SINGAPURA 1. Legislasi Halal KONDISI PENERAPAN HALAL DI BERBAGAI NEGARA

Gambar 7. Struktur Organisasi Majelis Ugama Islam Singapura b Mengajukan aplikasi baik yang baru atau pun perpanjangan via Muis eHalal System MeS, untuk aplikasi baru, maka pembayaran aplikasi menjadi suatu keharusan. Audit atau inspeksi akan dilakukan ke lokasi dalam waktu 7 hari untuk aplikasi ekspress dan dan dalam waktu 14 hari kerja untuk aplikasi normal. c Selama proses persetujuan, sertifikat halal dapat diambil langsung ke MUIS bersama dengan persetujuan notifikasi dan biaya sertifikasi. MUIS juga memperlakukan audit sidak atau “unannouncement audit”. D.6. Struktur Biaya Biaya sertifikasi yang ditetapkan oleh MUIS adalah seperti pada Tabel 11.  Jaringan internasional  Kantor Mufti  Pengembangan kebijakan  Pendidikan generasi muda  Keterlibatan generasi muda  Kebijakan dan perencanaan madrasah  Madrasah  Pengembang an kurikulum  Akademi Muis  Pusat harmoni  Keterlibatan masyarakat  Komunikasi korporasi  Komunikasi strategis  Keuangan  Sertifikasi Halal  Layanan haji  Zakat wakaf  Kantor Perencanaan masjid  Kelompok peningkatan masjid  Pembayaran dan pemberdayaan  Perencanaan perusahaan  Sistem informasi  Sumber daya manusia  Keunggulan organisasi Tabel 11. Pembiayaan Sertifikasi di Singapore sumber Website MUIS P r o s e s N o r m a l Audit dilakukan dalam waktu 14 hari kerja 100aplikas i Proses Cepatekpress Audit dilakukan dalam waktu 7 hari kerja 175aplikas i Skema “eating establishment” Restauran 185.5 m2 Restauran 185.5 m2 Hawker Snack Bar Halal Corner School Canteen Stall Temporary Stall 4 8 0 t a h u n 640tahun 320tahun 480tahun 50tahun 65tahun S k e m a P r o d u k Biaya tahunanAnnual Fee Produk per jenis merek 5 0 0 t a h u n 25tahun Skema Katerin g KateringFasilitas dapur 185.5 m2 Kateringfasilitas dapur 185.5 m 6 3 0 t a h u n 670tahun Skema rumah potong Ayam Biaya tahunanAnnual Fee Per halal label 2 0 0 t a h u n 0.01 S k e m a G u d a n g Biaya tahunan Annual Fee 6 7 0 t a h u n Skema pengesahan endorsement P e r p e n g a p a l a n Per kartondrum 1 2 0.25 D.7. Pelayanan Laboratorium Analisa Laboratorium menjadi bagian dari persyaratan sertifikasi halal. Analisa laboratorium digunakan untuk memastikan bahwa produk yang akan disertifikasi halal tidak mengandung bahan non halal. D.8. Edukasi,Informasi , Komunikasi Pelatihan baik secara internal dan eksternal dilakukan oleh MUIS. Standar MUIS dapat diperoleh melalui pembelian on line . MUIS telah mengimplementasikan Muis eHalal System MeS pada bulan Agustus 2006. MUIS meyakini kegiatan ini merupakan kegiatan yang pertama di dunia yang mengontrol dan mengatur keseluruhan aspek sertifikasi halal melalui situs jaringan yang dikelola oleh MUIS. E.EROPA E.1. Legislasi Halal Negara Uni Eropa menerapkan standar Ritual Slaughtering di Eropa per Januari 2013, yaitu EU Regulation No.10992009 berkaitan dengan ritual slaughtering . Aturan ini tidak hanya terkait dengan halal bagi muslim, tetapi juga terkait dengan kosher untuk yahudi. Negara yang ada dalam penelitian ini adalah Belanda dan Jerman. Pada 2 dua negara Eropa yang terlibat dalam penelitian ini, awalnya pemerintah tidak ikut terlibat dalam urusan pengaturan halal baik untuk urusan ekspor atau pun peredaran pangan yang ada di dalam negara tersebut. Impor pangan dari negara lain selama tidak membahayakan kesehatan dan membawa penyakit yang akan mengancam pertanian negara tersebut maka bukan aturan