirnya menjadi dewasa. Kokon-kokon ini dikumpulkan, kemudian diolah dengan sederhana ataupun canggih, diubah menjadi benang sutera. Selanjutnya benang ini
ditenun menjadi kain Tim penulis, 1992.
Disamping menghasilkan kain sutera ulat sutera bermanfaat pula dalam penelitian biologi, ekologi, genetika, fisiologi dan kimia. Manfaat serat sutera adalah
sebagai tekstil yang bermutu tinggi, bahan baku payung udara parasut dan benang bedah sutera KPSA, 1990.
Universitas Sumatera Utara
Produksi ulat sutera di Sumatera Utara sudah berhenti. Terkendala karena kurangnya bahan baku yaitu kokon dari ulat sutera yang dihasilkan tidak memenuhi
kebutuhan produksi mesin pintal yang besar. Sehingga persuteraan alam di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara menjadi terhenti, seperti PT. NOSDEC Sutera Alam
yang ada di Kabanjahe, Tanjung Morawa, dan Medan.
Untuk meningkatkan kualitas ulat sutera maka salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan penyinaran sinar ultraviolet. Dimana induksi sinar ultraviolet tidak saja
dapat meningkatkan keragaman genetik, tetapi juga mempercepat terjadinya variasi
pada suatu spesies Handayati, 2006. Altenburg dalam Stickberger, 1985 adalah
yang pertama kali menemukan bahwa pengaruh mutagenik sinar ultraviolet dalam penyinaran sel-sel tudung kutub telur Drosophila menyebabkan mutasi dimana terjadi
pengurangan dari sel-sel folikel. DNA dapat dirusak oleh ultraviolet sehingga dikatakan ultraviolet dapat menginduksi mutasi secara langsung akibat penyerapan
oleh purin dan purimidin dengan pembentukan timin dimer. Timin dimer merupakan salah satu pengaruh radiasi sinar ultraviolet pada DNA yaitu pembentukan ikatan
kimia abnormal melalui reaksi fotokimia. Timin dimer menyebabkan mutasi secara tidak langsung dengan cara merusak DNA double heliks sehingga saat reflikasi DNA
terjadi kesalahan. Gen- gen yang mengalami mutasi akan mengubah fenotip. Misalnya, suatu mutasi dapat merubah warna atau bentuk mata, tingkah laku, atau
menyebabkan kemandulan bahkan kematian Snustad et al., 1997. Salah satu hasil studi termasuk telur Drosophila yang dilakukan pada tahun 1934, ditemukan bahwa
radiasi sinar ultraviolet adalah penyebab mutagenik Klug Cummings, 1994.
Penelitian menunjukkan bahwa kromosom dapat mengalami perubahan susunan dan jumlah bahan genetiknya, yang mengakibatkan adanya perubahan
fenotipe, perubahan gen-gen yang berangkaian, dan perubahan nisbah yang diharapkan dalam keturunan. Peristiwa ini dinamakan aberasi kromosom Suryo,
1995. Kromosom dapat disusun dan dikelompokkan berdasarkan panjang dan bentuknya. Susunan kromosom yang berurutan menurut panjang dan bentuknya
disebut karyotipe karyon = inti, dan typos = bentuk Yatim, 1983.
Universitas Sumatera Utara
Induksi ultraviolet telah banyak dipelajari dalam bidang genetika yang dapat menyebabkan mutagenesis, namun sejauh ini belum ada penelitian tentang perubahan
fenotipe ulat sutera Bombyx mori L. yang diinduksi dengan sinar ultraviolet dan kariotipe kromosomnya sehingga perlu dilakukan penelitian.
1.2 Permasalahan