Tabel 20 Pengeluaran unit usaha di kawasan KRB per bulan Tahun 2013
Keterangan Unit usaha cinderamata
Unit usaha makanan Pedagang kaki lima
Foto keliling
Rp Kios
Cinderamata Rp
PKL cinderamata
Rp Restaurant
Rp Kios
makanan Rp
Warung tenda
Rp Pedagang
asongan makanan
Rp PKL
kelinci Rp
PKL talas Rp
1 Pengeluaran di kawasan wisata
Biaya sewa 150 000
35 000 000 283 333
33 333 616 667
150 000 Biaya gaji tenaga kerja
975 000 30 030 000
1 316 667 375 000
Biaya pemeliharaan alat 87 500
2 000 000 10 000
7 500 17 500
43 333 350 000
Biaya bahan baku 3 250 000
525 000 60 000 000
883 333 500 000
225 000 533 333
225 000 175 000
Biaya keamanan dan kebersihan 150 000
29 167 6 667
Jumlah a 4 612 500
525 000 127 030 000
2 522 500 922 500
242 500 1 193 333
375 000 525 000
Jumlah unit usaha b 15
21 1
8 38
5 6
13 2
Total pengeluaran di kawasan wisata c=axb
69 187 500 11 025 000
127 030 000 20 180 000
3 5055 000 1 212 500
7 159 998 4 875 000
1 050 000 2 Pengeluaran di luar kawasan wisata
Biaya transportasi 275 000
350 000 291 667
233 333 125 000
500 000 187 500
350 000 Jumlah d
275 000 350 000
291 667 233 333
125 000 500 000
187 500 350 000
Total pengeluaran di luar lokasi e=bxd
4 125 000 7 350 000
2 333 336 8 866 654
625 000 3 000 000
2 437 500 700 000
44
Pengeluaran yang dilakukan di dalam lokasi oleh unit usaha diantaranya adalah biaya sewa, biaya bahan baku, biaya gaji tenaga kerja, dan biaya
pemeliharaan. Sedangkan pengeluaran yang dilakukan di luar lokasi wisata adalah biaya transportasi. Berdasarkan tabel 20 unit usaha restaurant mengeluarkan
biaya pengeluaran di kawasan wisata yaitu sebesar Rp 127 030 000bulan, hal tersebut dikarenakan unit usaha restaurant mengeluarkan biaya bahan baku yang
paling besar dibandingkan biaya pengeluaran bahan baku unit usaha lainnya. Perolehan total dampak ekonomi tidak langsung objek wisata KRB diperoleh
dengan menjumlahkan total pengeluaran unit usaha di kawasan wisata dan total pendapatan tenaga kerja. Tabel dampak ekonomi tidak langsung dapat dilihat pada
Tabel 21 dibawah ini dan data perhitungan pendapatan tenaga kerja dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 4.
Tabel 21 Dampak ekonomi tidak langsung di kawasan KRB per bulan Tahun 2013
Jenis usaha Jumlah
tenaga kerja
orang Pendapatan
Tenaga Kerja Rp
Total Pendapatan
Tenaga Kerja Rp
Pengeluaran Unit Usaha di
Kawasan Wisata Rp
Dampak Ekonomi
Tidak Langsung
Rp a
b c=axb
d e=c+d
1. Unit usaha
cinderamata -Kios cinderamata
9 937 500
8 437 500 69 187 500
77 625 000 -Kaki lima
cinderamata 11 025 000
11 025 000 2.
Unit usaha makanan -Restaurant
15 2 002 000
30 030 000 127 030 000
157 060 000 -Kios makanan
15 1 345 833
20 187 495 20 180 000
40 367 495 -Warung tenda
24 740 000
17 760 000 35 055 000
52 815 000 -Pedagang asongan
1 212 500 1 212 500
3. Pedagang kaki lima
-PKL kelinci 7 159 998
7 159 998 -PKL talas
4 875 000 4 875 000
4. Foto keliling
1 050 000 1 050 000
5. Pengelola wisata
-Petugas kebersihan 12
850 000 10 200 000
10 200 000 -Security
30 895 000
26 850 000 26 850 000
-Pertamanan 11
2 300 000 25 300 000
25 300 000 -Toilet
8 700 000
5 600 000 5 600 000
Total 421 139 993
Tabel 21 menunjukkan total dampak ekonomi tidak langsung terbesar di objek wisata KRB diperoleh unit usaha restaurant yaitu Rp 157 060 000bulan.