penting bagi pemerintah. Namun ketika salah satu EU Regulation akan diberlakukan, maka secara otomatis pemerintah pada masing-masing negara akan terlibat. Untuk aturan penyembelihan, Belanda mengaturnya dalam aturan “besluit ritueel slachten ”. atau Ritual Slaughter . Aturan ini tidak hanya untuk konsumen muslim tetapi juga untuk agama Yahudi. Awalnya semua aturan dan kebutuhan untuk konsumen muslim diserahkan pada masing-masing individu. Karenanya di Eropa komunitas muslim dari berbagai negara seperti Turki, Timur Tengah berinisiatif untuk mendapatkan makanan halal sebagai suatu hal yang mendesak yang harus dipenuhi. Berdasarkan kondisi inilah lembaga sertifikasi halal muncul. Keberadaan pangan halal di Eropa merupakan inisiatif dari masing-masing komunitas muslim. Awalnya komunitas muslim mempercayakan seorang tokoh yang dianggap kompeten untuk mewakili mereka dalam memastikan kehalalan suatu produk terutama daging. Kegiatan ini yang disebut sebagai self certifier , informal certifier dan do-it yourself certificates. Kemudian kegiatan ini ada yang berkembang menjadi lembaga sertifikasi halal karena ada kepentingan atau permintaan halal dari negara muslim di luar Eropa. Eksistensi lembaga sertifikasi halal tergantung dari pengakuan negara- negara muslim yang akan mengimpor pangan dari negara tersebut. Selain EU Regulation No 10992009 tentang ritual slaughtering, Uni Eropa sedang mengembangkan Standar Pangan Halal Eropa yaitu European Standard on Halal Food-Requirements on the Food Chain. E.2. Manajemen Pengawasan Untuk semua negara Eropa sampai dengan waktu penelitian ini dilaksanakan belum ada pengawasan terhadap halal yang memiliki kekuatan hukum. Di Eropa boleh dikatakan bahwa aturan halal berjalan tanpa regulasi dan pengawasan dari pemerintah. Reliable Certificate kembali kepada masing-masing personel yang menjalankannya. E.3. Kegiatan Inspeksi Karena belum ada peran pemerintah dalam urusan halal, maka kegiatan inspeksi yang kami paparkan disini adalah kegiatan inspeksiaudit yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi halal yang ada di Belanda dan di Jerman. Lembaga sertifikasi yang dipilih adalah lembaga yang memiliki kredibilitas yang tinggi dan diterima di mayoritas negara negara muslim Kegiatan audit yang dilakukan oleh organisasi lembaga sertifikasi halal di Belanda dilakukan oleh beberapa lembaga. Lembaga yang kami ambil dalam penelitian ini adalah : i HFFIA dan ii Halal Correct serta satu lembaga dari Jerman yaitu iii Halal Control. Kegiatan inspeksiaudit yang dilakukan berdasarkan setiap lembaga sertifikasi tersebut yang lebih detail dijelaskan pada hal berikut ini. E.4. Struktur Organisasi E.4.1. HFFIA terdiri dari struktur organisasi yayasan dan lembaga auditinginspeksi. Gambar 8. Organisasi Yayasan HFF Gambar 9. Organisasi Lembaga HFFIA Halal Feed and Food Inspection Authority Dari ketiga lembaga sertifikasi yang ada dalam penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pemisahan antara personal yang melakukan sertifikasi dan yang melakukan keputusan pengambilan fatwa. Hal ini merupakan hal yang dipersyaratkan untuk memenuhi kriteria lembaga yang disetujui oleh MUI dan tercatat pada daftar lembaga yang disetujui oleh MUI. Majlis ALIFTA Majelis Fatwa Yayasan Halal Feed and Food Koordinasi Majelis Majelis Hubungan Masyarakat Berbagai Majelis Otoritas Inspeksi -HFF Direktur Inspeksi dan Pengawasan Penelitian dan Sertifikasi Humas dan Pendidikan