D. Perlindungan Terhadap Korban Trafficking Ditinjau Menurut Konvensi
ILO No.182
Organisasi Buruh Internasional International Labour Organization, disingkat ILO adalah sebuah wadah yang menampung isu buruh internasional di
bawah PBB
. ILO didirikan pada 1919
sebagai bagian Persetujuan Versailles
setelah Perang Dunia I
. Organisasi ini menjadi bagian PBB Perserikatan Bangsa Bangsa, setelah pembubaran
LBB Liga Bangsa Bangsa dan pembentukan
PBB pada akhir
Perang Dunia II .Dengan
Deklarasi Philadelphia 1944
organisasi ini menetapkan tujuannya. Sekretariat organisasi ini dikenal sebagai Kantor Buruh
Internasional dan ketuanya sekarang adalah Juan Somavia
. Organisasi Perburuhan Internasional ILO adalah salah satu lembaga
PBB yang mempunyai bidang pekerjaan spesifik. Lembaga ini untuk bekerja dalam isu-isu perburuhan, dengan memperhatikan HAM, keadilan sosial dan
kesetaraan gender. ILO bertanggung jawab untuk merumuskan standar dan pedoman perburuhan internasional guna mengatasi kekerasan di bidang
perburuhan dan perlakuan kejam terhadap tenaga kerja. Standar ini mempunyai dua bentuk konvensi dan rekomendasi. Konvensi ILO adalah traktat internasional,
yang harus diratifikasi oleh negara-negara anggota ILO.
Rekomendasinya merupakan instrumen yang tidak mengikat yang menetapkan pedoman untuk kebijakan dan aksi nasional. Kedua bentuk itu
ditujukan untuk mengubah kondisi dan praktik kerja. Negara-negara yang telah meratifikasi konvensi ILO diwajibkan untuk mengajukan laporan berkala kepada
ILO tentang penerapan konvensi ILO dalam hukum dan praktik.
Universitas Sumatera Utara
Laporan ini dilengkapi dengan informasi dari organisasi perusahaan dan buruh untuk memastikan bahwa laporan itu mencerminkan situasi nasional
dengan tepat. ILO memberikan bantuan dan dukungan teknis bagi negara yang membutuhkan dan meminta bantuan untuk memperbaiki penerapan standar ILO
di negara itu. Berdasarkan Konstitusi ILO, diketahui bahwa ILO merupakan suatu
organisasi internasional yang bersifat permanen yang didirikan atas persetujuan antar pemerintah, dengan tujuan yang luas yakni untuk menciptakan perdamaian
dunia yang bersifat universal dan abadi melalui penciptaan keadilan sosial di sektor kehidupan perburuhan yang sering kali dikaitkan dengan ketidakadilan,
kesukaran hidup, dan lain sebagainya yang dapat mengancam perdamaian dan ketentraman dunia
ILO mempunyai dua Konvensi yang memberi batasan dan melarang kerja paksa, yaitu :
1. Konvensi ILO nomor 29 tahun 1930, membahas tentang kerja paksa, larangan
kerja paksa, dan penghapusan kerja paksa, adapun tujuan Konvensi adalah untuk mengakhiri semua kerja paksa atau wajib kerja, ILO didirikan sebagai
lembaga otonom yang berasosiasi dengan Perserikatan Bangsa - Bangsa. PBB pada tanggal 14 Desember 1946.
34
Konvensi ILO No. 29 Tahun 1930 tidak ditujukan khusus untuk pekerja anak, namun karena Konvensi ini
melarang secara tegas segala bentuk kerja paksa, maka konvensi ini dapat digunakan sebagai salah satu instrumen standar perburuhan bagi masalah
34
. M.Joni, Z. Tanamas , op cit, hal 65.
Universitas Sumatera Utara
eksploitasi anak yang diakibatkan oleh perbudakan slavery kontemporer lainnya, misalnya saja dalam masalah pelacuran anak-anak. Kerja paksa atau
wajib secara luas didefinisikan sebagai: “Semua kerja atau jasa yang dituntut dari seseorang di bawah hukuman dan bahwa si pekerja tidak menawarkan
jasanya secara sukarela
35
.” Negara-negara peratifikasi harus menghukum orang-orang yang menggunakan secara ilegal kerja paksa atau kerja yang
diwajibkan dan harus memastikan bahwa hukuman yang dijatuhkan setimpal dan benar-benar dilaksanakan.
