Kehilangan Pascapanen Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra produksi Pisang Kabupaten Cianjur)

12

2.3 Kehilangan Pascapanen

Di Indonesia misalnya, sayur-sayuran dan buah-buahan banyak yang mengalami kerusakan sebelum sempat dikonsumsi. Jumlah kerusakan kira-kira meliputi 35-40 persen, sedangkan 60 persen dari sisanya sebagian besar dijual dalam bentuk sayur-sayuran dan buah- buahan segar atau diolah. Kerusakan bahan-bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi, dan kapang; aktivitas enzim-enzim didalam bahan pangan; serangga, parasit dan tikus; suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan; kadar air; udara, terutama oksigen; sinar matahari dan jangka waktu penyimpanan Winarno et al., 1980. Kehilangan susut bobot pada buahan pada umumnya terjadi akibat dari perubahan kadar air yang terkandung pada buahan dan proses yang terjadi akibat pengaruh dari luar seperti penanganan pascapanen sampai pada proses pemasaran. Sayur-sayuran dan buah-buahan serta hasil pertanian pada umumnya setelah dipanen kalau dibiarkan begitu saja lama-kelamaan akan mengalami perubahan-perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis. Perubahan perubahan fisiologis dan kimiawi tersebut ada yang menguntungkan, tetapi kalau tidak dikendalaikan akan sangat merugikan. Banyak sekali buah dan sayuran di Indonesia yang mengalami kerusakan kebusukan sebelum sempat dikonsumsi. Jumlah yang hilang karena kerusakan ini diperkirakan mencapai 35-40 Muchtadi, 1992. Kehilangan pascapanen selain berpengaruh terhadap kuantitas, juga dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas produk. Kehilangan kuantitas adalah hilangnya produk pascapanen yang ditunjukkan oleh berkurangnya volume atau berat produk, sedangkan kehilangan kualitas dikaitkan dengan berubah ke arah menurunnya komponen nutrisi produk pascapanen. Berkurangnya volume atau berat produk pascapanen berkaitan erat dengan proses fisiologi yang masih terus berlangsung pada produk setelah dipetik dari tanaman. tanpa adanya pasokan bahan nutrisi dan air, produk mengalami penyusutan. Sementara itu, beruabah atau menurunnya kandungan nutrisi dalam produk pascapanen berkaitan erat dengan proses biokimia produk, yaitu tidak lancarnya daur Krebbs dalam produk Soesanto, 2010. Menurut Winarno dan Aman 1981, secara kualitatif dapat diketahui bahwa hasil-hasil pertanian setelah di panen mengalami kerusakan yang diperkirakan 20-40. Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan karena beberapa hal, antara lain seperti panen yang terlalu matang. Berbagai kegiatan pertanian berpotensi menimbulkan kerusakan pada bahan yang diproses. Sebagai akibatnya, kualitas produk menjadi menurun dan dalam banyak kasus terjadinya kerusakan mekanis diikuti dengan pembusukan yang berlangsung cepat sehingga pada akhirnya bahan menjadi rusak total. Untuk penyimpanan dalam waktu lama, adanya bahan yang membusuk dapat merusak bahan lainnya. Jadi dapat dipahami bahwa menurunnya tingkat kerusakan mekanik mempunyai arti ekonomi yang penting. Setelah dipanen buah dapat rusak karena beberapa macam hal kerusakan yang terjadi pada buah akan menurunkan mutunya. Bila tidak ditangani dengan baik kerusakan ini dapat menimbulkan kerugian-kerugian yang lebih banyak. Menurut Satuhu 1993, kerusakan kerusakan buah dapat berupa: 1. Kerusakan fisik Kerusakan ini terjadi karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya karena pendinginan chilling injury. Dapat juga karena proses pemanasan atau case hardening yakni kerusakan dengan penggunaan suhu tinggi pada proses pengolahan. Akibat lanjutnya penampilan dan rasa buah menjadi berubah. Kerusakan fisik sangat mempengaruhi mutu dan daya simpan. 13 2. Kerusakan biologi Kerusakan biologi disebabkan karena serangan serangga, binatang pengerat dan sebagainya. Masuknya ulat serangga kedalam buah dapat merusak bagian dalam buah. Selain itu memudahkan mikroba perusak masuk sehingga buah cepat menjadi busuk. 3. Kerusakan kimia Rusaknya kandungan zat-zat kimia pada buah karena hal apapun digolongkan kerusakan kimia. Kerusakan ini biasanya berhubungan dengan kerusakan biologi atau fisika. Misalnya aktifnya enzimatis karena kerusakan sebelumnya. Penyimpanan pada suhu tinggi dapat pula menyebabkan rusaknya kandungan kimia. 4. Kerusakan mikrobiologi Bermacam-macam kapang, bakteri maupun jamur mempunyai daya perusak. Buah akan menjadi busuk. Akibat serangan jasad renik tersebut. Luka pada permukaan kulit buah akan mempercepat terjadinya kerusakan. 