1. Data yang telah diperoleh diklasifikasikan berdasarkan faktor internal
kekuatan dan kelemahan dan faktor eksternal peluang dan ancaman. 2.
Menentukan data faktor internal IFAS Internal Factors Analysis Summary. Data yang telah diklasifikasikan menjadi faktor internal diberikan bobot pada
setiap data tersebut, dimulai dari skala 0,0 tidak penting hingga 1,0 sangat penting berdasarkan seberapa besar pengaruh faktor tersebut terhadap wisata
KRB. Jumlah dari semua bobot yang diberikan tidak boleh lebih dari skor 1,00. Kemudian setiap data tersebut juga diberikan rating mulai dari yang paling
berpengaruh diberikan nilai 4 hingga yang tidak berpengaruh diberikan nilai 1. Setiap bobot lalu dikalikan dengan rating untuk memperoleh faktor
pembobotan bobotrating. Hasil yang diperoleh akan menunjukkan rating dari unsur internal Tabel 3.
Tabel 3 Analisis Faktor Internal
Faktor Strategi Internal Bobot
Rating BobotRating
Skor Kekuatan Strengths
Kelemahan Weaknesses Total
Sumber : Rangkuti 2008
3. Menentukan data faktor eksternal EFAS External Factors Analysis Summary
dengan melakukan perlakuan yang sama seperti saat menentukan IFAS terhadap setiap data yang diperoleh Tabel 4.
Tabel 4 Analisis Faktor Eksternal
Faktor Strategi Eksternal Bobot
Rating BobotRating
Skor Peluang Opportunities
Ancaman Threats Total
Sumber : Rangkuti 2008
4.4.3.2 Matriks Internal-Eksternal IE
Matriks Internal-Eksternal IE merupakan gabungan matriks EFE dan IFE yang telah dihasilkan dari tahap input input stage dan memposisikan kawasan
wisata dalam tampilan sembilan sel IE dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang memiliki implikasi strategi yang berbeda-beda David 2009, yaitu:
1. Sel 1, 2, dan 4 merupakan daerah tumbuh dan bina grow and build Strategi
yang paling tepat untuk semua divisi ini adalah strategi intensif penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk atau strategi integratif
integrasi ke belakang, ke depan dan horizontal. 2.
Sel 3, 5, dan 7 merupakan daerah pertahanan dan pelihara hold and maintain. Strategi yang tepat untuk tipe ini adalah penetrasi pasar dan pengembangan
produk. 3.
Sel 6, 8 atau 9 adalah daerah panen atau divestasi harvest or divestiture. Strategi yang sesuai untuk kondisi dalam sel ini adalah strategi divestasi,
diversifikasi konglomerat dan likuidasi.
Kuat Rata-rata Lemah
3.0-4.0 2.0-2.99 1.0-1.99 Tinggi
3.0-4.0 Menengah
2.0-2.99 Rendah
1.0-1.99
Sumber : David 2009
Gambar 3 Matriks Internal-Eksternal IE
4.4.4.3 Matriks SWOT
Matriks SWOT adalah sebuah alat pencocokan untuk menyusun formulasi strategi yang dapat mengembangkan empat jenis strategi : Strategi SO kekuatan-
peluang, Strategi WO kelemahan-peluang, Strategi ST kekuatan-ancaman, Strategi WT kelemahan-ancaman. Alat analisis pencocokan faktor internal dan
eksternal ini merupakan bagian yang sulit untuk mengembangkan Matriks SWOT dan memerlukan penilaian yang terbaik, dan tidak ada satu pun kecocokan terbaik
David 2009. Tujuan dari formulasi strategi ini adalah untuk menghasilkan rumusan arahan strategi pengembangan potensi wisata di KRB dengan pendekatan
Matriks SWOT Tabel 5. Tabel 5 Matriks SWOT
IFAS EFAS
STRENGTHS S WEAKNESSES W
OPPORTUNITIES O STRATEGI SO
STRATEGI WO THREATS T
STRATEGI ST STRATEGI WT
Sumber : Rangkuti 2008
V GAMBARAN UMUM 5.1 Sejarah Kebun Raya Bogor
Kebun Raya Bogor KRB terletak di tengah-tengah kota Bogor dengan ketinggian 260 m dpl, dengan curah hujan yang tinggi antara 3.000
– 4.300 mm per tahun Pemerintah Kota Bogor 2012. KRB merupakan museum tanaman
hidup dengan koleksi tanaman tropis terlengkap di dunia, dibangun dengan sebuah konsep pertamanan yang indah. Lokasi KRB sangat strategis karena
mudah dijangkau dari mana saja. Lokasinya yang dekat dengan jalan tol dapat mudah diakses oleh pengunjung dari luar kota Bogor. Kebun Raya Bogor sebagai
kebun botani tropis yang terkenal di dunia disamping berfungsi sebagai kebun riset tanaman tropis, juga merupakan kebun rekreasi yang cukup menyenangkan.