36
2. Konvensi ILO No. 105 Tahun 1957 mengenai Penghapusan Kerja Paksa
memperkuat Konvensi sebelumnya mengenai kerja paksa. Sementara Konvensi No. 29 Tahun 1930 mengusahakan secara umum kerja paksa dengan
pengecualian beberapa macam kerja wajib, Konvensi No. 105 Tahun 1957 menentukan penghapusan kerja paksa untuk lima situasi khusus yang
berhubungan dengan penindasan politis, yaitu kerja paksa atau wajib kerja yang digunakan
37
yaitu : a. Sebagai cara untuk menjalankan penindasan atau pendidikan politik atau
sebagai hukuman bagi pandangan ideologis yang bertentangan dengan sistem dan ideologi politik yang mapan;
b. Sebagai metode untuk mengerahkan tenaga kerja untuk maksud-maksud pengembangan ekonomi;
c. Sebagai cara untuk mendisiplinkan tenaga kerja; d. Sebagai hukuman atas keikutsertaan dalam pemogokan;
35
Lihat pasal 2.1 Konvensi Kerja Paksa ILO Nomor 105 Tahun 1957..
36
Lihat pasal 25 Konvensi Kerja Paksa ILO Nomor 105 Tahun 1957.
37
Lihat pasal 1 Konvensi Penghapusan Kerja Paksa ILO Nomor 105 Tahun 1957
Universitas Sumatera Utara
e. Sebagai cara untuk melakukan diskriminasi rasial, sosial, nasional, dan agama.
Menurut Konvensi ini, setiap negara harus mengambil langkah- langkah efektif untuk mengakhiri semua bentuk kerja paksa atau kerja wajib
menyeluruh secepatnya sesuai dengan maksud di atas.
38
Pengaturan Mengenai Batas Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja
Dalam bagian ini akan dibahas beberapa hal penting dalam Konvensi ILO mengenai batas usia minimum yang masih berlaku yaitu Konvensi mengenai
Batas Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja Konvensi No. 139 Tahun 1973.
Konvensi Usia Minimum kerja ILO Nomor 138 tahun 1973 dan Rekomendasi No. 146 mengenai Batas Usia Minimum Diperbolehkan Bekerja,
mewajibkan negara yang meratifikasi Konvensi ini untuk membuat kebijakan nasional, adalah perangkat internasional yang paling lengkap untuk
menghapuskan pekerja anak
39
dalam hal : 1.
Menjamin penghapusan pekerja anak secara efektif . 2.
Kebijakan yang sama harus ditujukan untuk menaikkan usia minimum untuk bekerja pada tingkat yang sesuai dengan pertumbuhan mental dan fisik anak
secara penuh.
38
Lihat pasal 2 Konvensi Penghapusan Kerja Paksa
39
Pasal 1 angka 26 UU Ketenagakerjaan mendefinisikan bahwa: ” anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 delapan belas tahun ”
Secara khusus UU Ketenagakerjaan tidak memberi batasan tentang pekerja anak, batasan yang dapat digunakan antara lain : a. pekerja anak adalah yang bekerja baik sebagai tenaga
upahan meupun pekerja keluarga. b. Pekerja anak adalah anak yang bekerja di sektor formal maupun informal dengan berbagai status hubungan kerja, lihat Indrasari Tjandraningsih dan
Popon Anarita, Pekerja Anak di Perkebunan Tembakau, Akatiga, Bandung, 2002, hal 2.
Universitas Sumatera Utara
3. Negara harus merinci usia minimum yang diberlakukan dan sebagai pegangan
ditentukan tidak lebih rendah dari usia 15 tahun atau sampai batas usia wajib sekolah.
4. Khusus bagi negara sedang berkembang batas usia minimum 14 tahun,
diperbolehkan. Pengecualian yang dimuat dalam konvensi ini, bagi negara untuk tidak
mengikuti peraturan usia minimum dengan pilihan: a.
Pekerjaan tertentu yang tidak termasuk pekerjaan yang berbahaya. b.
Adanya izin untuk pekerjaan ringan yang tidak membahayakan kesehatan dan perkembangan anak dan yang tidak menghalangi waktu anak untuk
bersekolah, ini ditentukan oleh pemerintah, dari usia 13 tahun 12 tahun jika usia minimumnya 14 tahun.
c. Ijin untuk anak berpartisipasi dalam pertunjukan kesenian diberikan kasus per
kasus.
