Produk Pangan Olahan Industri Menengah Besar

yang terkait dengan jaminan kehalalan terdapat dalam UU No. 81999 pasal 8 d, e, dan h, PP No. 691999 pasal 10 ayat 1 dan 2. Selain dua aturan tersebut, pengawasan halal yang dilakukan oleh BPOM post surveillance dilakukan berdasarkan Permenkes No. 9241996. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran dapat dilakukan berdasarkan aturan yang terdapat Permenkes tersebut atau merujuk pada UU No.8 tahun 1999. Tabel 6. Regulasi Halal Pangan Industri Pengolahan Tahapan Regulasi Izin Pendaftaran Permenkes No.9241996 tentang Aturan pencantuman tulisan Halal pada label makanan dan kewajiban bagi produsen dan importir untuk wajib diperiksa oleh tim gabungan MUI dan dirjen POM Produksi dan label kemasan Idem seperti tabel PIRT Distribusi dan peredaran termasuk peredaran produk impor Idem seperti tabel PIRT Pengawasan : produk lokal dan impor UU No.81999 pasal 8 d,e,h PP No 691999 pasal 10 ayat 1,2 Permenkes No.9241996 tentang Aturan pencantuman tulisan Halal pada label makanan dan kewajiban bagi produsen dan importir untuk wajib diperiksa oleh tim gabungan MUI dan dirjen POM Sanksi Sanksi administratif dan pidana

4. Pangan Siap Saji

Pada kelompok bisnis pangan siap saji, aturan yang terkait dengan jaminan kehalalan sangat minim. Pada saat registrasi tidak ada aturan yang terkait dengan jaminan kehalalan. Registrasi biasanya dilakukan di dinas kesehatan. Untuk tempatsaranacara produksi pangan siap saji dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096MENKESPERVI2010 tentang Higiene sanitasi jasa boga. Aturan ini tidak memuat tentang jaminan kehalalan. Tabel 7 menunjukkan regulasi halal yang eksplisit yang hanya terdapat pada tahap distribusi. Sementara untuk distribusi dan peredaran produk pangan siap saji yang didaftarkan pada dinas kesehatan, maka jaminan kehalalan pada tahapan ini berlaku sama sebagaimana pangan PIRT, produk pangan olahan industri menengah besar yang memiliki izin MD atau ML yaitu Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.123.12.11.105692011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik. Untuk tahapan pengawasan dan sanksi pada produk pangan siap saji tidak ditemukan aturan jaminan kehalalan pada regulasi yang ada. Tabel 7. Regulasi Halal pada produk pangan siap saji Tahapan Regulasi Izin Pendaftaran Tidak ditemukan aturan yang terkait dengan jaminan kehalalan Produksi dan label kemasan Tidak ditemukan aturan yang terkait dengan jaminan kehalalan Distribusi dan peredaran termasuk peredaran produk impor Peraturan KBPOM No.HK.03.1.23.12.11.105692011 pedoman tentang cara ritel pangan yang baik .Untuk toko modern. Lampiran point 6.5, 7.6, 8.1.5, 9.2.3 untuk pangan olahan yang memiliki izin MDML, IRTP dan pangan siap saji sama seperti PIRT dan Industri pengolahan Pengawasan : produk lokal dan impor Tidak ditemukan aturan yang terkait dengan jaminan halal Sanksi Sanksi administratif dan pidana

