Dari Tabel 4.6 diatas diperoleh Nilai PR pada Bombyx mori L. yang paling besar adalah 9,47 yang terdapat pada kromosom no 1 dan yang paling kecil adalah
1,18 yang terdapat pada kromosom no 28. Sedangkan nilai IS yang paling besar adalah 100 yang terdapat pada kromosom no 27 dan 28 dan yang paling kecil adalah
17,85 yang terdapat pada kromosom no 20.
Berdasarkan panjang kromosom yang telah diketahui diatas maka selanjutnya akan dihitung persentase panjang relatif kromosom PR dan indeks sentromer
kromosom IS dengan menggunakan rumus Zhang 1996. Persentase panjang relatif kromosom PR diperoleh dari penjumlahan kromosom yang berlengan
panjang dan kromosom yang berlengan pendek dan dibagikan dengan panjang keseluruhan kromosom haploid. Dari PR digunakan untuk mengurutkan kromosom
menjadi karyotipe. Sedangkan persentase indeks sentromer IS diperoleh dengan membagikan panjang lengan pendek kromosom dengan kromosom lengan pendek
dijumlahkan dengan lengan yang panjang. IS ini digunakan untuk menentukan letak sentromer dan berfungsi untuk mengurutkan kromosom menjadi suatu kariotipe.
4.5 Kariotipe Bombyx mori L
Setelah diperoleh jumlah dan ukuran tiap-tiap kromosom dari Bombyx mori L. maka dapat disusun kariotipenya seperti gambar 4.7 dibawah ini.
Gambar 4.7 Karyotipe Kromosom Bombyx mori L. yang diurutkan berdasarkan panjang dan letak sentromer kromosom
Universitas Sumatera Utara
Menurut Lewin 1995, ketika membuat pemetaan kromosom atau kariotipe maka kromosom dicocokkan dalam pasangan yang homolog, selalu dari ukuran yang
terbesar sampai ukuran yang terkecil berdasarkan posisi sentromer. Karyotipe biasanya dipersiapkan dengan pemotong masing-masing pasang kromatid dan
mengaturannya dalam deretan menurut ukurannya Goodenough, 1984. Berdasarkan susunan ini jugalah dapat ditentukan perubahan kromosom yang mungkin terjadi
akibat kesalahan genetis atau mutasi.
Penelitian kromosom ini berhubungan dengan jumlah dan bentuk serta karakteristik pasangan kromosom pada saat pembelahan Stebbins, 1971; Sumner,
2003. Pada dasarnya penelitian kromosom dapat dibagi menjadi dua yaitu sitotaksonomi dan berhubungan dengan pengunaan data jumlah dan bentuk kromosom
untuk tujuan klasifikasi, sitogenetika dan berhubungan dengan pengamatan karakteristik pasangan atau perilaku kromosom pada saat mengalami pembelahan
Jones Luchsinger, 1979.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu sebagai berikut:
a. Peningkatan waktu penyinaran dengan lampu UV 30 Watt memberikan
pengaruh yang berbeda nyata melalui uji statistik pada panjang tubuh larva instar IV dan panjang tubuh ngengat sutera, sedangkan pada perlakuan panjang
larva instar V, panjang ukuran sayap dan panjang antena memberikan pengaruh yang tidak berbeda secara statistik.
b. Larva ulat sutera instar V yang ditemukan dalam perlakuan yaitu T0 kontrol
semua wild-type, pada T1 terdapat Inhibitor-f Lemon dan wild-type, pada T2 terdapat Inhibitor-f Lemon dan wild-type sedangkan pada T3 terdapat Dilute
black, Inhibitor-f Lemon dan wild-type. Ngengat sutera Bombyx mori L. mutan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pada perlakuan T0 kontrol
semua wild-type atau tipe liar, pada T1 adalah vestigial wings dan wrinkled wing, pada T2 adalah wrinkled wing, vestigial wings dan minute wings dan
pada T3 adalah minute wings dan vestigial wing dan sayap yang memiliki bintik hitam.
c. Karyotipe dari Bombyx mori L. memiliki jumlah kromosom sebanyak 28 2n
dan tipe kromosomnya adalah metasentris, submetasentris, dan telosentris. Ukuran kromosom terpanjang yaitu 1,14 µ m dan kromosom terpendek 0,15
µ m. Nilai PR pada Bombyx mori L. yang paling besar adalah 9,47 dan
yang paling kecil adalah 1,18 . Sedangkan nilai IS yang paling besar
adalah adalah 100 dan yang paling kecil adalah 17,85.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran