Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Trafficking terhadap anak

E. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Trafficking terhadap anak

Dalam Kepres RI No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, menyebutkan faktor-faktor penyebab terjadinya perdagangan perempuan dan anak : 1. Kemiskinan, menurut data Badan Pusat Statistik BPS adanya kecendrungan jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3 pada tahun 1996 menjadi 23,4 pada tahun1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6 pada tahun 2002. 2. Ketenagakerjaan, Sejak krisis ekonomi tahun 1998 angka partisipasi anak bekerja cenderung pula terus meningkat dari 1,8 juta pada akhir tahun 1999 menjadi 17,6 pada tahun 2000. 3. Pendidikan, Survey sosial ekonomi Nasional Tahun 2000 melaporkan bahwa 34 penduduk Indonesia berumur 10 tahun keatas belumtidak tamat SDtidak pernah bersekolah, 34,2 tamat SD dan hanya 15 yang tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14 anak usia 7-12 dan 24 anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan 4. Migrasi, Menurut Konsorsium Peduli Buruh Migran Indonesia KOPBUMI sepanjang tahun 2001 penempatan buruh migran ke luar negeri mencapai sekurang-kurangnya 74.616 orang telah menjadi korban proses trafficking 5. Kondisi Keluarga, karena pendidikan rendah, keterbatasan kesempatan, ketidaktahuan akan hak, keterbatasan informasi, kemiskinan dan gaya hidup konsumtif antara lain merupakan faktor yang melemahkan ketahanan keluarga. Universitas Sumatera Utara 6. Sosial Budaya, anak seolah merupakan hak milik yang dapat diperlakukan sehendak orang tuanya, ketidakadilan jender, atau posisi perempuan yang dianggap lebih rendah masih tumbuh ditengah kehidupan masyarakat desa. 7. Media massa, masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafficking, dan belum memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan susila lainnya. Banyak faktor yang mendorong orang terlibat dalam perdagangan manusia, yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu supply dan demand. Dari sisi supply antara lain : a. Trafficking merupakan bisnis yang menguntungkan. Dari industri seks saja diperkirakan US 1,2 – 3,3 milyar pertahun untuk Indonesia. Hal ini menyebabkan kejahatan internasional terorganisir menjadi prostitusi internasional dan jaringan perdagangan manusia sebagai fokus utama kegiatannya. b. Kemiskinan telah mendorong anak-anak tidak sekolah sehingga kesempatan untuk memiliki ketrampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian anak dan ibu sebagai tenaga kerja wanita, yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga berisiko menjadi korban. Universitas Sumatera Utara c. Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi. d. Konsumerisme merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak remaja, sehingga mendorong mereka memasuki dunia pelacuran secara dini. Akibat konsumerisme, berkembanglah kebutuhan untuk mencari uang banyak dengan cara mudah. e. Pengaruh sosial budaya seperti pernikahan diusia muda yang rentan perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersil. Adanya kepercayaan bahwa hubungan seks dengan anak-anak secara homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan magis seseorang atau membuat awet muda, telah membuat masyarakat melegitimasi kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya. Dari sisi demand, antara lain : a. Adanya kegiatan pembangunan yang lebih melibatkan pekerja pendatang tidak tetap yang pada umumnya laki-laki, nampaknya berhubungan dengan tajamnya peningkatan pelacuran. b. Meningkatkan kemudahan dan frekuensi internasional bersamaan dengan tumbuhnya fenomena migrasi temporer karena alasan pekerjaan, telah meningkatkan peluang perdagangan manusia. c. Berkembangnya kejahatan usahanya dalam jaringan perdagangan manusia untuk prostitusi dan berbagai bentuk prostitusi lainnya. Universitas Sumatera Utara d. Globalisasi keuangan dan perdagangan memunculkan industri multinasional, kerjasama keuangan dan perbankan menyebabkan banyaknya pekerja asing ekspatriat dan pebisnis internasional tinggal sementara di Indonesia. Keberadaan mereka meningkatkan demand untuk jasa layanan seks yang memicu peningkatan perdagangan perempuan. e. Banyak laki-laki China Taiwan yang merindukan perempuan China yang masih “tradisionil”. Melalui layanan “mail order bride” yang sudah lebih dulu marak di Thailand dan Filipina, layanan diperluas ke Indonesia, melibatkan calo-calo sejak dari lapis bawah di Singkawang, tempat transit di Jakarta dan di Taiwan. Satu mempelai bisa membuat para calo mendapat uang sekitar Rp 45 juta. Tetapi tidak semuanya berakhir dengan bahagia, karena ternyata para suami Taiwan itu ada yang hanya petani yang hidup dipelosok Taiwan dan banyak diantaranya suka melakukan tindakan kekerasan, membebani dengan banyak pekerjaan dan memperlakukannya sebagai budak 16 f. