Induksi ultraviolet telah banyak dipelajari dalam bidang genetika yang dapat menyebabkan mutagenesis, namun sejauh ini belum ada penelitian tentang perubahan
fenotipe ulat sutera Bombyx mori L. yang diinduksi dengan sinar ultraviolet dan kariotipe kromosomnya sehingga perlu dilakukan penelitian.
1.2 Permasalahan
Diketahui bahwa radiasi sinar ultraviolet merupakan agen yang dapat mengakibatkan adanya mutasi geneti. Teknik mutasi ultraviolet terhadap ulat sutera
ini diharapkan dapat meningkatkan variasi, dan meningkatkan kualitas kokon. Altenburg dalam Strickberger, 1985 menemukan bahwa sinar UV merupakan sinar
yang dapat menyebabkan mutasi pada suatu spesies. Maka perlu dilakukan penelitian tentang perubahan fenotipe ulat sutera Bombyx mori L. yang diinduksi dengan sinar
ultraviolet dan kariotipe kromosom.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah ntuk mengetahui fenotipe ulat sutera Bombyx mori L. yang diinduksi dengan sinar ultraviolet dan
untuk mengetahui kariotipe kromosom ulat sutera Bombyx mori L..
1.4 Hipotesis Penelitian
a. Dengan mengunaan sinar ultraviolet akan menyebabkan perubahan fenotipe
pada ulat sutera Bombyx mori L.. b.
Dengan menggunakan metode kering udara akan dapat diketahui kariotipe ulat sutera Bombyx mori L.
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut: a.
Mengetahui fenotip ulat sutera yang diinduksi dengan sinar ultraviolet. b.
Sebagai informasi bagi yang berguna bagi semua pihak tentang kariotipe Bombyx mori L.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ulat Sutera Bombyx mori L.
Ulat sutera Bombyx mori L. merupakan serangga yang memiliki keuntungan yang ekonomis bagi manusia karena mampu menghasilkan benang sutera. Menurut Boror et
al., 1996, klasifikasi Bombyx mori L. adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia Filum
: Arthropoda Sub Filum
: Mandibulata Klass
: Insecta Sub Klass
: Pterygota Ordo
: Lepidoptera Family
: Bombycidae Genus
: Bombyx Spesies
: Bombyx mori L.
Gambar 2.1 Ulat sutera Bombyx mori L. instar V; A. Thorax dada B. Abdominal segment segmen perut C. Crescent D. Eye spots mata
E. Head kepala F. Caudal horn ekor G. Thorax legs H. Spiracles I. Stars spots J. Abdominal legs K. Caudal legs
Universitas Sumatera Utara
Larva ulat sutera mempunyai tanduk anal yang pendek dan memakan daun murbei. Larva ulat sutera ini tumbuh dan memintal kokon dalam waktu kira-kira enam
minggu. Apabila digunakan dalam kepentingan perdagangan, pupa dibunuh sebelum berubah menjadi ngengat, karena pemunculan ngengat akan merusak serat-serat di
dalam kokon. Tiap-tiap kokon terdiri dari satu benang tunggal yang panjangnya kira- kira 914 meter. Kira-kira diperlukan 3000 kokon untuk membuat satu pon sutera
Boror et al., 1992.
Selain Bombyx mori, ada juga jenis ngengat lain yang mampu menghasilkan sutera, yakni Antheraea pernyii yang hidup di China, Antheraea yamami yang hidup
di Jepang, dan Antheraea paphia yang hidup di India. Ketiga ngengat tersebut merupakan anggota keluarga Saturniidae yang juga berasal dari bangsa Lepidoptera.
Meskipun ulat dari ngengat-ngengat tersebut mampu menghasilkan sutera, tetapi hasilnya tidak terlalu baik jika dibanding dengan sutera dari ngengat Bombyx mori
Tim Penulis, 1992.
Gambar 2.2 Ngengat sutera Bombyx mori L. a. Ngengat Jantan, b. Ngengat Betina
2.1.1 Siklus Hidup Ulat Sutera
Menurut Jumar 2000, siklus hidup adalah serangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor serangga dalam pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi imago
dewasa. Perkembangan pasca-embrionik atau perkembangan insecta setelah menetas
Universitas Sumatera Utara
dari telur akan mengalami serangkaian perubahan bentuk dan ukuran mancapai serangga dewasa.
Perubahan bentuk dan ukuran yang bertahap ini disebut dengan metamorfosis. Ulat sutera sendiri adalah salah satu serangga yang mengalami metamorfosis
sempurna. Sepanjang hidupnya, ulat sutera telah mengalami empat fase, yaitu fase telur, fase larva, pupa dan imago. Pada fase larva terdapat beberapa tahap, yaitu instar
I, instar II, instar III, instar IV, dan instar V Katsumata dalam Ekastusi, 1992.
Gambar 2.3 Siklus Hidup Ulat Sutera Bombyx mori L. Sumber. http:img11 .images hack .usisilkworm.jpg
Universitas Sumatera Utara
Seperti halnya kupu-kupu, ngengat juga mengalami beberapa tahapan dalam hidupnya sampai menjadi dewasa. Berawal dari telur, menetas menjadi larva ulat,
kemudian berubah menjadi pupa yang terbungkus kokon dari sutera, dan akhirnya menjadi bentuk dewasa berupa ngengat. Rangkaian peristiwa ini dikenal dengan
istilah metamorfosis sempurna dan terjadi dalam waktu kurang lebih dari satu bulan. Dalam tahap ini mengalami perubahan yaitu telur berubah menjadi ulat dan kemudian
menjadi dewasa atau ngengat. Dalam peristiwa ini ada dua perubahan yang terjadi. Pertama, perubahan pada setiap telur menjadi bentuk ulat. Kedua, perubahan ulat
menjadi ngengat. Telur sutera menetas secara tidak langsung berubah jadi ngengat, tetapi terlebih dahulu menjadi ulat. Dalam pertumbuhannya ulat mengalami beberapa
kali pergantian kulit, karena kulitnya seakan-akan hanya mampu membungkus tubuh sampai pada tahap pertumbuhan tertentu. Untuk mencapai pertumbuhan berikutnya
diperlukan kulit baru untuk membungkus tubuh yang lebih besar Tim penulis, 1992.