E.4.2. Halal Correct, Belanda Gambar 10. Organisasi Lembaga Sertifikasi Halal Correct E.4.2. Halal Control, Jerman Gambar 11. Organisasi Lembaga Sertifikasi Halal Control. E.5. Prosedur Audit Prosedur audit yang dilakukan oleh ketiga lembaga sertifikasi yang dipilih dalam penelitian ini secara umum adalah sama. Prosedur audit secara umum meliputi tahapan pendaftaran dan persetujuan aqad, proses screening terhadap bahan baku, tambahan dan penolong yang digunakan apakah sesuai dengan persayaratan halal. Sebelum terjadi proses aqad, lembaga sertifikasi melakukan Yayasan Total Quality Halal Correct Certification Fatwa dan Penelitian-Dewan Islami untuk Fatwa dan Penelitian Laboratorium dan Penelitian- Scientanova –Penelitian Pangan Audit Halal Correct Audit Halal Correct Manajemen Halal Correct Departemen Inspeksi Halal –Makanan Supleman Departmen Inspeksi Halal-Daging dan produk olahan daging Humas dan Penelitian dan Pengembangan Dewan Direktur Manajemen Eksekutif Perusahaan Panel Sertifikasi: Kesesuaian-Fatwa Unit Standarisasi Departeme n Teknis Manajemen Kualitas Komunikas i Akuntan Pengelolaan SDM komunikasi via telepon untuk melihat prospek perusahaan yang akan diaudit, apakah perusahaan memungkinkan untuk dilakukan proses sertifikasi halal. Tahapan yang sangat awal diperlukan untuk mendapatkan informasi bahwa perusahaan yang akan diaudit “free from pork”. Tahapan ini dilakukan sebelum transaksi dilakukan. Setelah tahapan tersebut, dilakukan tahapan evaluasi dokumen yang disebut juga sebagai tahapan screening. Pada tahap ini perusahaan diminta untuk mengisi formulir dan semua data terkait dengan produk dan fasilitas yang ada. Tahapan screening ini dilakukan untuk dua 2 hal yaitu: 1 melihat kemungkinan adanya bahan yang mengandung babi ada pada material yang digunakan, 2 bahan yang akan digunakan dalam produk yang akan disertifikasi halal. Dilihat pula kesesuaian compliance terhadap kebijakan halal negara lainnya. Pada tahapan screening ini dilakukan penetapan apakah perusahaan memungkinkan untuk dilanjutkan atau tidak proses sertifikasinya. Proses selanjutnya adalah audit lapang yang bisa juga dilakukan dalam dua tahapan pre audit dan audit. Pemeriksaan kembali laporan audit sebelum masuk ke tahapan fatwa dan pengeluaran sertifikat halal. Kesamaan yang tidak bisa ditawar dari ketiga lembaga sertifikasi halal tersebut adalah harus memenuhi kondisi “pork free facilities”. Tidak ada kompromi untuk aturan tersebut. Ketiga lembaga sertifikasi halal tersebut sudah diakui oleh LP POM MUI. Sehingga tidak ada disparitas yang penting dalam pelaksanaan halal dengan prinsip yang diterapkan oleh LP POMMUI. Jika ada perbedaan dengan LP POM , maka perbedaan itu tidak merupakan perbedaan yang penting. Ketiga lembaga tersebut juga meminta kepada klien untuk menerapkan system semacam jaminan kehalalan, yang di Indonesia dinamakan Sistem Jaminan Halal SJH. Di HFFIA system tersebut dinamakan Halal Quality Assurance System , sementara di Halal Correct dan Halal Control meminta perusahaan mengadopsi penuh SJH yang dikeluarkan oleh LP POM MUI dengan mengunduh aturan tersebut dari website LP POM MUI. E.6. Struktur Biaya Biaya sertifikasi halal yang diajukan oleh lembaga sertifikasi halal di Eropa beragam dari 3000 Euro hingga 12000 Euro pertahunnya tergantung besar dan kompleksitas dari industrinya. Kontrak sertifikasi biasanya dilakukan pertiga tahun, dengan pembayaran setiap tahunnya. HFFIA Belanda