selangnya masing-masing sehingga bisa dilakukan uji FEDV pada model ini yang menghasilkan output yang valid. Untuk lebih jelasnya, hasil pengujian stabilitas
model VAR dapat dilihat pada Lampiran 3.
5.4. Uji Kausalitas Granger
Setelah didapatkan lag yang optimum dalam pengujian model dan model yang stabil maka selanjutnya dilakukan pengujian kausalitas granger. Hal ini dilakukan
untuk melihat pengaruh sukuk terhadap indiktor makroekonomi dan sebaliknya. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pada taraf nyata sebesar lima persen,
penerbitan sukuk berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran terbuka. Penerbitan sukuk dipengaruhi oleh jumlah uang beredar. Hal ini dikarenakan
korporasi dan negara yang menerbitkan sukuk bertujuan memperoleh dana dari masyarakat untuk melakukan perluasan usaha dan pembangunan infrastruktur yang
pada akhirnya membuka lapangan pekerjaan baru yang dapat menyerap tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Penerbitan sukuk juga dapat dipengaruhi oleh jumlah uang beredar karena
penerbitan sukuk oleh negara dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen dalam operasi pasar terbuka yang dapat menarik peredaran uang di masyarakat. Hal ini
menunjukkan bahwa sukuk memang merupakan instrumen moneter yang diperuntukkan ke pembangunan sektor ril.
5.5. Uji Kointegrasi Johansen
Pengujian kointegrasi penting untuk dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meskipun jika
dilihat secara individu tidak stasioner, namun secara kombinasi linear menjadi stasioner. Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang yaitu nilai
galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nol. Dikarenakan data yang diperoleh tidak semua stasioner pada level, maka akan dilakukan estimasi dengan
menggunakan model VECM, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian kointegrasi terlebih dahulu.
Hubungan kointegrasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari nilai trace statistic
. Terdapat hubungan kointegrasi apabila nilai trace statistic lebih besar dari nilai critical value 5 persen. Hasil uji kointegrasi Johansen dapat dilihat pada tabel
5.4 di bawah ini.
Tabel 5.4.
Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen
Hipotesa Trace statistic
5 persen critical value None
154.4522 95.75366
At most 1 82.46204
69.81889 At most 2
48.60636 47.85613
At most 3 19.64638
29.79707 At most 4
8.486034 15.49471
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pada model sukuk terdapat minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata 5 persen, yang berarti terdapat
minimal satu persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan masing- masing model tersebut. Hal ini berarti terdapat hubungan jangka panjang antara
penerbitaan sukuk dengan indikator makroekonomi Indonesia, dalam hal ini pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam PDB, inflasi yang tercermin dalam IHK,
jumlah uang beredar luas, pengangguran ekonomi, dan bonus SBIS yang hasilnya
akan diperjelas pada estimasi VECM dan uji Forecast Error Decomposition Variance
. 5.6.
Hasil Estimasi VECM Sukuk dan Indikator Makroekonomi Indonesia
VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini dilakukan karena adanya data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM
mampu melihat hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi
jangka pendek. Model VECM yang dipilih merupakan model terbaik berdasarkan kriteria goodness of fit yang harus dimiliki model. Hasil estimasi model secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Model ini diharapakan lebih mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya dibandingkan dengan menggunakan
model VAR in difference. Sims 1980 dan Doan 1992 menentang penggunaan variable difference, walaupun jika variabel tersebut memiliki unit root tidak
stasioner pada level. Kedua pakar ini berargumen bahwa differencing akan membuang informasi berharga yang terkait dengan pergerakan searah data. VAR in
difference digunakan bagi data yang tidak stasioner pada level dan tidak
terkointegrasi. Dalam penelitian ini hampir semua data tidak stasioner pada level, namun semua data memiliki hubungan kointegrasi, sehingga digunakan model
VECM. Tabel 5.5 merupakan hasil estimsi VECM penerbitan sukuk dan indikator
makroekonomi Indonesia yang memperlihatkan hubungan antar variable pada jangka panjang. Dapat dilihat bahwa pada pada jangka pendek tidak ada satu pun variabel
yang signifikan terhadap sukuk. Hal ini terjadi karena suatu variable bereaksi
terhadap variable lainnya membutuhkan waktu lag dan pada umumnya reaksi suatu variabel terhadap variable lainnya terjadi dalam jangka panjang. Pada penerbitan
sukuk terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek menuju jangka panjang yang ditunjukkan dengan kesalahan kointegrasi yang signifikan dan bernilai
negative CointEq1 : -0.031376. Hasil estimasi VECM pada jangka pendek lebih jelasnya bisa dilihat di lampiran 7.
