terdapat  ketidak  setujuan  terhadap  golongan –  golongan  yang  melakukan  hal
tersebut  seperti  mu`tazilah,  murji`ah,  dan  lainnya.  Pendapat  tersebut  selaras dengan pendapat Syaikh Utsaimin yang mengatakan bahwa tauhid asma dan sifat
Allah  diimani  sebatas  lafzi  lafadz.
7
Adapun  yang  melatar  belakangi  kesamaan pendapat  mereka  yaitu  mereka  sama-sama  mengutip  pendapat  Syaikh  Ibnu
Taimiyah tentang masalah tauhid.
b. Al Wala wal Barra
Pembahasan Syaikh Shalih Fauzan yang terdapat dalam al wala wal barra yaitu menempatkan cinta dan benci sesuai pada tempatnya. Dan tolak ukur yang
dijadikan landasan cinta dan kebencian tersebut adalah Allah SWT. Artinya, kita wajib  mencintai  apa-apa  yang  yang  dicintai  Allah  dan  harus  membenci  kepada
segala hal yang dibenci Allah SWT. Syaikh  Shalih  Fauzan  menjelaskan  bahwa  al  wala  wal  barra  berasal  dua
suku  kata  yaitu  al  wala`  berarti  menjalin  hubungan,  mencintai,  menyayangi, loyal kepada sesama umat Islam dan  al barra`  yang berarti  memutus hubungan
atau ikatan hati dengan orang-orang kafir, sehingga tidak lagi mencintai mereka, membantu dan menolong mereka serta tidak lagi bersama mereka.
8
Dalam pemahaman al wala`, beliau berpendapat bahwa  hak tauhid adalah mencintai  ahlinya.  Al  wala  hanya  diperuntukkan  bagi  orang  Islam  karena  loyal
kepada  umat  Islam  merupakan  kebajikan  besar  sedangkan  loyal  kepada  orang
7
Online, tersedia di : http:www.pembela-aswaja.blogspot.com.201110konsep-tauhid- ibnu-taimiyah 3 Maret 2017
8
Opcit, h.143
kafir  merupakan  masalah  yang  besar.  Dan  sangat  jelas  bahwa  loyalitas  yang diperuntukkan kepada orang kafir tidak berguna disisi Allah SWT.
9
Sedangkan  dalam  memahami  al  barra,  Syaikh  Shalih  Fauzan menjelaskan  bahwa  al  barra  merupakan  lawan  kata  dari  al  wala`.
Penempatan  al  barra`  ditujukan  kepada  orang-orang  non  muslim  serta orang-orang
yang mengingkari
Allah dan
Rasulnya. Didalam
implementasi  al  barra`  beliau  memaparkan  10  hal  yang  tidak  boleh dilakukan seorang muslim, antara lain :
1. Menyayangi para ahli maksiat.
2. Menyambut  dan  ikut  merayakan  hari  raya  atau  pesta  orang-orang  kafir
serta berbelasungkawa pada hari duka mereka. 3.
Meminta bantuan kepada orang-orang kafir 4.
Mengutamakan tinggal dan bekerja di negara kafir 5.
Meniru kaum kuffar 6.
Taqlid dengan mereka 7.
Meniru ajaran agama mereka 8.
Mendirikan  bangunan  diatas  kuburan,  mengkultuskan  makhluq disamping Allah, dll
9. Meniru kebi`dahan mereka dalam hari raya mereka yang bathil
10. Meniru adat istiadat mereka yang kotor dan buruk.
9
Dr. Shalih Fauzan Al Fauzan, Kitab Tauhid  Jilid III  Jakarta ; Darul Haq, 2015, h. 145
Syaikh Shalih
Fauzan dikenal
memiliki pemahaman
yang cenderung  keras  terhadap  ahli  maksiat  dan  orang-orang  non  Muslim.
Padahal  dengan  pemikiran  seperti  itu,  secara  tidak  langsung  beliau seperti  sedang  melawan  arus  yang  begitu  deras.  Karena  di  Negara
asalnya  Arab  Saudi  kerja  sama  antara  Arab  dan  Amerika  begitu  erat khususnya  dalam  hal  minyak  bumi.  Namun  hal  tersebut  ternyata  tidak
menyurutkan keinginan beliau dalam menyampaikan kebenaran. Dalam  pembahasan  tentang  alwala  dan  barra`,  Syaikh  yazid  abdul
qadir  jawaz  juga  berpendapat  bahwa  al  wala`  berarti  penyesuaian  diri seorang  hamba  terhadap  apa  yang  dicintai  dan  diridhoi  Allah  berupa
perkataan, perbuatan,
keyakinan, kepercayaan
serta orang
yang melakukannya.  Sedangkan  al  barra`  berarti  penyesuaian  diri  seorang
hamba  terhadaap  apa  yang  dibenci  dan  dimurkai  Allah  berupa  perkataan, perbuatan,
keyakinan dan
kepercayaan serta
orang. Jadi,
beliau menambahkan  bahwa  ciri  utama  al  wala`  dan  al  barra  adalah  mencintai
apa  yang  dicintai  Allah  dan  membenci  apa  yang  dibenci  Allah  secara terus menerus dan komitmen.
10
Adapun  kesamaan  pendapat  mereka  dalam  menjelaskan  al  wala dan  al  barra  adalah  menempatkan  Allah  sebagai  tolak  ukur  cinta  dan
benci.  Maksudnya  adalah  mencintai  apa  yang  dicintai  Allah  dan
10
Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, Syarah Aqidah Ahlu Sunnah wal Jamaah, Jakarta, Pustaka Imam Syafi`i, 2004 h.494