dengan strategi fenomenologis. Strategi fenomenologis bermanfaat untuk mengungkap bagaimana aktor membangun dan memberi makna atas tiap-tiap
tindakan mereka dalam situasi sosial yang konkret. Struktur dan makna dari pengalaman hidup sehari-hari yang terkondisi dalam sebuah kebudayaan lokal,
dan lekat dalam situs-situs organisasional, dapat diinterpretasi melalui strategi ini.
Selanjutnya disusun seperangkat prosedur metodologis naturalistik yang dapat menghasilkan data yang absah kredibel, transferabel, dependabel, dan
konfirmabel, sehingga interpretasi yang diberikan atas konstruksi makna para aktor subjek penelitian dapat terungkap dengan baik verstehen. Uji kredibilitas
data kepercayaan dilakukan dengan pengamatan yang seksama waktu, intensitas, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi sumber, teknik,
waktu, diskusi pakar, sejawat, analisa kasus negatif, dan member check. Transferabilitas hasil penelitian diupayakan dengan uraian yang rinci, jelas,
sistematis, dan logis. Dependabilitas atau audit terhadap keseluruhan hasil penelitian dan konfirmabilitas merupakan rangkaian aktivitas penyusunan
disertasi dibawah bimbingan dan pengawasan promotor, serta jejak aktivitas selama studi lapangan.
3.3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di desa-desa tempat bermukimnya komunitas Suku Duano yang berada di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Selanjutnya
dipilih 2 desa tempat bermukimnya Suku Duano yang menjalankan aktivitas menongkah. Komunitas yang dipilih terlebih dahulu adalah komunitas yang paling
awal menerima kehadiran negara dan pasar, dan terus berkembang sesuai dengan informasi kunci yang diperoleh pada awal studi. Pemilihan ini dimaksudkan untuk
memperoleh tonggak-tonggak sejarah perkembangan Suku Duano dan perjalanan budaya mereka, termasuk aktivitas menongkah. Desa yang dipilih adalah Desa
Panglima Raja dan Desa Concong Luar, keduanya termasuk dalam Kecamatan Concong.
3.4. Subyek Kasus dan Informan
Subyek kasus penelitian ini adalah aktivitas nafkah menongkah yang dijalankan oleh Komunitas Suku Duano di Muara Indragiri. Menongkah sebagai
subyek kasus dipahami secara utuh dan menyeluruh, yaitu sebagai aktivitas yang melekat pada sistem penghidupan dan budaya Suku Duano, serta konteks bagi
orientasi tindakan aktor.
Sumber informasi atau informan dalam penelitian ini terdiri dari orang- orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas nafkah Suku
Duano, pelaku sejarah dan orang pihak yang mengerti tentang perjalanan sejarah Suku Duano, para pihak yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan
program atau kebijakan yang menyangkut Suku Duano. Informan untuk masing- masing tujuan penelitian disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Informan Penelitian No
Tujuan Penelitian Informan
1. Latar sosio-historis
dan sosio-ekologis adaptasi Suku
Duano pada lingkungan bio-
fisik Tokoh-tokoh masyarakat Duano
Kepala Desa dan Camat di Kecamatan Concong Peneliti tentang kearifan lokal Suku Duano
Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dan mantan Camat Concong
2. Perubahan
lingkungan dan budaya bernafkah
Suku Duano sebagai akibat dari
perubahan struktur sosial
Tokoh-tokoh masyarakat Duano Kepala Desa dan Camat di Kecamatan Concong
Pendamping program MCRMP Kecamatan Concong
Peneliti tentang kearifan lokal Suku Duano Peneliti tentang profil keanekaragman hayati
kabupaten Indragiri Hilir Pengemudi speedboat rute Tembilahan-
Concong Luar Pedagang rumah makan di Desa Concong Luar
Penongkah kerang Pedagang pengumpul kerang darah tauke etnis
Suku Duano dan non Suku Duano
3. Perubahan sistem
penghidupan, peran ekonomi
menongkah, dan keberlanjutan
