menyatakan bahwa nilai kisaran rata-rata kekeruhan di perairan Selat Alas yaitu 8,18–11,73 NTU. Hasil pengamatan Mahrus 1996 pH pada perairan Selat Alas
berkisar antara 6,5–7,4.
2.5 Teluk Pegametan, Bali Utara
Teluk Pegametan merupakan bagian perairan Selat Bali, sehingga menyebabkan Teluk Pegametan lebih cenderung dipengaruhi oleh massa air dari
Selat Bali yaitu dari Samudera Hindia. Perubahan yang dialami Teluk Pegametan akan sama dengan perubahan yang dialami oleh Selat Bali, pada saat musim angin
timur terjadi proses umbalan air atau naiknya zat hara yang kaya akan nutrien akibat desakan Arus Pantai Jawa APJ dan Arus Khatulistiwa Selatan AKS.
Menurut penelitian Hanafi et al. 2004 menyatakan pada Teluk Pegamtan suhu permukaan laut berkisar 25,1–28
°C yang didominasi oleh suhu 26,1–28 °C. Dikatakan pula bahwa suhu perairan Teluk Pegametan terukur dari 0–100 m di
bawah permukaan air laut, nilai berkisar antara 20–27,5 °C.
Berdasarkan pengamatan Hanafi et al. 2004, sebaran fitoplankton mulai terlihat pada bulan Mei dibagian barat Teluk Pegametan, kemudian mulai
meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya berkisar antara 0,7–3 mgm
3
begitu pula pada bulan-bulan selanjutnya. Dikatakan pula puncak performansi kuantitas
dan kualitas sebaran fitoplankton terjadi pada bulan Agustus dan September dan pada bulan November dan Desember sudah tidak terlihat lagi, selanjutnya
dikatakan pula bahwa nilai salinitas di perairan Teluk Pegametan berkisar antara 31,5–33‰, nilai salinitas rendah terkonsentrasi pada kedalaman 10 m, salinitas
kurang dari 30‰ terdapat pada kedalaman 2–3 m dan pada kedalaman 70 m salinitas di atas 30,5‰.
2.6 Pulau Handeuleum, Selat Sunda
Selat Sunda merupakan selat penghubung antara Laut Jawa dan Samudera Hindia yang memiliki keunikan sifat oseanografis tersendiri karena ditempati oleh
dua massa air yaitu dari Laut jawa dan Samudera Hindia. Bagian utara selat lebih sempit dan lebih dangkal dibandingkan bagian selatan, pada bagian tersempit
hanya sekitar 24 km lebarnya dengan kedalaman kurang dari 80 m. melalui hubungan yang sempit dan dangkal ini, pertukaran air antara laut Jawa dan
Samudera Hindia lemah. Karakteristik oseanografi selat ini di bawah pengaruh Laut Jawa dan Samudera Hindia Hendiarty 2003.
Pengamatan dengan sensor SeaWiFS Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor oleh Hendiarty 2003, memperlihatkan bahwa perairan Selat Sunda pada
musim angin timur Juni–September terjadi fenomena pergerakan massa air Laut Jawa menuju Samudera Hindia melalui Selat Sunda yang dicirikan dengan
kandungan klorofil-a perairan sebesar 0,8 mgm
3
, sementara pada musim angin barat November–Maret perairan tersebut pada musim barat umumnya kurang
subur yang dicirikan dengan kandungan klorofil-a yang lebih rendah. Suhu rata-rata bulanan permukaan laut Selat Sunda relatif stabil sepanjang
tahun berkisar antara 28–29
o
C, dengan suhu maksimum ditemui pada bulan Mei dan suhu minimum pada bulan Oktober Wyrtki 1961. Kondisi temperatur
permukaan pada kedalaman satu meter berkisar antara 28,32–29,68
o
C Paryono 2004.
Salinitas permukaan di perairan Selat Sunda berkisar antara 32,5–33,6‰, salinitas minimum ditemui pada bulan Januari dan salinitas maksimum pada bulan
Agustus Wyrtki 1961. Menurut Paryono 2004 salinitas Selat Sunda pada kedalaman 1 m, berkisar antara 33,28–33,49‰, sedangkan menurut
Romimohtarto 1983, salinitas permukaan di selat bagian utara biasanya lebih rendah daripada di bagian selatan, salinitas Selat Sunda bervariasi dari 31,5–
33,5‰. Rendahnya salinitas permukaan di selat bagian utara disebabkan oleh masuknya massa air dari laut Jawa ke Selat Sunda hampir sepanjang tahun.
Salinitas dekat dasar di selat bagian selatan juga lebih tinggi daripada di bagian utara. Kecerahan 80 cm sementara pH terukur antara 6,5–8,5 Anonim 2007.
2.7 Selat Ru, Belitung