Ningsih 2012. Menurut Subarna 2003, pada tanggal 18 Mei 1817, pihak pengelola
melakukan pemancangan patok pertama, kemudian pada saat itu juga sekaligus menandai berdirinya kebun raya yang diberi nama
‘sLands Plantentuin atau Hortus Botanicus Bogoriensis seluas 47 hektar yang berdampingan dengan Istana
Gubernur Jendral Hindia Belanda di Bogor atau sekarang terkenal dengan nama Istana Presiden Bogor. Setelah mengalami perkembangan sekarang luasnya
menjadi 87 hektar. Tujuan pembentukan kebun raya pada waktu itu adalah melakukan eksplorasi kekayaan alam hayati Indonesia dan melaksanakan
percobaan-percobaan penanaman tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang diimpor dari luar Indonesia.
Hingga awal abad ke-20, KRBLIPI sebagai lembaga ilmiah sangat produktif dalam menghasilkan karya dan temuan-temuan baru. Reputasinya
sebagai salah satu lembaga nasional telah mencapai taraf internasional. Sejalan dengan perkembangan kegiatan penelitian pada masa itu, KRB menjadi induk dari
sejumlah lembaga penelitian di Indonesia dalam bidang biologi dan pertanian, seperti Herbarium Bogoriense, Treub Laboratorium, Bibliotheca Bogoriense,
Museum Zoologicum 16 Bogoriense, dan laboratorium Penyelidikan Laut. Terbitan ilmiah lembaga-lembaga ini menjadi salah satu sumber informasi penting
bagi lembaga lain didunia pada saat itu.
Seiring dengan perubahan kondisi politik dan kebijakan di Indonesia, maka status dan fungsi KRB turut berubah mengikuti peraturan yang berlaku. Ruang
lingkup kerja KRB berkembang dengan berbagai fungsi khusus. Lembaga dengan fungsi khusus yang menjadi bagian kebun raya kemudian lepas dan berdiri sendiri.
Pada tahun 1986 status KRB ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis UPT berdasarkan Keppres RI No. 1 tahun 1986 yang berada di bawah Kedeputian Ilmu
Pengetahuan Alam, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI dengan pembina harian Puslitbang Biologi-LIPI dan membawahi tiga Kebun Raya lainnya yaitu:
Cabang Balai Pengembangan Kebun Raya Cibodas, Cabang Balai Pengembangan Kebun Raya Purwodadi dan Cabang Balai Kebun Raya “Eka Karya” Bali
Subarna 2003. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 103 Tahun 2001,
tentang susunan Organisasi dan tugas Lembaga Pemerintah Non Departemen LPND dan keputusan kepala lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor :
1151M2001 tentang organisasi dan tata kerja LIPI, maka kebun raya mengalami perubahan struktur baik tingkat eselon maupun nama lembaga. Perubahan tersebut
dari UPT Balai Pengembangan Kebun Raya Bogor-LIPI eselon III menjadi Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor-LIPI eselon II Subarna 2003.