Besarnya biaya operasional yang dikeluarkan di lokasi wisata maupun dikeluarkan 45
di luar lokasi wisata seperti biaya sewa, biaya bahan baku, biaya gaji tenaga kerja, biaya transportasi, biaya pemeliharaan, serta biaya keamanan dan kebersihan
merupakan salah satu penyebab besarnya dampak ekonomi tidak langsung pada unit usaha restaurant. Total dampak ekonomi tidak langsung di objek wisata KRB
adalah Rp 421 139 993bulan.
6.2.4 Dampak Ekonomi Lanjutan Induced Effect
Dampak ekonomi ini merupakan dampak lanjutan dari upah yang diterima tenaga kerja yang berada di kawasan wisata KRB dari unit usaha untuk biaya
kebutuhan mereka masing-masing. Biaya-biaya yang dikeluarkan diantaranya biaya konsumsi, biaya sekolah anak, biaya transportasi, biaya listrik dan biaya
pajak. Pengeluaran tenaga kerja lokal di kawasan wisata akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Dari hasil perhitungan
diperoleh dampak ekonomi lanjutan di objek wisata KRB sebesar Rp 108 731 591bulan.
Data mengenai dampak ekonomi lanjutan dapat dilihat pada Tabel 22 dan data perhitungan dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 5.
Tabel 22 Dampak ekonomi lanjutan di kawasan KRB per bulan Tahun 2013
Tenaga kerja Jumlah
tenaga kerja
Total rata- rata
pengeluaran tenaga kerja
Proporsi pengeluaran
di kawasan wisata
Dampak ekonomi
lanjutan a
b c
d=abc Unit usaha cinderamata
9 711 250
94.90 6 070 786
Restaurant 15
1 735 000 89.34
23 250 735 Kios makanan
15 1 144 333
85.64 14 700 102
Warung tenda 24
731 000 96.58
16 943 995 Petugas kebersihan
12 735 833
92.87 8 200 417
Security 30
871 667 92.54
24 199 219 Pertamanan
11 1045 000
97.13 11 165 094
Toilet 8
555 000 94.59
4 199 796 Total
108 734 144
6.2.5 Nilai Efek Pengganda Multiplier Effect
Nilai efek pengganda Multiplier Effect digunakan untuk mengukur seberapa besar dampak ekonomi terhadap masyarakat sekitar lokasi wisata.
Berdasarkan META 2001, dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal dibedakan menjadi 1 Keynesian Local Income Multiplier Effect, yaitu nilai yang
menunjukkan berapa besar pengeluaran pengunjung berpengaruh terhadap
peningkatan pendapatan masayarakat lokal, 2 Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari
pengeluaran pengunjung berdampak terhadap perekonomian lokal. Nilai efek pengganda ini mengukur dampak tidak langsung dan dampak lanjutan. Data
mengenai efek pengganda dari pengeluaran pengunjung di kawasan wisata KRB dapat dilihat pada Tabel 23 dan perhitungan dapat dilihat lebih jelas pada
Lampiran 6. Tabel 23 Nilai efek pengganda dari arus uang yang terjadi di kawasan wisata
KRB Tahun 2013
Multiplier Nilai
Keynesian Income Multiplier 1.0
Ratio Income Multiplier Tipe I 1.4
Ratio Income Multiplier Tipe II 1.6
Berdasarkan Tabel 23 diperoleh nilai Keynesian Income multiplier sebesar 1.0 artinya bahwa setiap peningkatan satu rupiah pengeluaran wisatawan akan
memiliki dampak terhadap ekonomi lokal sebesar 1.0 rupiah. Nilai Ratio Income Multiplier tipe I adalah sebesar 1.4 artinya bahwa setiap peningkatan satu rupiah
pada penerimaan unit usaha akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1.4 rupiah terhadap pendapatan pemilik usaha dan tenaga kerja. Nilai ratio income multiplier
tipe II adalah sebesar 1.6 artinya bahwa setiap kenaikan satu rupiah penerimaan unit usaha maka akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1.6 rupiah pada
pendapatan pemilik usaha, pendapatan tenaga kerja dan pengeluaran konsumsi tenaga kerja dalam putaran perekonomian lokal di kalangan masyarakat sekitar.