40
Konvensi ini berusaha memberikan pengertian tentang buruh anak child labour
yaitu semua pekerjaan yang dapat merugikanmengganggu keamanan, kesehatan, dan pertumbuhanperkembangan anak.
Dalam Konvensi ini anak diperbolehkan untuk bekerja asal tidak berusia kurang dari 15 tahun.
41
Namun terdapat pengecualian untuk negara-negara berkembang dapat menetapkan usia minimum 14 tahun
42
.
40
Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Medan, 2010, hal 62.
41
Lihat pasal 2 3 Konvensi Penghapusan Kerja Paksa
42
Lihat pasal 7 4 Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 Tentang Usia Minimum Kerja.
Universitas Sumatera Utara
Untuk pekerjaan ringan yang tidak membahayakan kesehatan dan perkembangan anak-anak dan tidak mengganggu pendidikan sekolah mereka, usia
minimum ditetapkan 13 tahun dan pengecualian 12 tahun bagi negara-negara berkembang.
43
Dalam rekomendasi No.146, diatur hal-hal yang lebih rinci dan teknis mengenai konvensi, juga merinci berbagai kebijakan nasional yang mungkin
dapat dilaksanakan berkaitan dengan permasalahan pekerja anak ini. Rekomendasi ini juga menyatakan bahwa negara peserta harus memberikan
perhatian terhadap penerapan usia minimum dalam kebijakan nasionalnya, dan juga perhatian khusus pekerjaan yang membahayakan.
Tidak semua pekerjaan dapat diberlakukan terhadap anak, dalam hal ini ada kategori pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dianggap tidak baikburuk
Selain Undang-Undang Ketenagakerjaan, ada peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan Pekerja Anak yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999, yaitu UU yang meratifikasi Kovensi
ILO Nomor 138 Tahun 1973, Tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan bekerja
b. Undang-Undang nomor 19 Tahun 1999 yaitu meratifikasi Konvensi ILO
Nomor 105 tahun 1957, tentang Penghapusan Kerja Paksa Abolition of Forced Labour Convention
.
43
Lihat pasal 3 1 Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 Tentang Usia Minimum Kerja.
Universitas Sumatera Utara
c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000, meratifikasi Konvensi ILO nomor 182
mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapus Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Buat Anak.
d. KEP 235MEN2003 Tentang jenis-jenis Perjaan yang Membahayakan
Kesehatan Keselamatan atau Moral Anak. e.
KEP 15MEN VII2004, Perlindungan bagi anak yang melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat
f. UU Nomor 13 Tahun 2003, tentang ketenagakerjaan. Dalam Bab X khusus
menyangkut perlindungan atas pekerja anak, perempuan, dan penyandang cacat
44
. g.
UU nomor 39 tahun 2004, tentang PPTKI, diperuntukkan bagi pekerja buruh migran UU ini sesungguhnya secara langsung berkenaan dengan pencegahan
dan upaya penanggulangan perdagangan tenaga kerja perempuan dan anak ke luar wilayah negara Indonesia, dinyatakan bahwa tenaga kerja Indonesia di
luar negeri sering dijadikan objek perdagangan manusia termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas
harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.
45
.. Konvensi ILO Nomor 111 tahun 1958 tentang Diskriminasi Kesempatan
Kerja dan Jabatan yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 21 Tahun 1999 pada
44
Agusmidah, Tenaga Kerja Indonesia, Perdagngan Manusia Human Trafficking dan Upaya Penanggulangannya Sudut Pandnag Hukum Ketenagakerjaan, Makalah pada Dialog
Interaktif IKA FH-USU , Medan 30 Agustus 2007, hal 8.
45
Lihat diktum Menimbang pada poin c dalam UU nomor 39 tahun 2004.. Menurut Agusmidah, Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia diLuar
Negeri pada UU Nomor 39 tahun 2004 masih belum cukup perlindungan, karena substansi UU masih belum jelas dan tidak tegas terhadap penegakan dan penerapan sanksi
Universitas Sumatera Utara
tanggal 7 Mei 1999 pada pasal 1 a menetapkan bahwa istilah diskriminasi meliputi :
a. Setiap perbedaan, pengecualian atau pengutamaan atas dasar ras, warna kulit,
agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal usul, sosial yang berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam
pekerjaan atau jabatan b.