misalnya untuk biaya sertifikasi pertahunnya sekitar 5000 Euro pertahunnya. Biaya tambahan sertifikasi yang biasanya diterapkan yaitu per kg produk yang dianggap sebagian lembaga sertifikasi sebagai “blood money”. Sementara lembaga sertifikasi halal lainnya seperti Halal Correct, Belanda menerapkan biaya sertifikasi pertahunnya sekitar 3000 hingga 5000 Euro pertahunnya. Sementara Halal Control, Jerman memiliki struktur biaya antara 3000 Euro hingga 12000 Euro. Namun dalam perjalananya jika ada penambahan produk baru perusahaan harus membayar 250 Euro per produknya. Tetapi sampai jumlah tertentu ketika perusahaan sudah cukup banyak membayar sejumlah biaya maka pada saat perpanjangan Halal control akan mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan tersebut dalam bentuk potongan hingga 50 persen. Namun jumlah biaya yang diterima oleh lembaga sebenarnya hanya 50 persen karena setengahnya merupakan pajak. Intinya lembaga sertifikasi seperti Halal Control menetapkan struktur biaya dengan proporsional karena tidak menghendaki kondisi yang akhirnya cukup memberatkan konsumen muslim. E.7. Pelayanan Laboratorium Dari ke 4 lembaga sertifikasi halal tersebut , tidak ada layanan laboratorium sebagai bagian dari prosedur audit yang dilakukan. E.8. Edukasi,Informasi,Komunikasi Halal Informasi dan edukasi di Belanda dan di Jerman sudah mulai tumbuh dan berkembang. Masing –masing lembaga sertifikasi dalam penelitian ini melakukan kegiatan edukasi atau pun komunikasi serta informasi yang terkait dengan peningkatan kesadaran halal . Ada kegiatan yang murni penyadaran halal bagi konsumen muslim dan tidak terkait dengan sertifikasi seperti aktifitas yang bernama “HALAL POLITIE” . Kegiatan ini sangat menarik dan punya afiliasi dengan HFFIA. Kegiatan ini disiarkan melalui internet berupa TV Streaming bernama HALAL TV dan Facebook “Halal Politie”. Aktifitas yang dilakukan oleh Halal Politie adalah memberikan pengetahuan tentang halal dan haram suatu produk serta menjawab pertanyaan konsumen tentang kondisi suatu produk. Kegiatan Halal Politie didanai oleh dana zakat. Salah satu target dari program ini adalah generasi muda yang merupakan bagian terbesar dari generasi gadget . Salah satu kegiatan yang ada di Halal Politie adalah investigasi ke restauran atau tempat produksi yang mengklaim halal. Investigasi ini dilakukan berdasarkan dua hal pertama atas permintaan pengusaha sendiri dan kedua berdasarkan permintaan dari para follower. Investigasi yang dilakukan berdasarkan kriteria yang telah dibuat. Untuk restauran atau pengusaha yang telah memproduksi halal sesuai dengan persyaratan akan mendapatkan peringkat tertentu serta di informasikan dan disebarkan via internet. Kegiatan investigasi ini dapat dijadikan panduan bagi konsumen muslim untuk mencari restauran halal yang tepat. Definisi restauran halal yang dikembangkan adalah restauran yang tidak sekedar menjual makanan dan minuman halal, tetapi juga tidak menjual minuman keras dan bahkan rokok. Restauran atau tempat produksi yang telah dikunjungi oleh Halal politie dapat diberi tanda approved atau suspected. Semua penilaian ini akhirnya diberikan pada konsumen untuk mensikapinya. Pengenalan halal yang dilakukan oleh Halal Politie tidak terbatas pada produk tetapi juga gaya hidup halal. Berikut tanda atau sticker yang diberikan oleh Halal Politie terhadap objek yang telah dikunjungi. Halal Politie juga melakukan pengecekan terhdap produk yang