Nilai keynesian multiplier yang diperoleh sama dengan satu, maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya keberadaaan objek wisata KRB memberikan
dampak ekonomi yang cukup besar bagi masyarakat sekitar karena nilai keynesian multiplier yang diperoleh adalah sama dengan satu META 2001. Dampak
ekonomi yang cukup besar ini dapat mempengaruhi masyarakat lokal untuk tetap mempertahankan kelestarian tumbuhan sebagai kegiatan fungsi konservasi ex-situ
dan kelestarian sumber daya alam di sekitar kawasan KRB. Berdasarkan hal tersebut, kelestarian lingkungan sekitar kawasan KRB yang terjaga dapat menjadi
nilai ekonomi yang tinggi yang akan berpengaruh terhadap keberlanjutan dan pertumbuhan ekonomi di sekitar kawasan KRB.
6.3 Strategi Pengelolaan Objek Wisata Kebun Raya Bogor
Analisis Strength, Weakness, Opportunities, and Threats SWOT untuk objek wisata merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan serta peluang dan ancaman dari suatu strategi pemecahan permasalahan pengembangan potensi yang terdapat di objek wisata tersebut. Hasil
dari data analisis SWOT yang dilakukan menghasilkan kemungkinan alternatif strategi yang terbaik dan menjadi salah satu dasar perumusan rekomendasi dalam
pengembangan objek wisata bagi pengelola wisata KRB. Responden yang diwawancara terkait dengan analisis ini terdiri enam orang
responden yang terdiri dari lima staf pengelola KRB dibidang pemeliharaan koleksi, sub. bagian umum, seleksi dan pembibitan, jasa dan informasi, sub
bidang registrasi, serta satu orang kepala bidang pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Disbudpar.
Perumusan alternatif strategi meliputi dua tahapan, yaitu tahap masukan input stage dan tahan pencocokan matching stage. Tahap masukan merupakan
tahap pengelompokan hasil identifikasi serta menyimpulkan informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi dengan menggunakan matriks IFE
Internal Factor Evaluation dan EFE External Factor Evaluation. Tahap kedua yaitu tahap pencocokan merupakan tahap perumusan strategi menggunakan
analisis matriks IE Internal – External dan SWOT.
6.3.1 Tahapan Masukan Input Stage
Tahapan masukan input stage merupakan tahapan pertama yang dilakukan sebelum melanjutkan ke langkah selanjutnya dalam tahap formulasi strategi. Pada
tahap ini dilakukan pengelompokan hasil identifikasi faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal objek wisata ke dalam matriks IFE dan EFE.
Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan di lingkungan objek wisata KRB, sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman yang
ada. Faktor-faktor dari analisis lingkungan internal dijabarkan ke dalam matriks IFE Internal Factor Evaluation dan faktor-faktor dari analisis lingkungan
eksternal dijabarkan ke dalam matriks EFE Eksternal Factor Evaluation.
6.3.1.1 Matriks Internal Factor Evaluation IFE
Berdasarkan hasil wawancara dan analisis mengenai faktor-faktor internal terhadap enam responden, maka tahapan selanjutnya dilakukan pembobotan
dengan menggunakan kuisioner. Pembobotan faktor internal merupakan suatu upaya untuk membandingkan setiap faktor internal yang mempengaruhi objek
wisata KRB. Hasil penilaian bobot dan rating masing-masing responden kemudian dibuat dalam bentuk matriks IFE dari keseluruhan responden.
Matriks IFE menjabarkan faktor-faktor strategis internal dalam kategori kekuatan dan kelemahan objek wisata. Hasil analisis matriks IFE menggambarkan
seberapa besar pengaruh faktor-faktor strategis internal terhadap objek wisata. Wawancara dari enam orang stakeholder terkait menghasilkan enam kekuatan dan
dua kelemahan dari faktor-faktor strategis internal. Data mengenai faktor kekuatan dan kelemahan disajikan dalam Matriks IFE pada Tabel 24 dan
keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 24 Matriks Internal Factor Evaluation IFE
Faktor-faktor Strategis Internal Bobot
Rating Skor
Bobot Kekuatan
1. Sistem pengelolaan objek wisata
0.16 3
0.48 2.
Harga tiket masuk objek wisata 0.15
4 0.60
3. Infrastruktur dan sarana fasilitas di dalam objek wisata
0.13 3
0.39 4.
Pemasaran dan promosi objek wisata 0.15
3 0.45
5. Keasrian dan kealamian KRB
0.14 4
0.56 6.
