IV  GAMBARAN UMUM  SURAT KABAR HARIAN KOMPAS
4.1 Sejarah Kelahiran dan Perkembangan Surat Kabar Harian  Kompas
Kompas sebagai suatu perusahaan media massa yang besar dan prestisius ini  merupakan  sebuah  perusahaan  yang  paling  lama  atau  mempunyai  umur  yang
lebih  lama  dari  media  yang  lainnya.  Kompas  terbit  pertama  kali  pada  28  Juni 1965.  Pada  saat  itu  tiras  Kompas  hanya  4800  eksemplar.  Kini,  tiras  Kompas
mencapai  550.000  eksemplar  perhari  dan  telah  berkembang  sebagai  koran berskala nasional terbesar di Indonesia.
Situasi  politik  melatarbelakangi  lahirnya  Kompas  di  mana  pengaruh  dan dominasi komunisme masih cukup kuat di Indonesia. Pada masa itu, media massa
dikuasai  oleh  komunis.  Hanya  koran-koran  pro-komunis  yang  bisa  bertahan  dan memiliki ruang hidup lebih longgar, sedangkan koran-koran anti komunis banyak
yang  bertumbangan  karena  tidak  diberi  kesempatan  untuk  tumbuh.  Pengaruh komunis yang sangat kuat telah membuat semangat perlawanan terhadap dominasi
komunisme pun bermunculan, salah satunya Jendral Achmad Yani. Jendral  Achmad  Yani  yang  pada  saat  itu  menjabat  sebagai  Menteri
Panglima  Angkatan  Darat  meminta  kepada  Frans  Seda  menteri  perkebunan untuk  melawan  komunis  dengan  menerbitkan  surat  kabar.  Hal  itu  disebabkan
karena  pada  saat  itu  banyak  surat  kabar  anti  komunis  yang  dibreidel  dengan tuduhan  tidak  revolusioner.  Oleh  karena  itu,  tidak  ada  perlawanan  opini  yang
memadai  terhadap  opini  dominan  dari  paham  komunis.  Dengan  demikian, terbitnya  surat  kabar  ini  diharapkan  dapat  memenuhi  harapan  masyarakat  yang
haus  akan  informasi  di  tengah  dominasi  opini  komunis  yang  menguasai  media saat itu.
Menindaklanjuti gagasan tersebut, Frans Seda kemudian menemui Kasimo Ketua Partai  Katolik  Indonesia, PK Ojong dan  Jacob Oetama untuk  membahas
rencana  penerbitan  surat  kabar  tersebut.  Dalam  pertemuan  itu,  mereka  sepakat untuk  menerbitkan  surat  kabar  yang  akan  diberi  nama  Bentara  Rakyat.  Nama
Bentara  Rakyat  sengaja  dipilih  untuk  menandingi  keberadaan  Harian  Rakyat. Mereka  juga  menyepakati  sifat  harian  yang  independen,  menggali  sumber  berita
sendiri serta mengimbangi secara aktif pengaruh komunis, namun tetap berpegang pada  kebenaran,  kecermatan  sesuai  profesi  dan  moral  pemberitaan.  Rencana
tersebut  secara  langsung  diajukan  kepada  Presiden  Soekarno.  Namun  Presiden Soekarno  kurang  setuju  dengan  nama  Bentara  Rakyat  dan  mengusulkan  untuk
mengubahnya menjadi Kompas, yang artinya penunjuk arah. Pendirian  Kompas  ternyata  tidak  berjalan  mulus  dan  sempat  terganjal
masalah  perijinan.  Saat  mengajukan  ijin  ke  Panglima  Militer  Jakarta,  Letnan Kolonel Dachja memberi ketentuan bahwa izin akan keluar jika syarat 5000 tanda
tangan  pelanggan  terpenuhi.  Menghadapi  hal  ini,  para  tokoh  Katolik  termasuk Frans  Seda  kemudian  lari  ke  Pulau  Flores.  Di  Flores,  mereka  mengumpulkan
tanda tangan anggota partai, guru sekolah dan anggota-anggota koperasi Kopra di Kabupaten  Ende  Lio,  Kabupaten  Sikka  dan  Kabupaten  Flores  Timur.  Setelah
terkumpul 5000 tanda tangan, barulah Kompas bisa terbit. Republik Blog, 2006 Maka  sejak  28  Juni  1965  terbit  Kompas  nomor  percobaan  yang  pertama.