dikunjungi dengan melakukan test cepat untuk pengecekan terhadap pemalsuan daging. Rapid test yang menjadi perlengkapan yang dibawa oleh Halal politie merupakan hasil kerjasama dengan produsen rapid test tersebut. Beberapa gambar dibawah menunjukkan sticker yang diberikan kepada perusahaan dan juga rapid test yang menjadi bagian dari perlengkapan investigasi Gambar 12. Alat yang digunakan dalam kegiatan halal politie Adapun kegiatan sosialiasasi halal yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi halal di Jerman, Halal Control terkait dengan sertifikasi. Berbagi informasi antara ulama lembaga sertifikasi tersebut dengan para industriawan. Kegiatan ini sangat menarik dan merupakan kegiatan win win solution yang dilakukan dan diatur oleh lembaga sertifikasi. Kegiatan ini bebas biaya. Hal positif didapat oleh keduabelah pihak, pihak lembaga sertifikasi mendapatkan pengetahuan dan teknologi baru dari para industriawan, sehingga ilmu dan teknologi tersebut diketahui oleh para auditor lembaga tersebut. Sedangkan para industriawan atau para peneliti dari industri mendapatkan solusi hukum terkait dengan produk yang akan mereka produksi. Para industriawan sangat sadar akan pentingnya pengembangan produk mereka sesuai dengan aturan Islam. Banyak keuntungan yang didapat dari segi biaya dan waktu. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh Halal Control setiap bulannya.

BAB VI JAMINAN KEHALALAN DAN MEKANISMENYA

Sistem jaminan Pproduk Halal dari berbagai negara dievaluasi dengan mengikuti kerangka infrastruktur sistem jaminan keamanan pangan ditambah beberapa hal yang menggambarkan struktur dan aktifitas lembaga atau badan yang berwenang terhadap masalah halal. Kerangka infrastruktur terdiri dari beberapa hal yaitu : A Legislasi Halal, B Manajemen Pengawasan, C Kegiatan inspeksi, D Pelayanan laboratorium dan E Informasi, Edukasi,Komunikasi dan Pelatihan. Hal lain yang menjadi tambahan adalah gambaran tentang struktur organisasi, prosedur audit dan struktur biaya dari suatu lembaga sertifikasi. A.Analisa konten terhadap Legislasi dan Pengawasan Jaminan produk halal untuk konsumen muslim Indonesia belum menjadi hal yang wajib mandatory,walaupun dari segi jumlah penduduk muslim Indonesia merupakan jumlah terbesar di dunia. Dari segi legislasi regulasi halal, Undang-Undang UU Pangan No.18 tahun 2012 telah mengakomodasi kepentingan konsumen muslim terhadap halal. Halal dalam UU Pangan telah dimasukkan ke dalam definisi keamanan pangan, berbeda dengan UU Pangan No.71996 yang belum mengakomodasi halal secara integral. Halal dalam UU Pangan terdahulu hanya ada pada bagian label dan iklan pangan. Dalam UU Pangan yang baru pernyataan halal secara implisit pada pernyataan tidak bertentangan dengan agama dan keyakinan. Penyelenggaraan keamanan pangan pada pasal 67 dan 69, untuk menjaga keamanan pangan yang dimaksud salah satunya adalah dengan penerapan jaminan kehalalan. Pengawasan terhadap penerapan sistem jaminan produk halal dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Untuk industri pengolahan pangan menengah besar dan industri rumah tangga, aturan tentang halal pada regulasi di bawah Undang-Undang hampir tidak memuat secara eksplisit tentang halal. Pengawasan halal untuk produk kemasan baik produk lokal dan impor sebatas dengan kesesuaian antara informasi yang diberi pada saat pendaftaran dengan label produk yang beredar. Untuk pangan segar, selain Undang-Undang No.18 