Jumlah dan keahlian SDM KRB di bagian kepariwisataan 0.14
3 0.42
Kelemahan 1.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat aktifitas menumpuknya pengunjung wisatawan di suatu area objek wisata
0.13 2
0.26 2.
Ketersediaan kios makanan di dalam objek wisata 0.11
2 0.22
Total 3.38
Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwasanya terdapat beberapa aspek faktor internal yang perlu diidentifikasi untuk menunjukkan kekuatan dan kelemahan
pada faktor-faktor internal tersebut. Salah satu faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dengan bobot tertinggi yaitu sistem pengelolaan objek wisata.
Faktor strategis internal ini perlu dijadikan perhatian oleh pengelola karena semakin meningkatnya kebutuhan untuk berwisata maka perlu bagi KRB untuk
membenahi sistem pengelolaan wisata di KRB agar pengunjung tetap dapat tertarik mengunjungi KRB sekaligus fungsi utamanya sebagai kawasaan
konservasi tidak terdegradasi. Guna mencapai tujuan tersebut diperlukannya informasi-informasi mengenai tentang tujuan wisata, objek wisata yang menarik,
sarana transportasi yang tersedia, kelengkapan fasilitas pendukung akomodasi, restoran fasilitas hiburan dan rekreasi serta produk wisata yang diminati dan lain
sebagainya. Selain itu pemasaran dan promosi perlu ditingkatkan guna meningkatnya jumlah kunjungan yang berdatangan ke KRB. Hal ini akan
berpengaruh pada daya tarik minat pengunjung untuk berwisata ke suatu objek wisata. Di sisi lain, keasrian dan kealamian perlu dijaga agar keberagaman jenis
flora yang ada di KRB tidak berkurang dan masih tetap dijaga kelestariannya. Disamping faktor-faktor kekuatan yang perlu dipertahankan, faktor-faktor
kelemahan seperti pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat aktifitas menumpuknya pengunjung wisatawan di suatu area objek wisata yang
mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan dan rusaknya ekosistem di dalam objek wisata. Selain itu, kurangnya fasilitas tempat makan yang tersedia
menyebabkan tingginya kebocoran dari pengeluaran pengunjung yang berwisatawan. Hal ini perlu dipertimbangkan karena sebagian pengunjung tidak
menjaga kebersihan selama berekreasi, sehingga perlunya penambahan unit usaha makanan yang dikelola dengan baik agar wisatawan bisa membeli konsumsi di
dalam kawasan serta tingkat kebocoran dari pengeluaran pengunjung bisa berkurang. Disamping itu kebersihan dan kelestarian objek wisata harus tetap
dijaga dengan baik agar tidak merusak ekosistem yang ada di dalam objek wisata. Hasil analisis matriks IFE menunjukan bahwa faktor internal terpenting agar
pengelolaan pariwisata di KRB berhasil adalah sistem pengelolaan objek wisata sebagaimana ditunjukan oleh bobot terbesar yaitu 0.16. Namun faktor yang
menjadi kekuatan utama faktor internal kawasan wisata KRB adalah harga tiket masuk objek wisata dengan skor bobot tertinggi sebesar 0.60. Sedangkan faktor
strategis internal yang menjadi kelemahan utama objek wisata ini adalah pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat aktifitas menumpuknya pengunjung
wisatawan di suatu area objek wisata yang memiliki skor bobot yaitu sebesar 0.26. Total bobot faktor strategis internal diperoleh dengan nilai 3.38 di atas rata-rata
titik tengah 2.5, mengindikasikan bahwa kawasan wisata KRB memiliki posisi internal yang kuat.