5.2 Manajemen Pengelolaan
Menurut Subarna 2003, sebagai kebun botani yang perlu dipelihara dengan baik terutama koleksi tanamannya, maka KRBLIPI melalui bidang
Konservasi ex-situ, melakukan kegiatan yang dimulai dari pengadaan bahan seleksi dan pembibitan, penanaman koleksi baru, pemeliharaan koleksi yang
sudah ada, reintroduksi tanaman langka, pencatatan penambahan maupun pengurangan koleksi tanaman di kebun, dan pencatatan pembungaan.
Pemeliharaan koleksi tanaman di KRBLIPI dilakukan dengan cara pemupukan, pemangkasan, penyemprotan anti hama, membersihkan gulma yang
mengganggu, dan penggemburan tanah. Pemeliharaan lebih intensif biasanya dilakukan 17 untuk tanaman kritis, langka, sudah tua, kropos dan tanaman yang
sensitif terhadap perubahan lingkungan. Adapun visi dan misi KRB sebagai berikut:
Visi : Menjadi kebun raya terbaik kelas dunia, terutama dalam bidang konservasi tumbuhan, penelitian dan pelayanan dalam aspek botani, pendidikan
lingkungan, hortikultura, lanskap dan pariwisata. Misi : Melestarikan, mendayagunakan dan mengembangkan potensi
tumbuhan melalui kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, rekreasi serta peningkatan apresiasi masyarakat terhadap kebun raya, tumbuhan dan lingkungan
dalam upaya pemanfaatan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat social welfare.
5.3 Peranan Kebun Raya dalam Pembangunan
Menurut Subarna 2003, peranan Pusat Konservasi Tumbuhan KRBLIPI dalam masa pembangunan ini dapat ditinjau dari berbagai sudut. Pertama dari segi
preservasi pengawetan sumber genetis tumbuh-tumbuhan. Terdapat 18 intensifikasi penebangan pohon-pohon hutan untuk memperoleh devisa dalam
jangka pendek, maka banyak sekali jenis tumbuh-tumbuhan yang belum dikembangkan menjadi tanaman ekonomi seperti rotan, pohon sumber getahresin,
buah-buahan hutan, anggrek-anggrek liar dan sebagainya yang sudah dipergunakan oleh masyarakat setempat untuk sumber hidupnya musnah tanpa
ada kesempatan untuk dikonservasi. Menurut Subarna 2003, luas Pusat Konservasi Tumbuhan KRBLIPI
mencakup areal 87 hektar. Jumlah koleksinya terakhir tercatat sekitar 13.714 spesimen. Berdasarkan data bulan Maret tahun 2003, koleksi tanaman hidup yang
ditanam di kebun berjumlah 3 452 jenis species mewakili 1.267 marga genus atau 220 suku famili. Koleksi anggrek yang dipelihara di ruang kaca sendiri
tercatat berjumlah ± 8 000 spesimen terdiri dari : 432 jenis dari 93 marga. Selain anggrek alam, koleksi lain yang cukup menarik, lengkap dan menonjol adalah
polong-polongan Fabaceae,
Pinang-pinangan Arecacea,
talas-talasan Araceae, dan getah-getahan Apocynaceae. Di samping itu, berbagai jenis
koleksi bambu menarik pula untuk dilihat mengingat perannya yang sangat penting dalam kehidupan sosial budaya kita. Koleksi tanaman KRB terdiri dari
70 berasal dari kepulauan Indonesia dan 30 tanaman berasal dari manca negara. Penambahan koleksi selain melalui eksplorasi ke hutan-hutan yang ada di
Indonesia juga hasil dari tukar-menukar biji tanaman dengan kebun raya lain di dunia.
Selain itu, banyak pula jenis tumbuhan lain yang sama sekali belum diketahui kegunaannya akan hilang tanpa pernah disentuh oleh tangan manusia.