BAB V KONDISI PENERAPAN HALAL DI BERBAGAI NEGARA

Tabel hasil penelitian secara lengkap terhadap komponen kerangka infrastuktur tersaji pada Lampiran 1. Penerapan sistem jaminan kehalalan yang dilakukan melalui pendekatan infrastruktur sistem jaminan keamanan pangan dievaluasi berdasarkan pelakunya. Pada setiap poin dievaluasi apakah pelakunya pemerintah atau lembaga sertifikasi dan organisasi masyarakat muslim. Ringkasan penerapan sistem jaminan kehalalan di berbagai Negara disajikan pada Tabel 8 berikut : Tabel.8 Penerapan sistem jaminan kehalalan di berbagai Negara NegaraPoint Legislasi Halal Manajemen Pengawasan Inspeksi Layanan Laboratorium Edukasi,Informasi, Pelatihan Indonesia Ada, tapi tidak lengkap Negara dan lembaga sertifikasi Negara dan lembaga sertifikasi halal Bagian dari sertifikasi Lembaga sertifikasi dan yayasan swadaya masyarakat Singapura Tersedia terbatas untuk pelaksanaa sertfikasi halal untuk kepentingan muslim Singapura Organisasi Islam MUIS dibawah Negara Organisasi Islam MUIS dibawah Negara Bagian dari sertifkasi Lembaga sertifikasi Saudi ArabiaUEA Ada Negara Negara Negara Negara Uni Eropa Tidak tersedia Lembaga Sertifikasi Lembaga Sertifikasi Tidak tersedia Lembaga Sertifikasi Australia Tersedia terbatas untuk pelaksana sertifkasi halal untuk kepentingan ekspor Negara dan lembaga sertifikasi halal Negara dan lembaga sertifikasi halal Tidak tersedia Negara dan lembaga sertifikasi halal Berikut penjelasan rinci hasil penelitian dan pembahasan dari masing masing komponen infrastuktur di setiap negara :

A. INDONESIA

A.1. Legislasi Halal Di Indonesia aturan Halal ada dalam 1 Undang-Undang Pangan No 18 tahun 2012 tentang Pangan , 2 Undang-Undang No.18 tahun 1999 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,3 Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, 4 Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, 5 Peraturan Pemerintah No.95 tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner, 6 Permentan No.50 tahun 2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan Karkas,Daging, Jeroan dan atau olahannya ke dalam Negara Republik Indonesia, 7 Permentan No.13 tahun 2010 tentang persyaratan RPH Ruminansia dan Unit Penanganan Daging, 8 Permenkes No. 924 tahun 1996 ketentuan teknis tentang pelaksanaan labelisasi dengan sertifikasi halal yang merupakan tindak lanjut terhadap Surat Keputusan SK bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Agama No. 427MenkesSKBMII1985 tentang pencantuman Tulisan Halal pada Label Makanan, 9 Permentan No. 342006 tentang Persyaratan dan tata cara penetapan instansi karantina hewan, pasal 10, 10 Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.123.12.11.105692011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik, 11 Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.06.10.5166 tentang Pencantuman Informasi asal bahan tertentu, kandungan alkohol, dan batas kadaluwarsa pada penandaanlabel obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan, 12 Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 4362007, Tindakan karantina hewan terhadap susu dan produk olahannya. Pada regulasi tersebut diatas, aturan halal termuat secara eksplisit. Pada regulasi tersebut aturan halal masih bersifat sukarela di Indonesia. Sekalipun konsumen terbesar di Indonesia adalah konsumen muslim, tetapi hak terhadap ketersediaan pangan halal belum dapat terjamin secara utuh. Saat ini secara umum disepakati bahwa jaminan kehalalan produk yang beredar di Indonesia dengan adanya label halal pada kemasan. Keberadaan label halal bersifat legal ketika produk tersebut memiliki sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia melalui proses audit yang dilakukan oleh LP POM MUI. Undang-Undang UU No.18 tahun 2012 tentang Pangan merupakan UU Pangan yang menggantikan UU Pangan No.7 tahun 1996. Dalam UU Pangan No.182012 definisi keamanan pangan telah mengakomodasi keamanan pangan dari sudut agama dan keyakinan. Pasal 1 ayat 5 mendefinisikan keamanan pangan sebagai berikut : Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. UU Pangan No.182012 telah banyak mengakomodasi kepentingan umat Islam dalam hal berikut : 1. Impor Pangan. Pasal 37 menyatakan impor pangan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri wajib memenuhi