Pembedaan, pengecualian atau pengutamaan lainnya yang berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam
pekerjaan atau jabatan sebagaimana ditentukan oleh anggota yang bersangkutan setelah berkonsultasi dengan wakil organisasi pengusaha dan
pekerja, jika ada dan dengan badan lain yang sesuai. 5. Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 Mengenai Pelarangan dan Tindakan
Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak Konvensi ini disetujui dalam sidang ILO ke-87 pada bulan Juni 1999 dan
mulai berlaku sejak tanggal 19 November 2000, dan pemerintah Indonesia mengesahkan Konvensi ILO tersebut dengan mengesahkan dalam Undang–
Undang Nomor 1 Tahun 2000 Konvensi ILO nomor 182. Kewajiban-kewajiban negara yang telah meratifikasi Konvensi ILO ini,
dinyatakan dalam pasal 1 Konvnesi ILO sebagai berikut : “ Pemerintah wajib mengambil tindakan segera untuk menjamin
Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak, sebagai hal yang mendesak, dalam pasal ini juga ditegaskan
bahwa naskah asli Konvensi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang.”
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pasal 3 Konvensi, yang dimaksud dengan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak yaitu :
1. Segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan, seperti
penjualan dan perdagangan anak-anak, pembayaran hutang debt bondage dan penghambaan serta kerja paksa anak-anak dalam konflik bersenjata;
2. Pemanfaatan, penyediaan, atau penawaran anak untuk pelacuran, produksi
pornografi, atau pertunjukan pornografi; 3.
Pemanfaatan, penyediaan, atau penawaran anak dalam kegiatan ilegal, khususnya pembuatan dan perdagangan obat bius sebagaimana diatur dalam
perjanjian internasional yang relevan; 4.
Pekerjaan yang sifatnya atau dari lingkungan tempat bekerja dapat mengganggu kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak. yakni mengenai
hubungannya dengan PBB, berdasarkan perjanjian Versailes, ILO didirikan sebagai lembaga otonom yang berasosiasi dengan Liga Bangsa-Bangsa
LBB. Setelah LBB berakhir, ILO kemudian berasosiasi dengan Perserikatan
Bangsa-Bangsa PBB dan merupakan badan khusus specialized agencies pertama yang berasosiasi dengan PBB. Persetujuan mengenai hubungan antara
ILO dan PBB ini ditandatangani pada tanggal 14 Desember 1946.
46
Pemerintah wajib mengatur jenis–jenis pekerjaan yang termasuk dalam kriteria bentuk–bentuk pekerjaan terburuk bagi anak–anak dalam undang–undang
atau peraturan nasional serta berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan
46
Moh Joni,, dan Zulhaina.Z..Tanamas, op cit hal 65.
Universitas Sumatera Utara
pihak terkait.
47
Pemerintah harus berunding dengan para pemilik perusahaan dan pekerja untuk mengidentifikasi jenis pekerjaan yang membahayakan anak–anak.
48
Setelah mengadakan perundingan dengan pemilik perusahaan pekerja dan lembaga terkait, pemerintah harus memulai program aksi untuk mengakhiri
bentuk–bentuk terburuk bagi anak.
49
Indonesia sebagai negara peratifikasi harus melaksanakan berbagai tindakan yang diperlukan untuk menjamin implementasi
yang efektif dan tindakan hukum yang telah tercantum pada konvensi ini termasuk sanksi hukum yang memadai serta sanksi-sanksi lainnya.
50
Selain itu negara-negara juga diminta untuk melakukan tindakan yang dengan batas waktu tertentu time bound measure untuk menanggulangi masalah
pekerja anak pada kondisi yang sangat buruk ini pasal 7 ayat [2]. Indonesia terikat merupakan salah satu dari negara-negara pertama yang megikatkan diri
pada ketentuan pasal 7 ayat 2 tersebut.. Di dalam struktur PBB, berdasarkan pasal 57 jo. Pasal 63 piagam PBB,
ILO berada dalam koordinasi kerja dengan Dewan Ekonomi dan Sosial ECOSOC mempunyai tugas untuk bekerjasama dengan badan-badan khusus
PBB di bidang ekonomi dan sosial-dalam hal ini koordonasi kerja dengan ILO di bidang perburuhan. Berdasarkan pasal 63 ayat 1 piagam PBB menentukan syarat-
syarat mengenai hubungan ILO dengan PBB atas Persetujuan Majelis Umum. Berdasarkan pasal 63 ayat 2 Piagam PBB, Dewan dapat menyatukan
kegiatan-kegiatan ILO dengan badan-badan khusus PBB lainnya dengan jalan
47
Pasal 4, ILO Nomor 182 Tahun 1999
48
Pasal 4 ayat 2 dan auat 3 ILO nomor 182 Tahun 1999.