tahun 2012 tentang Pangan, UU No.19 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sangat jelas menyampaikan bahwa hanya hewan yang bersertifikat veteriner dan halal yang boleh masuk dan beredar di wilayah Republik Indonesia. Aturan lain seperti Peraturan Pemerintah PP No.95 tahun 2012 juga gamblang mencantumkan masalah halal sejak dari proses pemotongan,tempat pengumpulan dan penjualan serta transportasi yang harus terpisah antara hewan halal dan non halal. Penjaminan kehalalan produk hewan salah satunya adalah dengan sertifikasi halal oleh institusi yang berwenang. Untuk produk hewan yang masuk ke dalam wilayah Indonesia Permentan no.502011 menyatakan harus disertai dengan sertifikat halal dari LP POM MUI. Pada permentan tersebut pasal 19 ayat 2 menyatakan bahwa karkas, daging, jeroan dan olahannya yang punya sertifikat halal harus terpisah dari wadah dan kontainer karkas, daging ,jeroan dan atau olahannya yang tidak mempunyai sertifikat halal. Pasal tersebut masih memberikan peluang untuk produk hewan yang disertifikasi dan tidak disertifikasi halal. Hal ini menunjukkan bahwa jaminan kehalalan di Indonesia bukan merupakan hal yang wajib. Permentan tersebut bertolak belakang dengan UU No.182009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan. Pengawasan terhadap produk yang beredar untuk produk pangan segar merupakan wilayah otoritas Kementrian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian. Untuk produk kemasan dengan nomor pendaftaran MD atau ML merupakan wilayah otoritas Badan Pengawasan Obat dan Makanan BPOM. Produk Industri Rumah Tangga PIRT dan pangan siapan saji pengawasannya dilakukan oleh pemda setempat dan dinas kesehatan. Terhadap pengawasan mutu dan keamanan daging dan produk daging Kementan belum memiliki perangkat seperti halnya BPOM, akibatnya hampir tidak ada pengawasan terhadap peredaran daging dan produk olahannya dimasyarakat kecuali bergantung pada keaktifan pemda setempat untuk melakukan pengawasan. Pengawasan pangan kemasan dilakukan oleh BPOM berdasarkan data pendaftaran yang disetujui oleh BPOM terhadap informasi yang diberikan oleh produsen. Pengawasan terhadap label halal didasarkan pada aturan Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes No.924 tahun 1996 yang merupakan perubahan dari Permenkes No.82 tahun 1996 tentang Pencantuman Tulisan Halal pada Label Makanan. Pada pasal 8,10,11,12 dan 17 disebutkan antara lain bahwa produsen atau importir yang akan mengajukan tulisan Halal diwajibkan diperiksa oleh petugas Tim Gabungan dari MUI dan Dirjen POM saat ini menjadi BPOM. Permenkes ini sebenarnya merupakan ketentuan teknis tentang pelaksanaan labelisasi dengan sertifikasi halal, sebagai penyempurnaan Surat Keputusan SK bersama antara Mentri Kesehatan dan Mentri Agama No.427MenkesSKBMII1985 tentang pencantuman Tulisan Halal pada Label Makanan. Aturan halal yang terkait dengan produk impor selain daging, adalah susu dan produk olahannya. Melalui Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 436.akptsPD.670.320L1107 tentang petunjuk pelaksanaan tindakan karantina hewan terhadap susu dan produk olahannya. Dalam aturan tersebut sertifikat halal merupakan dokumen yang dipersyaratkan dan harus dipenuhi di PelabuhanBandar Udara tempat masuk produk. Pengawasan yang dilakukan oleh BPOM terhadap halal dikategorikan dalam TMK tidak memenuhi ketentuan. Artinya apakah label halal yang dicantumkan oleh perusahaan sudah memiliki