Kebun raya dalam hal ini melakukan pengawetan secara selektif dari sumber- sumber ini untuk dipergunakan dalam perkembangan dan pembangunan jangka
panjang.
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Daya Dukung Kawasan Kebun Raya Bogor
Daya dukung kawasan Kebun Raya Bogor KRB perlu diketahui agar pengembangan wisata yang berkelanjutan dapat tercapai tanpa mengubah keadaan
fisik dan mutu lingkungan sekitarnya. Peningkatan jumlah kunjungan setiap tahunnya Gambar 1 terutama saat peak season merupakan salah satu alasan yang
mendasari penting diketahui daya dukung kawasan perlu diteliti sebagai batasan pengembangan agar tidak merusak ekosistem. Oleh karena itu, daya dukung
kawasan harus dikaitkan dengan jumlah maksimum wisatawan yang dapat ditampung oleh kawasan wisata berdasarkan kegiatan wisata yang dilakukan,
untuk mengetahui daya dukung keseluruhan KRB perlu diketahui daya dukung untuk setiap kegiatan wisata berdasarkan preferensi pengunjung dan pihak
pengelola.
6.1.1 Karakteristik Responden Pengunjung
Karakteristik responden dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan faktor sosial ekonomi pengunjung yang terdiri dari jenis kelamin, umur, asal kota,
tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan, status pernikahan, dan jumlah tanggungan. Sedangkan untuk karakteristik kunjungan berwisata responden terdiri
dari frekuensi kunjungan, motivasi kunjungan, datang ke tempat wisata sendirirombongan, tujuan kedatangan, waktu berkunjung, keinginan untuk
mengunjungi kembali, dan penyebab ingin mengunjungi kembali. a.
Karakteristik responden pengunjung berdasarkan faktor sosial ekonomi
Sebaran karakteristik responden pengunjung KRB berdasarkan faktor sosial ekonomi yang terdiri jenis kelamin, umur, asal kota, tingkat pendidikan, pekerjaan,
tingkat pendapatan, status pernikahan, dan jumlah tanggungan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Karakteristik responden pengunjung berdasarkan faktor sosial ekonomi.
Karakteristik Persentase
1.Usia Tahun 17-25
46 26-34
27 35-43
16 44-52
8 52
3 2.Asal kota
Lokal Bogor 62
Kota sekitar Jadetabek 35
Luar Jabodetabek 3
3.Pendidikan terakhir SD
5 SMP
12 SMA
48 Perguruan Tinggi
35 4.Jenis pekerjaan
PNS 8
Mahasiswa 18
Wiraswasta 13
Pegawai Swasta 23
Lainnya 38
5.Tingkat pendapatan ≤ 500.000
6 500.001
– 2.500.000 57
2.500.001 – 4.500.000
17 ≥4.500.000
20
Tabel 6
mengedintifikasikan karakteristik
responden pengunjung
berdasarkan faktor-faktor sosial ekonomi dengan berdasarkan usia, asal kota, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Sebaran usia
responden pengunjung KRB sebagian besar berada pada kisaran umur antara 17 sampai 25 tahun, hal ini menggambarkan bahwa kawasan wisata yang di tawarkan
digemari oleh pengunjung usia muda baik yang masih SMA hingga sudah bekerja. Sebagian besar responden pengunjung KRB lebih didominasi oleh
penduduk lokal Kota dan Kabupaten Bogor yang lokasinya masih berdekatan dan jarak yang mudah dijangkau oleh wisatawan. Selain itu letak tempat
wisatanya yang strategis sehingga pengunjung cepat mengetahui keberadaan letak Kebun Raya Bogor itu sendiri.
Tingkat pendidikan responden KRB sebagian besar adalah lulusan Sekolah Menengah Atas SMA sebanyak 48. Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat
pendidikan responden pengunjung cukup menyelesaikan untuk melakukan aktifitas wisata dan mampu menerima informasi mengenai pendidikan konservasi