49
Pasal 6, ILO Nomor 182 Tahun 1999..
50
Pasal 7, ILO Nomor 182 Tahun 1999.
Universitas Sumatera Utara
mengadakan konsultasi dan memberikan rekomendasi kepada badan-badan khusus tersebut, dan melalui rekomendasi kepada Majelis Umum dan kepada
negara-negara anggota PBB.
Kegiatan Utama ILO
Secara fundamental, kegiatan utama ILO adalah sebagaimana digariskan di dalam deklarasi mengenai maksud dan tujuan ILO yang disepakati pada sidang
ke 26 Konferensi Umum ILO pada tanggal 10 Mei 1944, dilaksanakan dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia yang universal dan abadi melalui
penciptaan kondisi perburuhan internasional yang berkeadilan sosial, sebagaimana diamanatkan di dalam Mukadimah Konstitusi ILO.
Selanjutnya dalam mewujudkan amanat tersebut menjadi kenyataan di masyarakat internasional, di dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Konstitusi
ILO dirumuskan bentuk-bentuk kegiatan utama ILO tersebut secara lebih strategis dan konkrit. Untuk mencapai maksud dan tujuan di atas, di tingkat internasional,
ILO melakukan pengumpulan dan penyebaran berbagai informasi mengenai semua hal yang berkaitan dengan penyesuaian secara internasional kondisi-
kondisi industrial dan perburuhan, untuk kemudian diajukan kepada Konferensi ILO dalam rangka penetapan standar perburuhan internasional yang dirumuskan
dan ditetapkan di dalam Konvensi-konvensi ILO. Di samping itu, ILO juga bertugas melakukan investigasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan konvensi-
konvensi ILO tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Di tingkat nasional, ILO dapat memberikan bantuan teknis kepada pemerintah untuk penyusuhan kerangka hukum nasional negara yang
bersangkutan berdasarkan keputusan-keputusan konferensi, praktek-praktek administratif, dan sistem pengawasan ILO. Untuk mendukung tugas-tugas utama
diatas, ILO juga melakukan kegiatan publikasi dalam berbagai bahasa mengenai masalah-masalah industri dan lapangan kerja yang menarik kepentingan
internasional. Selain melakukan publikasi, ILO juga melakukan kerja sama dengan departemen-departemen negara anggota yang menangani masalah industri
dan lapangan kerja, serta dengan organisasi-organisasi internasional pengusaha, pekerja, petani, dan koperasi.
Prosedur Pengawasan
ILO tidak hanya melakukan kegiatan yang bersifat normatif belaka. Organisasi internasional ini juga mengadakan pengawasan atas cara pemerintah
masing-masing negara anggota dalam mengimplementasikan konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi yang telah diratifikasinya.
Pada tahun 1926, inovasi yang penting diperkenalkan pada saat ILO mengadakan sistem pengawasan Supervisory system mengenai penerapan
standar yang berlaku hingga kini. ILO menciptakan Komite ahli yang beranggotakan ahli-ahli hukum yang independen independent jurist yang
bertanggung jawab untuk menilai laporan pemerintah mengenai penerapan Konvensi-Konvensi yang telah diratifikasi oleh negara-negara anggota dan
kemudian harus mempresentasikan Laporan mereka setiap tahunnya kepada ILO.
Universitas Sumatera Utara
Saat ini, tugas Komite Ahli menjadi lebih luas karena mereka juga harus membuat laporan mengenai rekomendasi-rekomendasi ILO serta konvensi-
konvensi yang tidak diratifikasi, pada umumnya prosedur pengawasan ILO yang bertalian dengan penataan hak-hak sipil dan politik dilengkapi dengan prosedur
kehakiman atau kuasa kehakiman. Lemahnya prosedur pengawasan yang berhubungan dengan hak-hak anak
ekonomi dan sosial ini, disebabkan oleh keanekaragaman yang luar biasa dari situasi-situasi ekonomi dan sosial di seluruh dunia sehingga sangat sulit untuk
merumuskan suatu norma yang dapat diterapkan sama di setiap negara. Bahasan mengenai program-program IPEC yang berkaitan dengan perdagangan anak child
trafficking yang dipekerjakan pada bentuk-bentuk terburuk pekerjaan bagi anak
Worst Forms of Child Labour.
