Pengertian Aqidah Konsep Pendidikan Aqidah Perspektif Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan

qur`an dan sunnah. Namun sungguh disayangkan, hari ini banyak sekali penyimpangan aqidah yang sudah menjadi tradisi, ajaran, atau sesuatu hal yang lumrah bahkan menjadi trend dikalangan masyarakat. Seperti percaya kepada kekuatan jimat, mempelajari ilmu kanuragan, mengikuti dan merayakan kebiasaan- kebiasaan agama lain seperti valentine, natal, dan lainnya. Sehingga keberhasilan tujuan pendidikan aqidah merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim yang ingin menjaga aqidahnya. Lebih jelas lagi, Syaikh Al Utsaimin juga menjelaskan tujuan pendidikan aqidah dengan membagi tujuan pendidikan aqidah dalam tujuh point, yaitu untuk mengihlaskan niat dan ibadah kepada Allah semata, membebaskan akal dan pikiran dari kekacauan, tidak cemas dalam jiwa dan tidak goncang dalam pikiran, meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan orang lain, bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dengan tidak menghilangkan kesempatan beramal baik, menciptakan umat yang kuat, serta meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. 3 Peneliti menyimpulkan bahwa maksud dari penjelasan tujuan pendidikan aqidah menurut Syaikh Shalih Fauzan selaras dengan pendapat Syaikh Al Utsaimin pada point pertama. Hanya saja, penjelasan Syaikh Al Utsaimin lebih lengkap dan lebih gamblang dari penjelasan Syaikh Shalih Fauzan. Adapun kesamaan pemahaman mereka dalam menjelaskan tujuan pendidikan aqidah dilatar belakangi oleh kesamaan 3 Tersedia di : http:forum.dudung.netindex.php?topic=348.0 2 Maret 2017 pendidikan agama yang berasal dari salah satu Ulama Arab Saudi yaitu Syaikh Abdullah bin Bazz.

3. Dasar-dasar Pendidikan Aqidah

Syaikh Shalih Fauzan menerangkan bahwa aqidah adalah taufiqiyah. Artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar`i. Tidak ada medan ijtihad dan berpendapat didalamnya terbatas dengan yang tertera didalam al-Qur`an dan al hadits. Oleh karena itu apa yang ada didalam alqur`an, maka wajib bagi mereka mengimaninya. Serta apa yang tidak tertera didalamnya, maka bagi mereka untuk menolaknya. 4 Artinya, apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam al-Qur`an dan Rasulullah dalam haditsnya merupakan landasan seorang muslim dalam beraqidah. Tidak dijadikannya akal sebagai landasan dalam beraqidah, dikarenakan mengingat tingkat akal manusia yang berbeda dan terbatas pada setiap individunya. Padahal, pembahasan aqidah tidak hanya hal-hal yang masuk akal dan logika, banyak pembahasan-pembahasan diluar nalar dan yang hanya membutuhkan rasa percaya. Seperti tentang keberadaan Allah, Surga dan Neraka, nikmat dan adzab kubur, padang masyar, sifat-sifat Allah seperti mempunyai kedua tangan, kedua mata, tertawa, senang, sedih, dan lainnya. Hal tersebut terjadi dikarenakan akal tidak mampu menjangkau masail ghaibiyah masalah-masalah yang bersifat ghaib, bahkan akal tidak mampu menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu. 4 Dr. Shalih Fauzan Al Fauzan, Kitab Tauhid Jilid I Jakarta ; Darul Haq, 2015, h. 6