5. Kerusakan mekanik Kerusakan mekanik terjadi akibat adanya benturan-benturan mekanis. Luka mekanik dapat terjadi pada saat pemanenan, sortasi, pengemasan, juga saat pengangkutan. Menurut Prabawati et al 2008, memar pada buah pisang yang sering terjadi selama penanganan dan distribusi dapat merupakan kerusakan yang merugikan. Memar mengakibatkan rusak pada kulit dan daging buah yang sangat nampak ketika buah telah matang. Berikut beberapa penyebab memar: a. Memar karena benturan. Terjadi karena terbentur akibat dijatuhkan pada permukaan yang lebih keras, misalnya buah pisang yang dilemparkan saat pemuatan dalam kemasan, atau buah pisang yang telah berada dalam kemasan jatuh atau dilemparkan saat memuat dalam angkutan. Untuk mengurangi kerusakan tersebut, dapat digunakan lapisan atau bantalan pada dasar kemasan dan penanganan yang lebih hati-hati. b. Memar akibat tekanan. Buah pisang dalam kemasan dapat mengalami kerusakan jika kemasan tidak kuat menahan tumpukan dari kemasan di atasnya. Memar akibat tekanan juga dapat terjadi akibat tumpukan antar buah pisang dalam kemasan. Buah pada bagian bawah tertekan pisang yang berada di atasnya jika tanpa disusun dengan baik dan diberi lapisan penyekat. c. Memar akibat gesekan. Kerusakan ini dapat dihindari bila penyusunan buah pisang dalam kemasan rapat dan tidak memungkinkan buah bergerak. Kondisi buah-buahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Faktor-faktor prapanen Faktor prapanen sangat berpengaruh terhadap kulitas buahan yang dihasilkan. Faktor- faktor prapanen meliputi kondisi lingkungan selama proses pertumbuhan, tingkat kemasakan, kehadiran hama dan penyakit, kultivar yang ditanam, dan tindakan-tindakan perawatan yang dilakukan selana proses pertumbuhan lainnya Fery et al., 1991. Menurut Pantastico 1986, faktor prapanen dipengaruhi oleh dua yaitu faktor-faktor lingkungan dan pembudidayaan. Faktor lingkungan mencakup suhu, RH, Cahaya, tekstur tanah, angin, ketinggian, letak dan curah hujan. Yang termasuk pengaruh pembudidayaan adalah nutrisi mineral, pengolahan lahan, pemangkasan, penjarangan, penyemprotan dengan bahan-bahan kimia, bibit, jarak tanam, irigasi dan pengatusan, dan pembuatan lingkaran disekitar pohon. 14 2. Faktor-faktor panen dan pascapanen Cara panen dan waktu panen petik buah pisang menentukan kualitas buah yang dihaslikan. Oleh karena itu, cara panen dan waktu panen harus dilakukan dengan baik dan benar serta tepat waktu. Pemanenan pisang harus disesuaikan dengan keperluan. Pemanenan yang terlalu cepat akan mempengaruhi mutunya. Mutu buah pisang akan rendah walaupun daya simpannya lebih lama. Demikian sebaliknya, bila pemananenan terlalu lambat, maka buah pisang tidak cocok lagi untuk diekspor, Karena akan cepat busuk Satuhu dan Supriyadi, 1992. Menurut Zulkarnain 2009 penanganan pascapanen yang tidak tepat akan menyebabkan buah menjadi memar akibat saling berbenturan satu sama lain atau menjadi lembek akibat tingginya laju respirasi, yang semuanya bermuara pada pembusukkan. Pembusukkan ini akan semakin dipercepat oleh kontaminasi mikroorganisme pathogen, seperti cendawan dan bakteri, selama proses pengangkutan dan penyimpanan. 3. Faktor transportasi dan pemasaran Pengangkutan buah-buahan dengan jalan darat pada umumnya menggunakan truk dan pick up tanpa pendinginan. Untuk pengangkutan jarak jauh dalam satu pulau, yang lebih dari jam sebaknya menggunakan kereta api dengan gerbong pendingin. Sedangkan pengangkutan kurang dari 5 jam dapat melalui jalan raya tanpa truk pendingin Purwadaria, 1992. Menurut Purwadaria 1992 menyatakan bahwa goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta dapat mengakibatkan kememaran, susut berat, memperpendek masa simpan. Hal ini terutama terjadi pada pengangkutan buah-buahan dan sayuran yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan, dan susunan kemasan di dalam pengangkutan. Perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan kerusakan yang diderita oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30-50. Pada umumnya hambatan-hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan penanganan pascapanen yang tidak sempurna walaupun mutu pada waktu pemanenan sudah baik. Kegiatan penanganan pascapanen meliputi masalah tempat pengumpulan, grading, sortasi, pengemasan pengangkutan, dan pemasaran atau distribusi. Menurut Pantastico 1986, tiga persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengangkutan bahan-bahan makanan yang mudah rusak adalah: Penyampaian barang-barang dengan cepat dan tepat, Pengemasan dan kondisi pengangkutan yang tepat untuk menjamin terjaganya mutu yang tinggi. Harapan adanya keuntungan yang cukup dari hasil yang bersangkutan untuk dapat membenarkan penggunaan fasilitas pengangkutan yang memadai.

2.4 Standar Mutu Pisang Ambon Kuning