Setelah  tiga  hari  berturut-turut  berlabel  percobaan,  barulah  Kompas  yang sesungguhnya  beredar.  Dalam  prosesnya,  Kompas  saat  itu  diawaki  PK.  Ojong
sebagai  pemimpin  umum  dan  Jakob  Oetama  sebagai  pemimpin  redaksi.  Kantor redaksi  Kompas  saat  itu  masih  menjadi  satu  dengan  kantor  redaksi  Intisari.
Karena  sebelum  Kompas  lahir,  terlebih  dulu  telah  lahir  Intisari  1963,  dengan personil yang sama, bahkan wartawannya pun merangkap.
Saat  pertama  kali  terbit,  format  Kompas  masih  sangat  sederhana,  yakni hanya  empat  halaman  dan  dicetak  4800  eksemplar.  Edisi  perdana  Kompas
memuat  sebelas  berita  luar  negeri  dan  tujuh  berita  dalam  negeri  di  halaman pertama.  Berita  utama  edisi  perdana  Kompas  berjudul  “KAA  II  ditunda  Empat
Bulan”.  Di  halaman  1,  pojok  kiri  atas  tertulis  nama  staf  redaksi  sedangkan  di kanan  bawah  terdapat  kata  perkenalan  Pojok  Kompas  berbunyi  “Mari  ikat  hati
mulai hari ini dengan Mang Usil”. Di halaman 2 terdapat lima berita luar negeri
dan  dua  berita  dalam  negeri,  ditambah  tiga  artikel  dan  satu  kolom  hiburan “Senyum Simpul”. Istilah tajuk rencana saat itu belum ada, tetapi di halaman dua
ada “Lahirnya Kompas” sebagai tajuk rencana. Halaman 3 berisi berita luar negeri
dan ulasan mengenai penyakit ayan dengan ”Dr Kompas”. Halaman 4 berisi berita
dan  artikel,  dua  berita  luar  negeri  dan  satu  berita  dalam  negeri.  Di  halaman  ini
juga  memuat  dua  berita  olahraga,  satu  diantaranya  tentang  tim  PSSI  ke Pyongyang.  Surat  kabar  yang  bermotto  “Amanat  Hati  Nurani  Rakyat”  itu  juga
tampil  dalam  gaya  bahasa  yang  kalem,  dan  seringkali  terlambat  dalam  menyapa pembacanya akibat  antre di  percetakan. Sehingga Kompas pernah diejek  sebagai
Komt  Pas  Morgen,  baru  datang  esok  harinya.  Selain  itu,  Kompas  tahun  pertama juga  seringkali  mengalami  kesalahan  cetak,  bahkan  hampir  setiap  hari  terjadi
kesalahan.  Oleh  karena  itu,  redaksi  tidak  melakukan  ralat  karena  dikhawatirkan dalam ralatnya nanti akan terjadi kesalahan lagi.
Hambatan  terus  datang.  Media-media  lain  pro-komunis  menuduh Kompas  sebagai  corong  umat  Katolik  dan  oleh  karenanya  kata  Kompas
diplesetkan  menjadi  “Komando  Pastur”.  Tuduhan  yang  terakhir  ini  tampaknya cukup beralasan karena sejak awal berdirinya Kompas lebih banyak diawaki oleh
orang-orang  Katolik.  Selain  itu,  pada  masa  demokrasi  terpimpin  sejak diberlakukan  Peraturan  Presiden  No.6  tahun  1964  ditetapkan  bahwa  setiap
penerbitan surat kabar harus berafiliasi kepada salah satu partai politik yang ada. Untuk memenuhi aturan ini, Kompas berafiliasi dengan Partai Katolik Indonesia.
Hal  ini  semakin  memerkuat  tuduhan  media  pro  komunis  bahwa  Kompas  adalah corong  umat  Katolik.  Meskipun  demikian,  Kompas  tetap  konsisten  pada  tujuan
awal  bahwa  keberadaan  Kompas  semata-mata  untuk  menyelamatkan  rakyat  dari opini dan hasutan massa komunis. Republik Blog, 2006
Ketika  terjadi  peristiwa  G  30  SPKI,  pelaku  kudeta  mengeluarkan ketentuan  bahwa  setiap  surat  kabar  yang  terbit  harus  menyatakan  kesetiaan.  Di
saat paling krusial tersebut, Ojong dan Jakob Oetama harus mengambil keputusan antara  dibreidel  atau  memilih  untuk  berkompromi  dengan  komunis.  Akhirnya
Kompas lebih memilih dibreidel daripada berpihak pada komunis. Sehingga sejak tanggal  1  Oktober  1965,  Kompas  tidak  terbit.  Harian  yang  boleh  terbit  adalah
Harian  Angkatan  Bersenjata,  Berita  Yudha  dan  LKBN  Antara  dan  Pemberitaan Angkatan Bersenjata PAB. Pilihan Kompas benar karena upaya PKI gagal total
sehingga  Kompas  terbit  lagi  pada  6  Oktober  1965.  Dalam  kondisi  langka  surat kabar, Kompas mulai dilirik. Bahkan beberapa hari kemudian di saat surat kabar
lainnya  yang  telah  mapan  terbit  kembali,  banyak  pembaca  yang  tetap  membeli Kompas sehingga tiras Kompas langsung melonjak menjadi 23.268 eksemplar.
Seiring  berjalannya  waktu,  Kompas  berhasil  merebut  pembaca.  Iklim politik  dan  usaha  yang  lebih  longgar  di  zaman  Orde  Baru  turut  menopang
keberhasilan surat kabar tersebut. Terlebih lagi setelah terjadi pembersihan besar- besaran  terhadap  PKI  dan  simpatisan-simpatisannya  di  akhir  tahun  1965,
termasuk  Harian  Rakyat.  Meskipun  demikian,  Kompas  tidak  berhenti  sampai  di sana. Untuk meningkatkan kualitas teknik percetakan, Kompas telah berulang kali
ganti  percetakan  seperti  Percetakan  Merdeka,  Abadi,  Suryapraba  dan  lainnya. Awalnya,  Kompas  dan  saudara  tuanya,  Intisari  dicetak  bersama-sama  oleh
percetakan  luar,  PT.  Kinta.  Namun  saat  tiras  kedua  produk  tersebut  semakin meningkat,  PT  Kinta  tidak  sanggup  mencetaknya  sendiri.  Para  pendiri  Kompas
kemudian  memutuskan  untuk  mendirikan  perusahaan  percetakan  sendiri,  yaitu PT. Gramedia. Percetakan PT. Gramedia secara resmi dibuka pada 25 Nopember
1972  oleh  Gubernur  DKI  Jakarta  saat  itu,  Ali  Sadikin.  Inilah  cikal  bakal berdirinya Kelompok Kompas Gramedia KKG.
Bersama  Gramedia,  Kompas  kemudian  mengembangkan  usahanya  di bidang  penerbitan  media  cetak  dengan  menerbitkan  beberapa  media,  antara  lain
majalah anak-anak Bobo, majalah remaja Hai, Kawanku dan majalah Kontan serta Info  Komputer,  juga  beberapa  tabloid  seperti  Nova,  Citra,  Star  Nova  dan
Otomotif.  Tabloid  Olah  raga  Bola  dan  Senior  merupakan  produk  lain  dari kelompok  usaha  yang  tergabung  dalam  Kelompok  Medior  Media  Olahraga.
Tahun  1990-an  Percetakan  PT.  Gramedia  mulai  mengembangkan  percetakan daerah  dengan  merintis  usaha  Pers  Daerah  yang  menerbitkan  surat  kabar  daerah
seperti  Banjarmasin  Post,  Pos  Kupang,  Serambi  Indonesia,  Sriwijaya  Post, Bernas,  The  Jakarta  Post  dan  Surya.  Usaha  lain  KKG  adalah  Radio  Sonora  dan
PT. Kompas Cyber Media yang bergerak di bidang jasa internet dan multi media serta TV-7. Wikipedia, 2011
Pada  akhirnya,  Kompas  berkembang  menjadi  surat  kabar  dengan  gaya halus, dalam arti melakukan kritik secara implisit atau secara tidak langsung. Hal
inilah yang membuat Kompas dapat bertahan di tengah kontrol  yang sangat kuat oleh pemerintah.
4.2 Visi Surat Kabar Harian Kompas