Dasar-dasar Pendidikan Aqidah Konsep Pendidikan Aqidah Perspektif Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan

4. Metode Pendidikan Aqidah

Tidak tertulis secara langsung tentang metode pendidikan aqidah Syaikh Shalih Fauzan. Namun ada beberapa metode pendidikan aqidah yang dapat diangkat melalui tulisan-tulisan beliau didalam buku At Tauhid adalah sebagai berikut : a. Metode Nasihat Metode nasihat yang diungkapkan Syaikh Shalih Fauzan yaitu nasihat agar peserta didik memurnikan aqidah serta menjauhi hal-hal yang dapat merusa aqidah seperti syirik, kufur, bid`ah, nifaq dan tasyabbuh, dan lainnya. b. Metode Targhib motivasi Metode Targhib motivasi yang dikemukakan beliau yaitu dengan memotivasi peserta didik dengan dalil-dalil dari alqur`an dan hadits tentang beruntungnya bagi manusia yang mampu menjaga aqidahnya maka akan mendapatkan pengampunan dan balasan Syurga dari Allah SWT. c. Metode tanya jawab Didalam metode ini Syaikh Shalih Fauzan mengajarkan kepada peserta didik agar senantiasa mempeajari agama khususnya aqidah, kritis, dan menjauhkan diri dari segala bentuk taqlid buta. d. Metode kisah Syaikh Shalih Fauzan didalam tulisannya mengemukakan kisah orang-orang yang beruntung karena senantiasa memurnikan aqidahnya dan orang-orang yang merugi karena merusak aqidahnya. Metode kisah berfungsi agar peserta didik mendapatkan pelajaran melalui pengalaman-pengalaman umat-umat dahulu.

5. Ruang Lingkup Materi Aqidah Syaikh Shalih Fauzan

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya tentang ruang lingkup materi pendidikan aqidah, yaitu suatu hal yang mencakup materi-materi yang berkenaan dengan pendidikan aqidah. Adapun ruang lingkup materi pendidikan aqidah yang dibahas dalam konsep pendidikan aqidah perspektif Syaikh Shalih Fauzan meliputi Tauhid, al wala` wal baraa`, rukun iman, dan penyimpangan aqidah :

a. Tauhid

Tauhid merupakan bagian dari aqidah yang tidak boleh terpisahkan dan merupakan landasan diterimanya amal ibadah. Didalam pengertian tauhid itu sendiri, Syaikh Shalih Fauzan menjelaskan bahwa tauhid berarti mengesakan Allah dalah hal-hal yang menjadi kekhususan baginya. Adapun yang dimaksud beliau dengan kekhususan Allah meliputi tauhid rububiyah yaitu mengesakaan Allah dalam segala perbuataannya dengan meyakini bahwa Allah yang menciptakan dan pemberi rezeki kepada segenap makhluq, tauhid uluhiyah yang berarti mengesakaan Allah dengan perbuatan hamba yang disyariatkan dengan niat taqorub kepada Allah, dan asma wa sifat yaitu beriman kepada nama-nama dan sifat Allah tanpa menghilangkan makna sifat Allah dan mempersoalkan haakikat asma dan sifat serta penyerupaan dengan makhluqnya. Beliau menjelaskan, adanya persoalan yang terdapat dalam tauhid disebabkan adanya pengingkaran baik sebagian maupun secara keseluruhan. Padahal mengingkari salah satunya saja sudah dapat dikatakan sebagai kesyirikan. Orang-orang jahiliyah terdahulu seperti Abu Jahal, Umayyah, dan lainnya percaya bahwa Allah yang menciptakan, memelihara, serta memberi rezeki kepada mereka. Namun sungguh disayangkan, dalam hal tauhid uluhiyah, mereka lebih memilih beribadah melalui perantara patung-patung dan berhala- berhala yang mereka buat sendiri. Sehingga Rasulullah mengabarkan bahwa mereka tetap termasuk penghuni Neraka. Syaikh Shalih menjelaskan, jika tauhid rububiyah merupakan bentuk keimanannya kepada Allah, maka tauhid uluhiyah adalah bentuk realisasi keimanan tersebut dengan cara memurnikan segala macam ibadah hanya kepada Allah. Ulama lainnya seperti Syaikh Utsaimin sependapat dengan Syaikh Shalih Fauzan dengan mengatakan barang siapa percaya akan tauhid rububiyah Allah, hendaknya dia tuangkan kedalam bentuk ibadah yang murni dan ikhlas hanya kepada Allah. Sedangkan pemahaman Syaikh Shalih Fauzan akan asma dan sifat Allah terbatas pada kewajiban untuk mengimani seluruh nama dan sifat Allah tersebut tanpa menjelaskan, menganalogikan, mempersoalkan, mengurangi dan menghilangkan makna, serta menyerupakan asma dan sifat Allah dengan apapun kecuali hal tersebut telah dijelaskan oleh Allah dan Rasulullah itu sendiri. 6 Beliau sangat melarang kaum muslimin memaksakan akal dan kehendaknya untuk menjelaskan asma dan sifat Allah. Dan didalam pembahasan beliau, 6 Dr. Shalih Fauzan Al Fauzan, Kitab Tauhid Jilid III Jakarta ; Darul Haq, 2015, h.99