Indonesia sebagai Pusat Halal Dunia

Penduduk muslim Indonesia menurut data Pew Research 2011 sekitar 88 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Bagi konsumen muslim jaminan kehalalan terhadap produk yang akan dikonsumsi adalah bagian dari kenyamanan bathin yang harus dipenuhi. Menurut Hariyadi 2008 keamanan pangan merupakan prasyarat bagi pangan yang bermutu dan bergizi. Keamanan pangan yang dimaksud adalah keamanan pangan rohani yaitu yang sesuai dengan keyakinan,kehalalan misalnya juga faktor keamanan jasmani. Di Inggris 1-2 populasi dewasa dan 5-7 populasi anak-anak atau sekitar 1.5 juta penduduk Inggris menderita alergi Hariyadi,2008. Uni Eropa melalui European Commission menetapkan aturan label pangan yang wajib mencantumkan semua ingredien termasuk bahan yang menyebabkan alergi yang telah diketahui pada Directive 200013EC. Kasus alergi dapat disetarakan dengan kasus halal. Salah satu amanah yang disampaikan pada konferensi internasional tentang gizi di Roma ,Itali pada tahun 1992 di dalam Hariyadi 2008 yaitu akses untuk mendapatkan kecukupan gizi dan pangan yang aman adalah hak setiap orang. Aman ini kemudian diterangkan lebih lanjut oleh Hariyadi 2008 sebagai keamanan bathin dan jasmani.

BAB III METODOLOGI

A. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua 2 tahapan utama yaitu : A Tahapan analisa jaminan kehalalan pada kelompok bisnis pangan di Indonesia dan B Tahapan pembandingan sistem jaminan kehalalan yang ada pada beberapa negara dan sintesis untuk menggabungkan temuan tahapan A dan B. Tahapan A terdiri dari beberapa langkah yaitu : 1. Penetapan tahapan dan identifikasi dari masing masing kelompok usaha pangan di Indonesia 2. Melakukan analisa konten regulasi yang ada terhadap keberadaan jaminan kehalalan secara eksplisit. Aturan yang dikaji dalam penelitian ini aturan jaminan kehalalan secara eksplisit pada kelompok bisnis pangan mulai dari Undang undang hingga turunannya. 3. Pemetaan keberadaan regulasi halal secara eksplisit pada setiap tahapan dan menelaah kesenjangan yang ada. 4. Usulan perbaikan bentuk jaminan kehalalan di Indonesia. Tahapan B terdiri dari beberapa langkah yaitu : 1. Penetapan wilayahnegara yang menjadi tempat pembandingan sistem jaminan kehalalan 2. Mengumpulkan data dan informasi dari negara yang sudah ditetapkan berdasarkan pendekatan kerangka infrastruktur sistem jaminan keamanan pangan. 3. Melakukan analisa konten terhadap informasi yang didapat 4. Menggabungkan hasil pada tahapan A dan B untuk memberikan usulan model sistem jaminan kehalalan untuk negara Indonesia.

B. Objek dan Pengumpulan Data

Regulasi di Indonesia pada setiap aktifitas bisnis di bidang pangan yaitu : Pangan segar, Produk Industri Rumah Tangga, Produk olahan Industri menengah besar dan Pangan Siap Saji. Aktifitas bisnis yang dikaji meliputi 1 perijinan, 2 proses penjaminan kualitas, 3 surveillancepengawasan, dan 4 tindakan hukum. Data dan informasi setiap negara yang ada dalam objek penelitian ini berdasarkan pendekatan kerangka infrastruktur sistem jaminan keamanan pangan yaitu : 1 persentase penduduk muslim, 2 PDB Produk Domestik Bruto, 3 Regulasi dan pengawasan, 4 inspeksi, 5 Pelayanan laboratorium, 6 Informasi,edukasi dan pelatihan. Cara yang digunakan melalui wawancara langsung atau sumber internet. Kuesioner yang diajukan seperti tertera pada Lampiran 2. C. Personal sebagai nara sumber 1. Arab Saudi dan UEA : Mr Saud Al Askar Conformity Assessment Director of GSO 2. Australia Dr. M.Lotfi dan Br.Ali Chawk ; Australian Halal Food Services 3. Singapura Mohammed Ariff Mohammed Salleh: Senior Executive Halal Certification Strategic Unit ; Majelis Ugama Islam 4. Belanda Abdul Qayyum ; Halal Feed and Food Inspection Authorithy 5. Jerman Mahmoud Tatari, Dipl,Ing : Halal Control , Jerman

BAB IV ANALISIS KONTEN TERKAIT ATURAN HALAL

A. Aturan Halal di Indonesia

Berdasarkan PP No.28 tahun 2004 tentang Keamanan ,Mutu dan Gizi pangan, ada 4 kelompok bisnis pangan di Indonesia, yaitu 1 Pangan segar, 2 Industri Rumah Tangga, 3 Pangan Olahan Industri menengah besar, 4 Pangan Siap Saji. Undang undang Pangan terbaru yaitu UU No.18 tahun 2012 dapat menjadi payung hukum pelaksanaan pangan halal di Indonesia. Selain Undang undang Pangan, beberapa aturan yang memuat aturan halal secara eksplisit Proses produksi merupakan tahapan kritis dalam menjamin suatu produk halal. Regulasi yang terkait jaminan kehalalan pada tahapan produksi hanya terdapat pada kelompok bisnis pangan segar, sementara untuk kelompok bisnis pangan PIRT, produk pangan olahan industry menengah besar dan siap saji belum memiliki pernyataan yang secara eksplisit memuat regulasi yang terkait dengan jaminan kehalalan. Regulasi tentang label kemasan, distribusi dan peredaran juga merupakan isu kritis pada kelompok bisnis pangan segar, PIRT, dan produk olahan industri menengah besar. Peraturan Kepala BPOM No. HK.03.1.23.06.10.5166 tentang Pencantuman Informasi asal bahan tertentu, kandungan alkohol, dan batas kedaluwarsa pada penandaanlabel obat, obat tradisional, suplemen makanan dan pangan, pasal 4 menyatakan bahwa suplemen makanan dan pangan yang mengandung bahan tertentu wajib mencantumkan informasi kandungan bahan tertentu pada penandaanlabel. Jika bahan mengandung babi, maka wajib mencantumkan tanda khusus berupa tulisan “mengandung babi” atau gambar babi. Ketentuan tersebut hanya ditujukan untuk produk yang berkemasan dan berlabel seperti produk pangan olahan industri menengah besar dan pangan PIRT, tidak untuk pangan siap saji dan restauran. Sementara untuk distribusi dan peredaran pangan PIRT, pangan olahan industry menengah besar dan pangan siap saji yang didaftarkan diatur jaminan kehalalannya pada Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.123.12.11.105692011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik