2006 menganalisis karakteristik loci P. maxima dari Australia dan Indonesia menggunakan
microsatellite menunjukkan 6–17 alel dengan nilai heterosigositasnya 0,172–0,813.
Benzie et al. 2003 menganalisis keragaman haplotipe P. maxima dari Australia dan Indonesia yaitu populasi Madura dan Sumbawa menggunakan
metode mtDNA menghasilkan delapan haplotipe 62 dari seluruh haplotipe ditemukan di Australia dan tiga haplotipe 38 ditemukan di Indonesia.
Pengamatan keragaman genetik pada P. maxima di kawasan Indonesia-Australia Archipelago IAA dengan menggunakan metode microsatellite menghasilkan
nilai F
st
sebesar 0,027 yang mengindikasikan bahwa sejarah biogeografi atau faktor oseanografi terkait pada pembentukan struktur populasi genetik di kawasan
tersebut Lind et al. 2007.
2.2.1 Keragaman Genetik mtDNA
Mitokondria adalah organel sel eukariot yang berfungsi sebagai organ respirasi pembangkit energi dengan menghasilkan adenosin triphosphat ATP.
Mitokondria ditemukan dalam jumlah banyak pada sel yang aktivitas metabolismenya tinggi yaitu sel-sel kontraktil seperti sperma pada bagian
ekornya, sel otot jantung, dan sel yang aktif membelah seperti epitelium, akar rambut, dan epidermis kulit. Mitokondria memiliki perangkat genetik sendiri yang
disebut DNA mitokondria mtDNA, terletak pada matriks semi cair di bagian paling dalam mitokondria. Satu mitokondria dapat mengandung puluhan mtDNA
Toha 2001. mtDNA yang berukuran relatif kecil dan terdapat dalam jumlah berlimpah
serta bersifat klonal dan maternal inheretance memungkinkan analisis mtDNA ini potensial untuk mengetahui hubungan maternal antar individu, mempelajari
antropologi, serta biologi evolusi berbagai makhluk hidup. mtDNA sangat potensial digunakan sebagai sistem untuk pengamatan hubungan genetik antar
spesies maupun di dalam spesies. Peranan mtDNA dalam studi keragaman genetik dan biologi populasi pada hewan cukup besar, karena mtDNA memiliki derajat
polimorfisme yang tinggi Toha 2001. Teknik-teknik eksplorasi dalam biologi molekuler dapat dimanfaatkan untuk
penggalian informasi yang terkandung dalam genom mitokondria. Salah satunya
yaitu dengan menggunakan teknik RFLP Restriction Fragment Length Polymorphism dengan melihat variasi jumlah dan ukuran fragmen DNA yang
dihasilkan dari hasil digesti enzim restriksi pada genom mitokondria suatu organisme. Selanjutnya tiap fragmen restriksi dapat ditelaah secara lebih
terperinci dengan mengetahui urutan basa-basa nukleotida penyusunnya dengan melalui teknik sekuensing.
Umumnya genom mitokondria berbentuk sirkular dan berutas ganda yang terdiri dari utas berat heavy strand dan utas ringan light strand Gambar 4.
Berdasarkan jenis gennya, genom mitokondria ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu daerah penyandi coding region dan daerah bukan penyandi
noncoding region. Daerah penyandi terdiri dari 37 gen, yaitu 13 gen penyandi protein, dua gen penyandi rRNA dan 22 gen penyandi tRNA. Gen-gen tersebut
tersebar pada kedua utas mtDNA. Utas ringan dari mtDNA hewan umumnya terdiri dari satu gen penyandi protein yaitu NADH Dehydrogenase 6 ND 6 dan
delapan gen penyandi tRNA yaitu Glutamid acid tRNA
Glu
, Proline tRNA
Pro
, Serine tRNA
Ser
, Tyrosine tRNA
Tyr
, Cysteine tRNA
Cys
, Asparagine tRNA
Asn
, Alanine tRNA
Ala
dan Glutamine tRNA
Gln
, sedangkan sisanya terdapat pada utas berat, yaitu dua gen penyandi Dehydrogenase ND: ND1, ND2, ND3,
ND4, ND5, ND4L; Cytochrome c Oxidase CO: COI, COII, COIII; Cytochrome b, ATPase 6 dan Leucine tRNA
Leu
, Isoleucine tRNA
Ile
, Methionine tRNA
Met
,
Tryptophen
tRNA
Trp
, Aspartic acid tRNA
Asp
, Lysine tRNA
Ser
,
Threonine
tRNA
Thr
. Daerah bukan penyandi hanya terdiri dari daerah kontrol control region yang memegang peranan penting dalam proses transkripsi dan replikasi
genom mitokondria Anderson et al. 1981. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa bagian-bagian dari genom
mitokondria memiliki laju evolusi yang berbeda-beda. Beberapa bagian mengalami perubahan yang sangat lambat conserved, sedangkan bagian yang
lainnya mengalami perubahan yang sangat cepat, sehingga menjadi bagian yang paling bervariasi hypervariable Roderick 1996. Dikatakan pula bahwa
umumnya gen-gen yang terkonservasi dengan baik berevolusi lambat dapat dijadikan dasar penelusuran asal muasal atau filogeni, sedangkan gen-gen yang
tidak terkonservasi dengan baik berevolusi cepat dapat digunakan untuk
identifikasi galur-galur baru. Oleh sebab itu, maka analisis keragaman genetik dapat dilakukan pada sebagian gen dari genom mitokondria hewan.
Gambar 4. Struktur DNA mitokondria
Lemire 2005 ket: : penyandi protein, : penyandi rRNA, : penyandi tRNA
Analisis keragaman genetik dengan mtDNA pada bivalva telah banyak dilakukan diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Smith et al. 2004 yang
menggunakan mtDNA dalam analisis heterosigositas pada Mytilidae di Selandia
Baru. Milbury et al. 2004 juga menggunakan metode ini untuk mengamati
perbaikan genetik Crassostrea virginica. Menurut Pie et al. 2006 menyatakan metode ini juga efektif dalam membedakan spesies bivalva Crassostrea
brasiliana, C. rhizophorae, dan C. gigas yang dibudidayakan. Beberapa penelitian pada genus Pinctada yang menggunakan metode
mtDNA telah banyak dilaporkan diantaranya yaitu Haond et al. 2003 menggunakan dua gen mitokondria yaitu COI dan 12S rRNA dalam penelitiannya
yang mengamati tiram mutiara P. margaritifera populasi Pasifik Tengah. Masaoka dan Kobayashi 2005 menggunakan mitokondria daerah 16S rRNA
pada spesies P. imbricata, P. martensii dan P. fucata populasi Jepang, Cina dan Australia. Penelitian Benzie et al. 2003 yang menggunakan mitokondria daerah
COI untuk mengamati keragaman genetik populasi P. maxima Indonesia dan Australia.
2.2.2 Metode Analisis PCR – RFLP