Ngengat dalam hidupnya mengalami metamorfosis sempurna dengan bentuk yang berbeda antara satu fase dengan fase yang lain. Perubahan tersebut adalah dari
telur berubah menjadi larva, kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi imago bentuk dewasa, yakni berupa ngengat Guntoro, 1995.
Serangga mempunyai kelenjar yang mengeluarkan hormon yang disebut ekdison, yang merupakan suatu steroid. Ekdison selalu dianggap sebagai hormon yang
bertanggung jawab terhadap pergantian kulit serangga. Dapat ditunjukkan bahwa ekdison bekerja langsung pada kromosom. Hal ini dapat dilihat oleh adanya gejala
pembengkakan puffing pada kromosom setelah dikenai ekdison. Gejala ini adalah akibat pembuatan DNA dan RNA ditempat itu, yang berhubungan langsung dengan
sintesis proteinnya Sastrodihardjo, 1984.
Telur ulat sutera berbentuk agak gepeng dan kecil, ukurannya kira-kira 1,3 mm, lebar 1 m dan tebal 0,5 mm beratnya hanya ± 0,5 mg. Warna telur hari pertama
setelah telur keluar dari induk kupu adalah kuning sampai kuning susu. Pada telur ulat sutera polyvoltin warna tersebut hampir tidak berubah sampai kurang lebih 7-8 hari,
tetapi dalam 1-2 hari menjelang akan menetas akan berubah lagi menjadi abu-abu kebiruan KPSA, 1990.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Ciri-ciri Morfologi pada Mutan Ulat Sutera Bombx mori L.
Ulat sutera dewasa berwarna putih krem dengan beberapa garis kecoklat- coklatan pucat melintang pada sayap-sayap depan, dan mempunyai bentangan sayap
kira-kira 50 mm, tubuhnya besar dan berbulu. Ulat sutera dewasa tidak makan, jarang terbang, dan kadang-kadang hanya hidup beberapa hari saja. Masing-masing betina
bertelur sekitar 300-400 telur Boror et al., 1992.
Mutasi gen dapat menyebabkan berbagai perubahan dalam penampakan morfologi ulat sutera. Menurut Tazima 1978, ada beberapa karakteristik morfologi
ulat sutera Bombyx mori L. yaitu: a. Warna Tubuh
−
Lemon lem
Larva berwarna kuning terang karena memiliki 7,8-dehydropteridine sepiapterin dalam sel hypodermal mereka.
− Inhibitor-f Lemon i-lem
Larva pada i-lem ini lebih gelap dibandingkan dengan larva lem. −
Dilute Black bd Larva berwarna hitam keabu-abuan. Ngengat betina benar-benar steril
memproduksi telur mikropilar struktur yang tidak normal. Ngengat jantan subur tetapi tidak dapat melakukan pembuahan tanpa bantuan.
− Sooty so
Warna kepala hitam gelap, dada dan perut yang berbulu dalam larva maupun di ngengat. Pupa so adalah berwarna hitam pekat dan coklat kekuningan pada
normal.
b. Karakteristik Kepompong dan dewasa
Kepompong sutera memiliki bentuk elip dan berwarna coklat kekuningan. Bentuk yang terlihat adalah sayap menonjol dari dada, meluas ke segmen ke-2 bagian
perut di sisi vetral. Ngengat ditutupi dengan warna yang coklat gelap.
Universitas Sumatera Utara
i. Bentuk sayap
Untuk melihat bentuk sayap ngengat pada yang mutan dapat dilihat pada tahap pupa yaitu sebagai berikut:
− Wingless Flugellos fl
Kedua sayap anterior posterior tidak ada pada pupa maupun ngengat, sering mati, pendarahan pada wilayah perbatasan antara dada dan perut. Kaki ke 2 dan ke 3
ngengat mempunyai perkembangan yang buruk, pembuahan sulit bagi jantan. −
Vestigial vg Kedua sayap depan dan sayap belakang kurang berkembang.
− Micropterous mp
Bagian Sayap hanya terdapat pada segmen dada pada pupa, ukuran sayap yang muncul sekitar 80 dari normal.
− Minute Wing mw
Mirip dengan mp tapi sayap lebih pendek. −
Wrinkled Wing wri Sayap kurang berkembang, tidak diperpanjang sepenuhnya.
− Crayfish cf
Sayap pada anterior maupun posterior bengkak dan menonjol kearah luar dari tubuh, sehingga menghasilkan tampilan seperti udang karang. Sayap bengkak,
rapuh dan cenderung berdarah. −
Crayfish of-Eguchi cf-e Sangat mirip dengan cf.
ii. Karakteristik mata Warna mata berhubungan erat dengan warna pada telurnya. Gen warna pada
telur normal membuat mata berwarna hitam, gen merah pada telur membuat mata berwarna merah gelap, dan gen putih pada telur membuat mata berwarna putih tetapi
kadang-kadang tidak memberikan pengaruh yang sama.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Pakan Ulat Sutera