sertifikat halal seperti yang telah ditetapkan. Pengawasan halal yang dilakukan oleh BPOM hanya terbatas pada pangan kemasan baik produk lokal atau pun impor. Sementara untuk produk PIRT yang dikemas diluar lingkup pengawasan BPOM, demikian juga untuk makanan yang tidak dikemas. Ditinjau dari segi legislasi regulasi tentang kehalalan, saat ini Indonesia sudah memiliki perangkat aturan halal, terutama di sektor pangan segar dan pangan kemasan diluar PIRT. Sementara di sektor lainnya aturan teknis tentang jaminan kehalalan belum muncul secara eksplisit. Jaminan kehalalan di Indonesia belum menjadi suatu hal yang wajib sebagaimana di negara Arab Saudi yang penduduknya 100 persen muslim, atau Uni Emirat Arab yang masih membolehkan pangan non halal melalui jalur yang sudah ditetapkan. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab merupakan anggota dari GCC Gulf Cooperation Council . Regulasi tentang halal di negara-negara GCC mengacu pada standar yang sama yaitu GSO GCC Standard Organization No 91995 Labelling of prepacking food , GSO N0.9931995 animal slaughtering according to Islamic Law, GSO No.19312009 Halal Food Part 1 General Requirement, GSO No. 20552010 Halal Food Part 2 Guideline for Halal Food Certification Bodies and Their Accreditation Requirement. Tidak ada pengembangan standar pada setiap negara, jika kelompok negara Teluk telah mengeluarkan suatu standar yang sama. Food Law No. 2 tahun 2008 tentang pangan yang dikeluarkan oleh UEA memuat hal tentang halal pada pasal 8 ayat 2 menyatakan bahwa untuk menangani pangan yang mengandung babi dan produk turunannya serta produk yang mengandung alkohol tidak boleh dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Jika aturan tersebut dilanggar maka pasal 16 ayat 3 menjelaskan sangsi dan pinaltinya. Untuk pangan yang masuk ke wilayah GCC selain menggunakan aturan pelabelan GSO 92007, UEA juga memiliki aturan Food Importer Guide tentang keharusan menyertakan sertifikat halal dari lembaga Islam yang telah disetujui untuk daging, unggas dan produk turunannya termasuk susu. Pada aturan GSO 92007 pada pangan yang dikirim ke negara negara Teluk, informasi minimal yang terdapat pada kemasan harus memuat deskripsi produk, komposisi dan asal negara. Jika menggunakan sumber lemak hewan maka harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih secara halal. Untuk yang menggunakan lemak babi hanya boleh dijual di daerah tertentu dan ditandai dengan jelas dengan gambar babi. Aturan tentang penggunaan lemak babi tidak berlaku untuk negara Arab Saudi. Negara negara Teluk juga melarang untuk menggunakan nama produk yang berasosiasi dengan produk alkohol dan babi, seperti tidak dibolehkan menggunakan nama Turkey Ham, Beef bacon untuk produk yang dikonsumsi konsumen muslim. Di Indonesia penggunaan gambar babi atau tulisan pada produk yang mengandung babi merupakan suatu aturan yang dikeluarkan oleh Peraturan Kepala BPOM No.HK 03.1.23.06.105166. Namun berdasarkan survei yang pernah dilakukan oleh Jurnal halal LP POM MUI pada tahun 2000 an masih ada produk impor yang mengandung babi yang tidak mencantumkan tanda gambar babi atau pun tulisan mengandung babi. Hal ini bisa dapat dikategorikan sebagai produk TMK atau TIE tanpa izin edar. Legislasi dan pengawasan produk pangan di Singapura di lakukan oleh AVA Agri-Food Veterinary Authority of Singapore. Terhadap produk pangan impor yang masuk, AVA tidak memasukkan halal sebagai syarat impor