Tujuan Penelitian Menongkah: Perubahan Lingkungan, Budaya, dan Penghidupan Suku Duano di Muara Indragiri, Riau

Teori dan konsep yang dikembangkan dalam neo evolusionisme terbagi dalam 2 kelompok besar yaitu antropologi budaya dan sosiologi Tabel 2.3. Neo evolusionisme dalam antropologi budaya berkembang lebih dahulu dibanding dalam sosiologi. Teori dan konsep neo evolusionisme dalam antropologi budaya lebih diarahkan untuk melihat adaptasi budaya suatu masyarakat terhadap perubahan lingkungan bio-fisik, sedangkan dalam sosiologi lebih diarahkan untuk melihat adaptasi yang terjadi karena peningkatan diferensiasi struktural dan fungsional. Teori evolusi determinisme teknologi White dan evolusi multilinier Steward menggunakan tradisi evolusi biologi Darwin dan evolusi materialis Morgan, sedangkan teori evolusi differensiasi Parson menggunakan tradisi evolusi sosial Comte dan evolusi sosiologis Durkheim Sanderson, 1993; Sztompka, 1994; Steward 1955. Tabel 2.3. Teori dan Konsep yang Digunakan dalam Neo Evolusionisme Teori Konsep I. Antropologi Budaya  Determinisme Teknologi Lesli White  Evolusi Multilinier Julian H. Steward  Evolusi Umum dan Evolusi Khusus Marshal Sahlin dan E. Service  White: Evolusi penggunaan energi energi fisiktenaga manusia, energi tenaga hewan, energi tanah, energi minyak bumi, energi nuklir; kultur ditentukan terutama oleh sistem teknologi technology determinism, adaptasi  Steward: Tahapan multilinier; Faktor tekno- ekonomi technoeconomics; Inti masyarakat lembaga teknologi, lembaga ekonomi; faktor organisasi sosial-politik; faktor ideologis; Inti budaya, Non inti budaya, adaptasi  Sahlin dan Service: Evolusi umum; Evolusi Khusus; Adaptasi II. Sosiologi  Evolusi-ekologi Gerhard Lenski dan Jean Lenski  Teori Diferensiasi Talcot Parson  Lenski dan Lenski: Sistem simbol; Sistem genetik; Urutan penentu evolusi teknologi, ekonomi, pemerintahan, sistem distribusi; Fase evolusi berburu-meramu, hortikultura, agraria, industri.  Parson: Proses integratif; Proses kontrol; Perubahan struktural; Kapasitas adaptasi; Evolusi multilinier; Mekanisme dasar evolusi differensiasi, peningkatan daya adaptasi, inklusi, generalisasi nilai; Tahapan evolusi primitif, primitif lanjut, menengah, modern. Sumber: Sztompka 1994; Sanderson 1993; Steward 1955 Hal pokok yang membedakan teori evolusi multilinier Steward, 1955 dengan teori-teori neo evolusionisme lain adalah :  Kultur budaya dilihat sebagai satu kesatuan yang memiliki ciri-ciri berlainan yang ditemukan di berbagai lingkungan ekologis.  Evolusi meliputi semua kesatuan kultur konkret, tetapi setiap kultur dan aspek kultur berkembang secara berbeda dan mengikuti mekanisme sendiri multilinier.  Evolusi dipandang multilinier dalam 2 hal, yaitu evolusi pada berbagai tipe masyarakat antar-masyarakat, dan evolusi berbagai bidang kehidupan masyarakat tertentu.  Penyebab perubahan evolusioner bermacam-macam. Faktor tekno-ekonomi sebagai penyebab utama tapi bukan determinisme teknologi, sedangkan faktor organisasi sosial politik dan faktor ideologi lebih kecil peluangnya sebagai penyebab perubahan. Pendekatan evolusi multiliner yang lebih menekankan pada aspek kultur akan semakin baik, jika diperkuat dengan pendekatan sosiologi sejarah historical sociology. Kedua pendekatan ini tidak memiliki pertentangan yang mendasar, karena 1 sama-sama melihat masyarakat sebagai suatu realitas yang memiliki perkembangan atau sejarah yang khusus pada berbagai aras atau aspek kehidupan, 2 sama-sama memandang penting inter relasi antara perilakutindakan dengan struktur. Sztompka 1994 menyatakan bahwa asumsi ontologis dalam sosiologi sejarah adalah:  Realitas sosial bukanlah keadaan yang tetap tetapi merupakan proses yang dinamis. Waktu adalah faktor internal yang tetap ada dalam kehidupan sosial. Apa yang terjadi, bagaimana cara terjadinya, mengapa terjadi, apa akibat yang ditimbulkan, semuanya tergantung kepada waktu dan tempat terjadinya.  Perubahan sosial merupakan pertemuan berbagai proses dengan berbagai vektor, yang sebagian tumpang-tindih, sebagian menguatkan, sebagian memisahkan, saling mendukung, dan saling merusak.  Masyarakat itu sendiri tidak dilihat sebagai satu kesatuan, objek atau sistem, tetapi dilihat sebagai jaringan hubungan yang berubah-ubah, meliputi ketegangan maupun keselarasan, konflik, maupun kerjasama.  Rentetan kejadian dalam setiap proses sosial dilihat secara kumulatif.  Proses sosial dilihat sebagai ciptaan agen-agen individual atau kolektif melalui tindakan mereka. Selain fase proses sosial terdapat juga beberapa orang, kolektif, kelompok, gerakan sosial, asosiasi, dan sebagainya yang tindakannya menimbulkan proses itu.  Manusia tidak dapat membangun masyarakat sepenuhnya seperti yang diinginkan, tetapi manusia membangun masyarakat berdasarkan kondisi struktural yang mereka warisi dari masa lalu. Artinya terdapat dialektika antara tindakan dan struktur, yaitu tindakan sebagian ditentukan oleh struktur sebelumnya dan struktur yang kemudian dihasilkan oleh tindakan sebelumnya. Sosiologi sejarah memiliki akar yang kuat pada tradisi sejarah Weber, selain pengaruh materialisme historis Marx. Sztompka 1994, Sanderson 1993, dan Turner 1998 memandang bahwa Weber tidak sependapat dengan Marx dalam hal materialisme sebagai sumber utama perubahan sosial. Perubahan sosial dalam pandangan Weber terjadi dengan cara yang jauh lebih luas dari sekadar kondisi- kondisi material dasar, gagasan dan cita-cita yang bersumber dari nilai-nilai kultural dan doktrin keagamaan temasuk dalam hal-hal yang menjadi perhatian sosiologi sejarah Weber. Weber juga memandang penting peran pemimpin kharismatik charismatic leader dalam proses perubahan.

2.1.3. Sosiologi Nafkah

Bidang sosiologi yang memberikan perhatian khusus pada pengaturan ekonomi dalam masyarakat adalah sosiologi ekonomi. Aspek ekonomi menjadi bagian yang penting dalam melihat perubahan sosiokultural dan perubahan ekologikal. Teori perubahan dan perkembangan masyarakat dunia dari Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber melihat aspek ekonomi adalah pusat dari perubahan masyarakat dunia. Sejak era klasik, mereka telah melakukan pendekatan sosiologi terhadap fenomena kehidupan ekonomi. Marx dengan lima formasi sosial ekonomi perkembangan masyarakat, Durkheim dengan evolusi masyarakat tradisional ke masyarakat industri, dan Weber dengan perkembangan kapitalisme. Ketiga ahli tersebut sepakat bahwa penjelasan tentang kehidupan ekonomi tidak cukup memadai jika hanya dilihat dari aspek-aspek ekonomi semata, kehidupan ekonomi harus dilihat lebih jauh melalui aspek-aspek sosiologis sosial, politik, dan budaya. Sebagaimana terlihat dari definisi sosiologi ekonomi dari Durkheim dan Weber yang dikutip oleh Smelser dan Swedberg 2005, yaitu: “Economic sociology—to use a term that Weber and Durkheim introduced—can be defined simply as the sociological perspective applied to economic phenomena. A similar but more elaborate version is the application of the frames of reference, variables, and explanatory models of sociology to that complex of activities which is concerned with the production, distribution, exchange, and consumption of scarce goods and services.” Meskipun definisi sosiologi ekonomi tersebut diterima oleh semua pihak, menurut Smelser dan Swedberg 2005 tokoh-tokoh sosiologi klasik yang membahas fenomena kehidupan ekonomi Marx, Durkheim, Weber memiliki fokus yang berbeda dalam melihat tindakan ekonomi. Hal tersebut menyebabkan sosiologi ekonomi kaya akan perspektif atau pendekatan, berbeda dengan ekonomi formal yang mengarusutamakan satu perspektif atau pendekatan. Perbedaan cara pandang ketiga tokoh sosiologi ekonomi klasik tersebut, berpengaruh besar pula terhadap perkembangan salah satu cabang sosiologi ekonomi yaitu sosiologi nafkah livelihood sociology. Sosiologi nafkah berkembang dalam upaya untuk membahas kekhasan fenomena kehidupan ekonomi negara dunia ketiga, khususnya masyarakat rural dan sub urban. Perubahan penghidupan pedesaan sangat terkait erat dengan perubahan lingkungan, baik lingkungan bio-fisik maupun lingkungan sosial. Dharmawan 2007 mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan fokus dan asumsi dasar dari sosiologi nafkah yang berkembang di Timur khususnya Asia Tenggara dan di Barat Afrika dan Latin-Amerika, dalam melihat perubahan penghidupan. Sebelum meninjau lebih jauh tentang fokus, asumsi, dan konsep-konsep dalam sosiologi nafkah, definisi sosiologi nafkah yang diutarakan oleh Dharmawan 2007 dapat memberikan pengertian mendasar dalam upaya mendalami perubahan penghidupan pedesaan, yaitu: “Secara sederhana sosiologi nafkah dipandang sebagai studi tentang keseluruhan hubungan antara manusia, sistem sosial, dengan sistem penghidupannya. Lebih jauh sebagai sebuah disiplin, sosiologi nafkah merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan seseorang untuk memahami cara-cara atau mekanisme yang dibangun oleh individu, rumah tangga, atau komunitas dalam mempertahankan eksistensi kehidupannya sesuai dengan latar sosial, ekonomi, ekologi, budaya, dan konstelasi politik khas suatu kawasan.” Definisi sosiologi nafkah tersebut menunjukkan bahwa determinan utama penghidupan pedesaan dapat diasumsikan secara berbeda. Sosiologi nafkah yang berkembang di Asia Tenggara termasuk Indonesia berangkat dari permasalahan- permasalahan penghidupan dalam proses pembangunan pedesaan, sedangkan sosiologi nafkah yang dikembangkan di Barat berangkat dari permasalahan- permasalahan kemiskinan dan kerusakan sumberdaya alam. Faktor sosial- ekonomi menjadi perhatian yang lebih mendalam pada pembahasan sosiologi nafkah di Timur, sedangkan di Barat lebih mengutamakan faktor sosial-ekologi. Tabel 2.4. Perbandingan Fokus dan Asumsi antara Mazhab Bogor dan Mazhab Sussex Mazhab Sosiologi Nafkah Fokus Asumsi Bogor IPB  Dinamika berbagai dimensi pembangunan dan modernisasi pertanian dan pedesaan mencakup pertanian, perikanan, perkebunan, industri kecil, sektor informal  Relasi perubahan sosial dan perubahan struktur agraria dengan diversifikasi pekerjaan  Pola nafkah ganda dan migrasi desa-kota  Determinan utama dari penghidupan pedesaan adalah faktor sosial-ekonomi  Fakta kemiskinan dan marjinalisasi ekonomi pedesaan sebagai akibat dari proses modernisasi-kapital.  Modernisasi pedesaan memicu perubahan sosial-agraria yang seterusnya menghasilkan keragaman strategi nafkah pedesaan. Barat Sussex  Dinamika berbagai dimensi kemiskinan dan kerusakan sumberdaya alam komunitas lokal  Perubahan ekosistem dan mekanisme adaptasi sistem penghidupan  Determinan utama dari penghidupan pedesaan adalah faktor sosial-ekologi  Fakta kemiskinan terjadi sebagai akibat bekerjanya kekuatan politik-kapital global yang menghancurkan sumberdaya alam ecological fragilty.  Akibat langsung dari perubahan tata ekosistem suatu kawasan menghasilkan keragaman strategi nafkah pedesaan. Sumber: Dimodifikasi dari Dharmawan 2007 Perbandingan yang dilakukan Dharmawan 2007 antara sosiologi nafkah yang berkembang di Indonesia disebutnya sebagai Mazhab Bogor dengan sosiologi nafkah yang berkembang di Inggris disebutnya sebagai Mazhab Sussex, sangat membantu dalam mengarahkan pilihan asumsi dasar yang tepat