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, penurut mudah diatur, dan mudah ditakut-takuti telah mendorong naiknya demand terhadap pekerja anak pekerja Jermal di Sumatera Utara, buruh-buruh pabrikindustri di kota-kota besar, diperkebunan, pekerja tambang permata di Kalimantan, perdagangan dan perusahaan penangkap ikan. Seringkali anak-anak bekerja dalam situasi yang rawan kecelakaan dan berbahaya. 16 Arif Gosita, dkk, Perlindungan Terhadap Anak Korban Kekerasan, Lembaga Advokasi Anak Indonesia, Medan, 200,hal 134. Universitas Sumatera Utara g. Perubahan struktur sosial yang diiringi oleh cepatnya industrialisasi komersil, telah meningkatkan jumlah keluarga menengah dan kebutuhan akan perempuan dan anak untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. h. Dalam kondisi yang tertutup dari luar, anak-anak itu rawan terhadap penganiayaan baik fisik maupun seksual. Selain dipaksa bekerja berat tanpa istirahat, mereka diperlakukan kasar jika mengeluh. Trafficking merupakan suatu bagian dari dinamika perpindahan penduduk. Dalam hal ini imigrasi tenaga kerja pada satu titik bisa berlangsung secra sukarela untuk kepentingan jangka pendek dan dilakukan secara paksa. Perpindahan tenaga kerja baik secara sukarela maupun paksa bukanlah fenomena baru. Misalnya pada jaman kolonisasi, penduduk lokal dipindahkan baik melalui perbudakan, perdagangan karena hutang, ataupun perpindahan yang dilakukan oleh negara dalam hal penjahat kriminal atau pengasingan politik. Namun, ada perbedaan mendasar dengan trafficking yang terjadi pada abad masa kini, yaitu migrasi antar negara. Dalam arus ini, terdapat fenomena lain yang muncul yakni feminisasi migrasi yang didominasi oleh anak gadis dan perempuan. Pekerjaan yang dilakoni oleh gadis-gadis atau perempuan korban penyeludupan manusia bercirikan 3D yaitu Dirty, No Dignity, dan Dangerous atau kotor, tidak memiliki martabat, dan berbahaya. Salah satu faktor terjadinya trafficking adalah ambruknya sistem ekonomi lokal, sehingga banyak anak-anak, gadis dan perempuan yang diekspos ke tempat- tempat kerja global untuk mencari pendapatan. Situasi ini semakin merajarela di negara-negara yang mengalami krisis ekonomi parah serta negara-negara yang Universitas Sumatera Utara mengalami perpecahan. Di samping itu, pekerjaan yang tersedia tidak sesuai dengan pekerjaan pilihan mereka untuk tetap tinggal di kampung halamannya. Dengan kata lain, pekerjaan ada yang tidak memberi harapan akan kehidupan yang lebih baik lagi bagi para ana gadis tersebut. Bagi para calon migran sendiri, mereka tidak mengetahui apakah calon tenaga kerja atau para rekruter itu resmi atau gelap. Menurut Mabes Polri, Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Timur Surabaya sebagai daerah pengirim anak- anak untuk tujuan pelacuran ke berbagai lokasi pelacuran. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya ialah karena letak Provinsi Sumatera Utara yang berkaitan dengan Malaysia, Singapore, dan pusat bisnis wilayah barat, yaitu Batam. Posisi strategis demikian akhirnya memempatkan Sumatera Utara sebagai daerah pengirim, daerah transit, dan sekaligus daerah penerima. Sebagai daerah transit sebelum anak-anak diperdagangkan dari Jawa ke Batam, Tanjung Balai Karimun, atau Dumai, pada umumnya korban transit terlebih dahulu di Medan karena tidak ada bus yang bisa langsung menuju Batam, kecuali para sindikat yang menggunakan jasa pengangkutan laut. Anak-anak yang akan menjadi korban biasanya tinggal selama 1 sampai 4 hari sampai ada kapal yang akan diberangkatkan dari Medan ke Batam. Dilihat dari jalur pengirimannya menuju ke lokasi prostitusi, Provinsi Sumatera Utara memiliki dua jalur yaitu jalur darat dan jalur laut. Jalur darat adalah yang menggunakan terminal terpadu Amplas sebagai titik tolak menuju seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera. Jalur laut adalah melalui Pelabuhan Universitas Sumatera Utara Belawan, Sibolga, dan Tanjung Balai. Menurut observasi, ditemukan dua lokasi utama yang teridentifikasi sebagai daerah penampungan serta tujuan anak untuk pelacuran, yaitu : 1. Untuk daerah Sumatera Utara meliputi Bandar Baru, Warung Bebek Deli Serdang, Bukit Maraja P. Siantar, serta diskotik, karaoke, dan hotel-hotel melati dan berbintang di Medan dan sekitarnya. 