nafkah Suku Duano
Tokoh-tokoh masyarakat Duano Kepala Desa dan Camat di Kecamatan Concong
Mantan Kepala Desa Concong Luar Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Indragiri
Hilir dan mantan Camat Concong Tim liputan acara wisata budaya dan bahari
salah satu stasiun televisi swasta nasional Pendamping program MCRMP Kecamatan
Concong Peneliti tentang kearifan lokal Suku Duano
Peneliti tentang produksi dan permintaan kerang darah
Suami ayah Suku Duano dari rumah tangga strata bawah, strata menengah, dan strata atas
Istri ibu Suku Duano dari rumah tangga strata bawah, strata menengah, dan strata atas
Anak Suku Duano dari rumah tangga strata bawah, strata menengah, dan strata atas
4. Perubahan orientasi
tindakan ekonomi dan pembentukan
rasionalitas aktor dalam aktivitas
menongkah Suami ayah Suku Duano dari rumah tangga
strata bawah, strata menengah, dan strata atas Istri ibu Suku Duano dari rumah tangga strata
bawah, strata menengah, dan strata atas Anak Suku Duano dari rumah tangga strata
bawah, strata menengah, dan strata atas
3.5. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dua jenis, yaitu: data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan
menggunakan dua teknik, yaitu: teknik observasi berperan-serta participant- observation, dan wawancara interview. Sementara data sekunder dikumpulkan
dengan teknik studi dokumentasi. Maksud dari masing-masing teknik adalah: Observasi berperan-serta participant-observation, dilakukan untuk
mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang praktek menongkah dan pemaknaan Suku Duano dari aktivitas nafkah ini.
Wawancara mendalam indepth interview, dilakukan untuk menjaring informasi terkait dengan tonggak-tonggak sejarah perubahan lingkungan dan
budaya bernafkah Suku Duano, strategi nafkah, serta pemaknaan subjektif individu atas aktivitas nafkah tindakan dan rasionalitas.
Wawancara terstruktur, dilakukan untuk mengetahui struktur nafkah rumah tangga Suku Duano, sehingga dapat diketahui aktivitas-aktivitas nafkah
terpenting. Studi literaturdokumen digunakan dalam pengumpulan data sekunder,
berupa dokumen-dokumen tentang perjalanan sejarah Suku Duano yang dapat diperoleh dari instansi terkait baik pemerintah maupun non pemerintah.
3.6. Interpretasi dan Penyajian Data
Interpretasi adalah hal terpenting dalam penelitian yang bekerja mengikuti paradigma konstruktivisme. Interpretasi merupakan konstruksi terhadap
pembacaan peristiwa-peristiwa di lapangan penelitian menuju ke teks narasi, melalui dialektika antara peneliti dan tineliti dan antara paradigmateori dengan
fakta yang ditemukan di lapangan. Data yang telah dapat diakui keabsahannya diinterpretasi sesuai dengan tujuan penelitian.
Data yang diperoleh dari wawancara mendalam terkait dengan sejarah hidup sehari-hari dan dokumen sejarah perkembangan komunitas Suku Duano sejak
hidup di rumah perahu sampai dengan selesainya proses pengumpulan data, didialogkan dengan teori perubahan sosial, yaitu teori ekologi budaya. Melalui
historical sociology, peristiwa-peristiwa sosiologis sociological phenomenon penting yang terjadi dalam perjalan sejarah Suku Duano dikelompokkan
berdasarkan tonggak-tonggak sejarah mereka, selanjutnya dikonstruksi dan diinterpretasikan sehingga memiliki makna sosiologis.
Data yang diperoleh dari wawancara mendalam dan pengamatan terlibat terkait dengan aktivitas menongkah selama perjalan sejarah mereka, didialogkan
dengan teori embeddedness. Sehingga diharapkan dapat terungkap bagaimana institusi dan budaya lokal menjadi konteks yang melekat bagi aktivitas nafkah
Suku Duano. Keberlanjutan dan kerentanan penghidupan Suku Duano dianalisis dengan menggunakan sustainable livelihood analysis.