6.3.1.2 Analisis Matriks EFE
Matriks EFE menjabarkan faktor-faktor strategis eksternal berupa peluang serta ancaman bagi kawasan wisata KRB. Hasil analisis EFE menggambarkan
sejauh mana faktor-faktor strategis eksternal berpengaruh terhadap objek wisata ini. Perolehan nilai bobot dan rating didapatkan berdasarkan dari hasil wawancara
dengan lima orang pihak pengelola kawasan wisata KRB dan satu orang dari Disbudpar. Penilaian bobot merupakan perhitungan rata-rata penilaian responden
terhadap seluruh faktor-faktor strategis eksternal. Rating merupakan penilaian responden dalam pengukuran berapa besar pengaruh faktor tersebut terhadap
lingkungan objek wisata. Matriks EFE menyajikan hasil analisis faktor-faktor strategis eksternal, dimana terbagi dalam golongan lima peluang dan empat
ancaman lingkungan eksternal yang dijabarkan dalam matriks EFE pada Tabel 25 dan keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 25 Matriks External Factor Evaluation EFE
Faktor-faktor Strategis Eksternal Bobot
Rating Skor
Bobot Peluang
1. Permintaan pengunjung terhadap daya tarik objek wisata 0.13
4 0.52
2. Potensi pasar wisatawan Domestik 0.13
4 0.52
3. Potensi pasar wisatawan Internasional 0.15
4 0.60
4. Akses transportasi terhadap objek wisata 0.12
3 0.36
5. Letak dan keterjangkauan objek wisata oleh pengunjung
0.12 3
0.36 Ancaman
1. Keikutsertaan pengunjung dalam memelihara fasilitas yang telah disediakan oleh pengelola KRB
0.13 2
0.26 2. Polusi akibat lalu lintas yang terjadi di luar objek wisata
0.09 1
0.09 3.
Tingkat pengetahuan masyarakat akan kondisi ex-situ objek wisata KRB
0.13 2
0.26 Total
2.97
Berdasarkan Tabel 25 dapat diidentifikasi faktor-faktor eksternal sesuai indikator peluang dan ancamannya. Salah satu faktor strategis eksternal yaitu
permintaan pengunjung terhadap daya tarik kawasan wisata. Permintaan pengunjung akan fasilitas-fasilitas serta jasa wisata yang lengkap turut
mempengaruhi keberlanjutan dan pembaharuan sistem kepengelolaan yang ada. Selain itu potensi pasar wisatawan domestik dan internasional juga mempengaruhi
meningkatnya jumlah kunjungan wisata dan secara langsung turut ikut mempromosikan objek wisata hingga ke mancanegara. Disamping bertambahnya
jumlah dan keahlian SDM yang bekerja di bidang kepariwisataan juga turut mempengaruhi peluang strategi pengembangan objek wisata di KRB agar
pelayanan dan sistem pengelolaannya dapat berjalan dengan baik. Adapun faktor ancaman yang berpengaruh terhadap keberlangsungan
kegiatan wisata yaitu tersedianya jumlah kios makanan yang terdapat di dalam objek wisata KRB cenderung terus meningkat. Pembatasan jumlah kios makanan
diperlukan agar tidak mengganggu aktifitas wisatawan serta tidak merusak keberagaman flora yang dapat memicu pencemaran lingkungan. Selain itu
tersedianya area lapangan parkir di KRB juga turut memicu rusaknya lingkungan sekitar akibat alih fungsi lahan yang dijadikan lapangan parkir. Hal ini perlu
dipertimbangkan oleh pihak pengelola dan instansi terkait guna keberlanjutan kegiatan wisatawan KRB.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap pengelolaan kawasan wisata KRB yaitu potensi pasar internasional sebagaimana ditunjukan dengan bobot tertinggi
yaitu 0.15 dan skor bobot tertinggi yaitu dengan nilai 0.60. Potensi pasar wisatawan internasional merupakan salah satu faktor peluang karena wisatawan
internasional memiliki daya tarik yang tinggi terhadap KRB yang memiliki nilai history akan sejarahnya serta memiliki jenis koleksi pohon dan tumbuhan dari
berbagai macam negara. Hal tersebut merupakan faktor strategis eksternal yang menjadi peluang utama bagi kawasan wisata KRB. Sedangkan yang menjadi
ancaman utama yaitu keikutsertaan pengunjung dalam memelihara fasilitas yang telah disediakan oleh pengelola KRB dan tingkat pengetahuan masyarakat akan
kondisi ex-situ objek wisata KRB dengan skor bobot 0.26. Total skor bobot faktor strategis eksternal diperoleh sebesar 2.97 di atas titik rata-rata titik tengah 2.5,
sehingga kawasan wisata KRB memiliki posisi eksternal yang kuat.
6.3.2 Tahap Pencocokan Matching Stage
Tahap pencocokan merupakan tahap untuk merumuskan strategi berdasarkan hasil analisis kondisi internal dan eksternal kawasan wisata KRB.
Pada tahap ini alat analisis yang digunakan yaitu matriks Internal-Eksternal IE dan matriks SWOT.