Tabel 5.5. Hasil Estimasi Model VECM Penerbitan Sukuk
Variable T-Statistic
Koefisien LNPDB-1
9.07089 1.088
LNM2-1 -2.97913
0.242 LNIHK-1
4.88420 -0.091
LNPT-1 4.98985
-0.772 LNSBIS-1
5.13682 -0.045
Catatan : Tanda asterisk menunjukkan koefisien signifikan pada taraf nyata 5 persen
Berdasarkan tabel 5.5 di atas, pada jangka panjang hampir semua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Hubungan variabel
inflasi, tingkat pengangguran, dan bonus SBIS bepengaruh signifikan secara negatif terhadap penerbitan sukuk. Variabel jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi
yang berpengaruh signifikan secara positif terhadap penerbitan sukuk. Hal ini dikarenakan ketika perusahaan dan pemerintah menerbitkan sukuk akan disesuaikan
dengan kondisi makroekonomi yang ada di Indonesia. Variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif secara signifikan
terhadap penerbitan sukuk, yakni ketika terjadi peningkatan sebesar satu persen pada pertumbuhan ekonomi maka akan menaikkan penerbitan sukuk sebesar 1.088 persen.
Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan akan menyebabkan penerbitan sukuk mengalami peningkatan pula
karena kondisi makroekonomi Indonesia yang baik. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi selaku emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang
diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia meningkat sehingga
kondisi ini dapat merangsang para emiten untuk menerbitkan sukuk sesuai tujuannya masing-masing.
Variabel jumlah uang beredar berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi
kenaikan satu persen pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk akan bertambah sebanyak 0.242 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika
terjadi peningkatan pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk akan mengalami kenaikan karena selain sebagai sumber dana untuk menutupi defisit
anggaran pemerintah dan sebagai dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur, penerbitan sukuk juga dapat digunakan sebagai salah satu instrument dalam operasi
pasar terbuka. Operasi pasar terbuka ini salah satu cara untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar.
Variabel pengangguran terbuka pun berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika
terjadi kenaikan satu persen pada tingkat pengangguran maka penerbitan sukuk akan berkurang sebanyak 0.772 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika
pengangguran terbuka mengalami kenaikan maka penerbitan sukuk akan mengalami
penurunan karena kondisi makroekonomi dalam negeri sedang tidak baik. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi selalu emiten akan melihat dan menyesuaikan
jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika terjadi peningkatan angka pengangguran maka masyarakat mengalami penurunan standar
hidup dan daya beli. Hal ini mengakibatkan kondisi pasar keuangan domestik akan memburuk.
Begitu pula yang terjadi pada variable IHK yang mencerminkan inflasi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya
dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen pada inflasi maka penerbitan sukuk akan berkurang sebanyak 0.091 persen. Hal ini sesuai dengan
hipotesis bahwa ketika inflasi mengalami kenaikan maka penerbitan sukuk akan mengalami penurunan karena kondisi makroekonomi dalam negeri sedang tidak baik.
Ketika terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa inflasi maka daya beli masyarakat berkurang yang pada akhirnya kondisi pasar keuangan domestikpun akan
memburuk. Selanjutnya variebel yang berpengaruh signifikan secara negatif terhadap
penerbitan sukuk yaitu bonus SBIS. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk
akan berkurang sebanyak 0.054 persen. Hal ini terjadi karena ketika terjadi penurunan bonus SBIS maka para emiten korporasi maupun pemerintah akan
mamanfaatkan hal ini untuk menerbitkan obligasi syariah. Hal ini dikarenakan dengan turunnya bonus SBIS maka dana yang dikeluarkan untuk membayar return
obligasi syariah akan lebih rendah sehingga obligasi syariah yang diterbitkan menjadi bertambah.
5.7. Impuls Response Function IRF