2. Daerah tujuan utama di luar daerah Sumatera Utara meliputi Tanjung Balai Karimun, Dumai, Duri, dan Batam Kepulauan Riau. Selain faktor geografis, tumbuh suburnya bisnis perdagangan anak untuk pelacuran di Sumatera Utara disebabkan oleh jaringan perdagangan anak yang terorganisasi dengan rapi. Jaringan perdagangan ini di-backing oleh aparat keamanankepolisian. Direktur Handal Mahardika memberikan dua alasan yang menyebabkan jaringan perdagangan anak menjadi kuat, yaitu : 1. Sindikat perdagangan anak sering berjalan mulus dan tidak ada hambatan dari aparat. 2. Tempat-tempat lokalisasi di Medan dan mungkin juga di tempat lain seperti memperoleh jaminan keamanan. Hal inilah biasanya membuat perdagangan anak lebih aman untuk melakukan aksinya. Bertransaksi dalam perdagangan anak di tempat-tempat hiburan tidak sulit karena adanya perlindungan dari aparat keamanan. Di lain pihak, anak-anak lebih mudah dibujuk atau diiming-imingi kesenangan dan pekerjaan sehingga mudah dijual ke lokasi-lokasi yang memerlukannya. Para pembujuk ini dalam istilah sindikat disebut kolektor dan Universitas Sumatera Utara mereka beroperasi dipusat-pusat keramaian seperti mal, plaza, bahkan hingga ke desa-desa. Para kolektor biasanya sudah terlatih mengenai calon korban yang gampang tergiur dengan tawaran sejumlah uang atau pekerjaan. Di jaringan sindikat, status kolektor dipekerjakan oleh bos sindikat. Kian maraknya kasus perdagangan anak untuk pelacuran juga seiring dengan adanya peningkatan permintaan pasarkonsumen, terutama bagi mereka yang berusia 14 sampai 17 tahun. Menurut pandangan konsumen, anak-anak di usia tersebut masih bebas dari berbagai virus dan penyakit, sedangkan untuk pekerjaan rumah tangga, anak dinilai tidak mempersulit majikan karena lebih mudah diatur dan bisa dibayar murah. F. Norma-norma hukum internasional yang mengatur penghapusan perdagangan anak 1. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB 1948 Deklarasi ini memuat hak-hak setiap manusia. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia tidak secara tegas berkaitan dengan perdagangan orang, khususnya anak, tetapi Deklarasi ini sebagai suatu deklarasi yang menegaskan setiap individu mempunyai hak bebas, yang secara mendasar terbebas dari trafficking. Konvensi Hak Anak 1989. Konvensi ini secara tegas mengatur hak anak yang berbeda dengan orang dewasa. Pada pasal 34 dan 35 Konvensi ini berkaitan langsung dengan penentangan terhadap eksploitasi seksual, perlakuan salah secara seksual, dan perdagangan anak.Opsional Protokol Konvensi Hak Anak terhadap Penjualan Anak, Prostitusi Universitas Sumatera Utara Anak, dan Pornografi Anak. Opsional Protokol ini telah diadopsi tahun 2000, Indonesia belum meratifikasinya. Akan tetapi Protokol ini tidak berkait langsung dengan penghapusan perdagangan anak, tetapi lebih penentangan terhadap prostitusi dan pornografi anak. 2. Konvensi ILO 182 Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terpuruk Anak Di bawah Konvensi ILO 182, penggunaan anak dalam prostitusi dan pornografi dianggap sebagai bentuk pekerjaan terpuruk anak. Konvensi ini sangat berkait erat dengan pekerja anak, sedangkan perdagangan anak tidak termasuk. Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini dengan UU No. 1 tahun 2000. Protokol untuk Mencegah Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia Terutama Anak yang Melengkapi Konvensi PBB untuk Melawan Kejahatan Terorganisir antar Negara . Protokol ini secara tegas menegaskan definisi perdagangan manusia: “Perdagangan manusia berarti pengerahan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai ancaman atau paksaan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. Pada Protokol ini secara tegas menyebutkan anak “berarti setiap orang yang usianya di bawah delapan belas tahun.” Universitas Sumatera Utara 3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Undang-undang ini mengatur secara tegas tentang perdagangan anak. Pada Pasal 59 menegaskan “Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak ... anak tereksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang diperdagangkan,.” Pasal 68 1 Perlindungan khusus bagi anak ... perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. 2 Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Serta Pasal 78 setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak ... anak korban perdagangan... sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 seratus juta rupiah. Universitas Sumatera Utara

BAB III PERJANJIAN KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM