Tabel 2.1. Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
No Isu
Ekonomi Islam Ekonomi Konvensional
1. Sumber
Al- Qur‟an dan Al-Hadist
Daya pikir manusia 2.
Motif Ibadah
Rasional materialism 3.
Paradigma Shariah
Pasar 4.
Pondasi Dasar Muslim
Manusia Ekonomi 5.
Landasan Filosofi
Falah Utilitarian Individualism
6. Harta
Pokok Kehidupan Asset
7. Investasi
Bagi Hasil Bunga
8. Distribusi
Kekayaan Zakat,
Infaq, Shadaqah,
Hibah, Hadiah, Wakaf, dan Warisan
Pajak dan Tunjangan
9. Konsumsi-
Produksi Mashlahah, Kebutuhan, dan
Kewajiban Egoisme, Materialisme, dan
Rasionalisme 10. Mekanisme
Pasar Bebas dan dalam pengawasan Bebas
11. Pengawas Pasar Al-Hisbah NA
12. Fungsi Negara Penjamin Kebutuhan Minimal
dan Pendidikan- pembinaan melalui Baitul Mal
Penentu Kebijakan melalui departemen
13. Bangunan Ekonomi
Bercorak perekonomian ril Dikotomi Sektoral
yang Sejajar Ekonomi Riil dan
Moneter Sumber : Ascarya, 2006
2.1.1.1. Konsep Dasar Keuangan Syariah
Uang merupakan alat tukar atau transaksi dan pengukur nilai barang dan jasa untuk memperlancar perekonomian. Uang bukan komoditi. Oleh karena itu motif
memegang uang dalam islam adalah untuk bertransaksi dan berjaga-jaga bukan untuk spekulasi Ascarya, 2006.
Dalam sejarah islam, bentuk uang yang biasa digunakan adalah full bodied money
atau uang instrinsik dan nilai instrinsiknya sama dengan nilai ekstrinsiknya harga uang sama dengan nilainya. Pada masa ini jenis uang yang umum digunakan
adalah dinar emas seberat 4,25 gram dan dirham perak seberat 2,975 gram Ascarya, 2006.
2.1.1.2. Konsep Riba dan Maysir
Secara teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil Saed, 1996 dalam Ascarya, 2006. Riba dapat timbul dalam pinjaman
riba dayn dan dapat pula timbul dalam perdagangan riba bai’. Riba bai’ terdiri
dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang riba fadl dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya
dilebihkan karena melihat jangka waktu riba nasiah. Riba dayn berarti „tambahan‟,
yaitu pembayaran “premi” atas setiap jenis pinjaman dalam transaksi utang-piutang maupun perdagangan yang harusnya dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi
pinjaman di samping pengembalian pokok yang ditetapkan sebelumnya Ascarya, 2006.
Maysir secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa
kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa kerja. Dalam islam, maysir yang dimaksud adalah segala sesuatu yang mengandung unsur judi, taruhan, atau
permainan berisiko Ascarya, 2006.
2.1.1.3. Sistem Bagi Hasil vs. Sistem Bunga
Dalam islam tidak dikenal adanya bunga karena hal tersebut merupakan bentuk riba yang diharamkan. Dalam islam yang ada hanyalah sistem bagi hasil
profit-loss sharing yang merupakan bentuk kerja sama untuk melakukan kegiatan usaha antara pemilik modal yang memiliki kelebihan dana dengan pengusaha yang
mengalami kekurangan dana. Sistem bagi hasil ini berbentuk mudharabah dan
musyarakah yang masing-masing beragam jenisnya Ascarya, 2006. Perbedaan
antara sistem bunga dan bagi hasil ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2. Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil
No. Bunga
Bagi Hasil 1.
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi usaha akan
selalu menghasilkan keuntungan. Penentuan besarnya rasionisbah bagi
hasil disepakati pada waktu akad sesuai dengan kemungkinan untung rugi.
2. Besarnya presentase didasarkan pada
danamodal yang dipinjamkan. Besarnya rasio bagi hasil didasarkan
pada jumlah
keuntungan yang
diperoleh. 3.
Bunga dapat
mengambang dan
besarnya berfluktuatif sesuai dengan fluktuatif bunga patokan atau kondisi
ekonomi Rasio bagi hasil tetap tidak berubah
selama akad masih berlaku, kecuali diubah atas kesepakatan bersama.
4. Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa
pertimbangan keuntungan kerugian dari usaha
yang dijalankan Bagi hasil bergantung pada keuntungan
dan kerugian usaha yang dijalankan.
5. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun keuntungan naik berlipat ganda.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai peningkatan keuntungan
6. Eksistensi bunga diragukan atau
dikecam oleh semua agama Tidak ada yang meragukan keabsahan
bagi hasil Sumber : Antonio, 2001 dalam Ascarya, 2006 ; diolah
2.1.2. Konsep Obligasi Syariah SUKUK