ANALISIS PERUBAHAN LINGKUNGAN DAN PERUBAHAN BUDAYA BERNAFKAH SUKU DUANO
pemerintah khususnya pemerintah daerah. Kelembagaan tersebut juga dimaksudkan untuk mewakili Suku dalam menyampaikan keluhan atau keberatan
kepada perusahaan yang beroperasi di Indragiri Hilir. Salah satu lembaga yang mengatasnamakan Suku Duano yang hadir pada masa orde reformasi adalah
Kerukunan Keluarga Besar Masyarakat Duanu KKBMD. Sebagaimana yang diutarakan oleh SF 43 tahun, bahwa “.... dengan semakin terbukanya hubungan
kami Suku Duano dengan masyarakat selain Suku Duano, kami memandang perlu adanya lembaga yang dapat menjadi wadah bagi suara suku kami. Salah satu yang
kami pandang penting adalah upaya kami mempertahankan lokasi-lokasi yang digunakan untuk menongkah. Melalui KKBMD kami coba memperjuangkan apa
yang kami sebut sebagai hamparan lumpur laut ulayat. Kapal sondong atau songko bermesin sewaktu-waktu dapat saja kembali beroperasi, jika kami tidak
memiliki kebulatan suara untuk menolaknya....”
Norma sosial yang mangatur perilaku individu dan masyarakat dalam kehidupan Suku Duano juga mengalami perubahan sejak mereka dimukimkan.
Suku Duano pada awalnya lebih berpegang pada aturan-aturan yang bersifat tidak tertulis, yaitu aturan tentang perintah, anjuran, larangan, dan sanksi yang
bersumber dari nilai-nilai yang diyakini masyarakat Suku Duano. Sejak Suku Duano menjadi bagian dari negara RI atau pada era kemerdekaan, aturan-aturan
tertulis yang berlaku umum bagi seluruh warga negara Indonesia, menjadi norma sosial yang berlaku dalam kehidupan mereka. Begitupun undang-undang tentang
administrasi desa dan daerah, telah diberlakukan sama oleh negara terhadap masyarakat adat. EFY 60 tahun mengungkapkan, bahwa:
“Saat ini Suku Duano yang ada di Indragiri Hilir sudah boleh dikatakan tidak lagi berbeda dengan penduduk yang bukan Suku Duano. Dulu sewaktu hidup di perahu
kajang, dalam bertindak kami hanya mengikuti apa yang diajarkan oleh orang- orang tua suku melalui cerita, nasehat, dan pantang-larang. Nasehat-nasehat sering
dilantunkan melalui berdenden. Berdenden itu seperti pepatah-pepatah yang berisi nasehat. Jaman bersekolah sekarang ini, anak-anak kami yah tak jauh berbeda
dengan anak-anak lainnya. Mereka belajar pancasila, beritung, berdagang, dan banyak lagi lah, saya pun tak tahu betul apa yang mereka pelajari sekarang. Untuk
berlayar pun ada sekolahnya, harus ngurus izin di pemerintahan dan macam- macam lah. Kalau dulu kan aturan-aturan, Batin atau Pak Wali lah yang paling
berwenang dan paham. Sekarang ini pun ada perdes untuk menongkah, bakau, dan tentang sampah-sampah. Itu perdes dibuat sejak ada MCRMP, katanya untuk
menjaga alam Muara Indragiri ini, untuk sampai ke anak cucu. Orang-orang sekolahan dari Tembilahan dan Pekanbaru, dan orang Pemda Tembilahan yang
ngasih tunjuk ajar, hampir lima tahun lah lamanya.”
Norma sosial yang bersifat tertulis yang mengatur pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah Panglima Raja, telah ditetapkan dan
diberlakukan pada era reformasi. Sebuah peraturan desa yang diinisiasikan melalui program MCRMP di Panglima Raja yaitu Perdes No.
01PERDESPRX2005 tentang Partisipasi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Lestari di Kawasan Desa Panglima Raja. Tokoh pemuda di Kecamatan Concong
ABR 38 tahun yang berpendidikan S2 hukum, menyatakan “.... Salah satu produk dari program MCRMP yang berkaitan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya alam pesisir di wilayah perairan Concong Luar dan Panglima Raja adalah Perdes SDA Lestari Desa Panglima Raja. Untuk wilayah