Strategi fenomenologis digunakan untuk mengungkap cara-cara aktor membangun dan memberi makna atas tiap-tiap tindakan mereka dalam situasi
sosial yang konkret. Data ini didialogkan dengan teori tindakan dan rasionalitas ekonomi untuk menghasilkan interpretasi sosiologis yang tajam. Analisis yang
mendalam pada orientasi tindakan ekonomi aktor dan proses pembentukan rasionalitas dilakukan dengan menggunakan analogi teoritis yang disebut sebagai
analogi permainan jungkat-jungkit.
IV. SUKU DUANO: PENGEMBARA LAUT YANG BERADAPTASI PADA EKOSISTEM MUARA
4.1. Latar Sosio-historis Suku Duano di Riau
4.1.1. Suku Pengembara Laut di Dunia Mendeskripsikan secara mendalam sejarah sosiologis perkembangan
masyarakat Suku Duano yang terdapat di Provinsi Riau saat ini, menjadi penting dan menarik untuk meninjau sekilas tentang Suku Pengembara Laut yang ada di
seluruh belahan bumi ini, khususnya di Asia Tenggara. Kekhasan pola interaksi dan adaptasi suku-suku pengembara laut yang ada di berbagai negara, yaitu
memanfaatkan arah angin dan arus laut untuk berlayar dengan menggunakan teknologi tradisional. Rute pelayaran para pengembara laut atau dikenal pula
dengan manusia perahu tersebut mengikuti ruaya gerombolan ikan schooling fish, mereka memanfaatkan ikan-ikan sebagai sumber makanan.
Sebagaimana yang diutarakan oleh Zen 1993, bahwa
perubahan musim setiap tahun mempengaruhi pelayaran antara Cina dan Indonesia. Angin di Laut
Cina Selatan bertiup dari utara ke selatan pada bulan Desember sampai Februari, sehingga memudahkan pelayaran dari Cina ke Indonesia. Sebaliknya pada bulan
Juni sampai Agustus angin selatan bertiup di Laut Cina Selatan yang memudahkan pelayaran dari Indonesia ke Cina. Pelayaran dari Maluku ke Malaka
dan kota-kota di sebelah Barat dengan memanfaatkan angin timur pada bulan Oktober, dan sebaliknya pelayaran ke Timur dengan memanfaatkan angin barat
pada bulan Maret.
Perubahan arah angin mempengaruhi desakan arus di lautan. Arus Equator Utara yang disebabkan oleh angin pasat timur laut mendesak ke utara menjadi
Arus Kuro Syiwo, mendesak ke selatan mengisi selat-selat antar pulau di Kepulauan Filipina dan di Perairan Nusantara. Arah arus di perairan nusantara
bergerak ke arah Laut Sulawesi, Laut Maluku, Selat Makassar. Arus yang mengarah ke Selat Makassar juga mengarah ke Laut Cina Selatan, lalu ke Teluk
Tonkin, Teluk Thailand, Pantai Timur Malaysia, Pantai Barat Selat Karimata dan Utara Kalimantan Laut Jawa. Arah angin dan arus tersebutlah yang
dimanfaatkan sebagai alur pelayaran tradisional traditional sea routes antara Cina dan Indonesia sejak Abad V masehi Zen, 1993 .
Keberadaan Suku Laut di Asia Tenggara dapat dikaitkan dengan migrasi penduduk Vietnam dan Kamboja pada abad X. Akibat desakan dan tekanan sosial
politik di negaranya, mereka melakukan perjalanan laut menggunakan perahu sederhana melalui jalur laut tradisional. Manusia perahu yang berasal dari bangsa-
bangsa dari Asia daratan tersebut dikenal dengan bangsa Proto-Melayu Lenhart, 1997. Mereka sebagian besar terdampar di Kepulauan Riau, pantai timur
semanjung Malaysia, dan Filipina. Fakta sejarah ini dikaitkan dengan keberadaan Suku Pengembara Laut saat ini. Berbagai Suku Pengembara Laut yang tersebar di
sepanjang jalur pelayaran laut tradisional di beberapa negara di Asia Tenggara memiliki sebutan atau panggilan yang berbeda-beda. Karakteristik Indonesia yang
berpulau-pulau merupakan lokasi yang mendukung bagi kehidupan Suku