ILO-IPEC untuk Menangani Perdagangan Anak
Sebagai negara anggota ILO, Indonesia memiliki kewajiban untuk mematuhi konstitusi ILO
51
, termasuk amanat untuk memperjuangkan nasib anak- anak sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pembukaan Konstitusi ILO yang
menyatakan bahwa,
”Sesungguhnya perdamaian dunia yang abadi itu hanya bisa diwujudkan apabila didasarkan atas keadilan sosial dan selama kondisi syarat-syarat perburuhan yang
berlaku masih mencerminkan adanya ketidakadilan, tekanan, dan penderitaan terhadap sejumlah besar manusia, maka selama itu pula kegoncangan-
kegoncangan yang besar tetap akan timbul sehingga ketentraman dan keserasian dunia bisa terancam”.
51
Selain kewajiban yang muncul apabila Indonesia meratifikasi suatu konvensi, sebagai anggota ILO Indonesia memiliki kewajiban untuk memenuhi ketentuan dalam Konstitusi ILO.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu usaha-usaha perbaikan terhadap kondisi perburuhan tersebut, diantaranya perlindungan terhadap anak-anak”
52
Untuk mewujudkan komitmennya dalam menangani permasalahan pekerja anak, Indonesia telah turut
menerapkan program-program IPEC sejak tahun 1992, Indonesia adalah salah satu dari enam negara pertama yang berpartisipasi pada ILO-IPEC. Kolaborasi ini
dituangkan dalam sebuah Memorandum of Understanding MoU yang ditangani oleh Menteri Tenaga Kerja RI dan Direktur Jendral ILO pada tanggal 29 Mei
1992. Komite Pengarah Nasional secara resmi didirikan berdasarkan Keputusan Menteri tertanggal 11 September 1992.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, IPEC bersama ILO mengembangkan suatu tindakan pencegahan yang efektif serta menanggapi
masalah tersebut dalam skala regional. Saat ini IPEC Jakarta sedang mengembangkan program tentang perdagangan anak di Indonesia. Program
tersebut akan didasarkan pada pengalaman di negara-negara lain, khususnya program di sub-bagian Mekong, termasuk di Indonesia. Intervensi yang
kemungkinan akan dilakukan adalah
53
:
1. Penelitian mendalam untuk menentukan skala atau besarnya permasalahan;
2. Memberikan bantuan untuk mengembangkan kebijakan pada tingkat nasional
dan daerah tentang bagaimana menghapuskan perdagangan anak; 3.
Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan memberikan informasi termasuk kepada pembuat kebijakan;
52
Alinea ke-2 Mukadimah Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional, Biro Humas dan kerjasama Luar Negeri Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta : 1979.
53
Unpublished info kit on forms of child labour
Universitas Sumatera Utara
4. Aksi langsung untuk menyelamatkan anak-anak dari perdagangan;
5. Memberikan bantuan untuk memperkuat penegakan hukum.
Hingga saat ini ILO-IPEC telah mengadakan penelitian berupa deskripsi awal tentang perdagangan anak child trafficking di Indonesia, dan sebagai
bagian dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak the worst forms of child labour
, ILO-IPEC tengah mengupayakan kampanye media untuk penghapusannya. Rencananya, ILO-IPEC akan membuat program untuk
Indonesia dengan fokus pada lima daerah yaitu dua daerah pengirim Indramayu dan Banyuwangi dan tiga daerah penerima Batam, Jakarta, dan Bali.Sedangkan
berdasarkan Peta Penyelundupan Manusia di Indonesia pasar dalam negeri yaitu yang menjadi daerah asal Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan daerah yang
menjadi Kota Transit Medan, Batam, Tanjung Pinang, Lampung, Jakarta, Pontianak, dan Makasar
54
.
54
GEMPITA Gerakan Masyarakat untuk Penghapusan Traffficking, diterbitkan oleh Yayasan Pusaka Indonesia, bekerjasama dengan ICMC International Catholic Migration
Commission dan ACILS American Center for International Labour Solidarity, Edisi IIJuli
2003
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN