21
protein kedelai memang merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni di mana komponen lainnya seperti karbohidrat, serat, dan lemak sebagian besar telah dihilangkan. Hal ini juga
berkorelasi dengan kadar lemak isolat protein kedelai yang rendah 0.89 bb. Penurunan kadar protein pada kedelai yang ditambah dekstrin disebabkan karena adanya
penambahan dekstrin. Penambahkan dekstrin dapat meningkatkan kadar karbohidrat sehingga kadar proteinnya turun. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan kadar karbohidrat kedelai yang
ditambah dekstrin 84.50 bb yang jauh lebih tinggi dibanding kadar karbohidrat kedelai 39.12 bb. Namun kadar protein kedelai yang ditambah dekstrin ini lebih rendah 10.60 bb
dibanding kadar protein kedelai 34.76 bb. Tabel 4. Hasil analisis proximat isolat protein kedelai, isolat protein kedelai+dekstrin, dan kedelai
Isolat protein kedelai kedelai+dekstrin
Kedelai Basis basah
Basis kering Basis basah
Basis kering Basis basah
Basis kering Kadar air
3.46 + 0.03 3.59 + 0.03
3.08+ 0.01 3.18 + 0.01
8.83 + 0.02 9.69+ 0.02
Kadar protein 70.18 + 0.06 72.70 + 0.04 10.60 + 0.03 10.94 + 0.03
34.76 + 0.03 38.13 + 0.04
Kadar lemak 0.89 + 0.01
0.92 + 0.01 0.28 + 0.01
0.29 + 0.01 12.75 + 0.01
13.98 + 0.01 Kadar abu
4.35 + 0.02 4.50 + 0.02
1.53 + 0.00 1.58 + 0.00
4.54 + 0.02 4.98 + 0.02
Kadar karbohidrat 21.12
18.28 84.50
84.00 39.12
33.22
Kedelai : dekstrin = 1:4
2. Ripitabilitas Daya Cerna Protein Isolat Protein Kedelai, Kedelai yang
Ditambah dekstrin, dan Kedelai Menggunakan Metode Hsu et al. 1977
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya Harmita 2004. Validasi metode biasanya dilakukan pada metode yang belum baku, metode baku yang dimodifikasi, metode yang sedang dikembangkan
laboratorium, atau metode baku yang digunakan di luar lingkup yang dimaksud. Parameter validitas suatu metode analisis meliputi akurasi, presisi, linieritas, LOD Limit of Detection, serta LOQ
Limit of Quantitation International Conference on Harmonization 2005. Namun pada saat memvalidasi suatu metode, semua parameter tersebut tidak harus diuji semuanya karena tergantung
metode analisisnya. Analisis daya cerna protein penelitian ini dilakukan secara in vitro dengan parameter perubahan pH sampel sehingga parameter validasi linieritas, LOD, dan LOQ tidak dapat
dilakukan, sedangkan parameter akurasi tidak dilakukan karena kesulitan untuk memperoleh data sampel yang telah diketahui nilai daya cerna proteinnya, sehingga pada penelitian ini parameter
yang diuji hanya parameter presisi. Menurut Harmita 2004, presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian
antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi
biasanya dibagi menjadi dua kategori, yaitu keterulangan atau ripitabilitas repeatability dan ketertiruan reproducibility. Ripitabilitas dapat dijelaskan sebagai ketepatan precision pada
kondisi percobaan yang sama baik orangnya, peralatan, tempat maupun waktunya sedangkan ketertiruan adalah nilai presisi yang dihasilkan pada kondisi yang berbeda, tempat, peralatan,
pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Ketertiruan dapat juga dapat dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda
International Conference on Harmonization 2005.
22
Presisi diukur sebagai simpangan baku relatif RSD. Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan RSD sebesar nilai tertentu sesuai dengan kriteria tertentu. Kriteria ini sangat fleksibel
tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Menurut hasil beberapa penelitian dijumpai bahwa nilai RSD meningkat dengan menurunnya kadar
analit yang dianalisis Harrnita 2004. Pengukuran ripitabilitas daya cerna protein menggunakan tiga sampel, yaitu isolat protein
kedelai, kedelai yang ditambah dekstrin, dan kedelai. Sampel yang dipakai adalah sampel yang terbuat dari kedelai karena diharapkan metode Hsu et al. 1977 cocok atau sensitif digunakan untuk
mengukur sampel berbahan dasar kedelai, sehingga metode ini dapat digunakan untuk menganalisis sampel penelitian utama, yaitu dua puluh minuman bubuk berbasis kedelai. Analisis dilakukan
sebanyak tujuh kali ulangan karena untuk uji ripitabilitas, prosedur yang harus diikuti adalah melakukan pengulangan analisis terhadap sampel setidak-tidaknya tujuh kali untuk setiap sampel
International Conference on Harmonization 2005. Hasil pengukuran ripitabilitas ketiga sampel memiliki nilai RSD yang baik. Untuk menilai
apakah data hasil analisis dapat diterima atau tidak, dapat dilihat dengan membandingkan nilai RSD analisis dikenal sebagai RSD a dengan nilai RSD Horwitz RSD h. Bila RSD analisis lebih kecil
dari RSD Horwitz, maka data dapat diterima. Hasil pengukuran ripitabilitas dapat dilihat pada Tabel 5-7. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai RSD yang didapatkan baik
sehingga metode dapat digunakan untuk menganalisis sampel dua puluh minuman bubuk berbasis kedelai.
Pertimbangan lain dalam memilih suatu metode analisis adalah diharapkan metode tersebut memiliki tingkat kesulitan yang rendah, cepat, dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit. Metode
Hsu et al. 1977 dipilih pada penelitian ini karena mempunyai beberapa kelebihan tersebut. Pengukuran daya cerna protein dengan metode Hsu et al. 1977 tidak membutuhkan peralatan yang
rumit dan banyak, metodenya sangat mudah, dapat menghemat pemakaian enzim, dan hasil analisis dapat diperoleh dalam waktu singkat kurang dari setengah jam. Penelitian yang dilakukan Hsu et
al . juga telah menemukan bahwa pH suspensi protein pada menit ke-10 setelah dihidrolisis dengan
larutan multi-enzim campuran tripsin, kimotripsin dan peptidase berkorelasi baik dengan daya cerna protein yang ditetapkan secara biologis in vivo menggunakan tikus, yaitu dengan nilai
koefisien korelasi 0.90 Hsu et al. 1977. Sampel yang digunakan Hsu et al. pada penelitiannya adalah sumber-sumber protein komersial isolat kedelai, glandless cottonseed meal, gandum durum
semolina, multipurpose white wheat, susu bubuk non-fat, full whey lactose, partially delactosed whey
, standar kasein, dan tepung kedelai dan makanan olahan yang dibuat dari sumber-sumber protein tersebut, seperti roti dan produk ekstrusi.
Berdasarkan hasil analisis, isolat protein kedelai mempunyai daya cerna protein sebesar 85.11 , kedelai yang ditambah dekstrin 80.61 , dan kedelai 78.62 . Daya cerna isolat protein
kedelai adalah yang tertinggi diantara ketiga sampel karena isolat protein kedelai mempunyai kemurnian protein yang tinggi dibanding dua sampel lainnya. Isolat protein kedelai merupakan
bentuk protein kedelai yang paling murni dengan kadar protein mencapai 90 berat kering. Produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak Muchtadi 1997. Hal ini menyebabkan
daya cerna isolat protein kedelai menjadi tinggi karena kecilnya peluang protein berikatan dengan komponen lainnya yang dapat menghambat hidrolisis protein.
Kedelai yang ditambah dekstrin mempunyai daya cerna protein lebih rendah karena adanya penambahan dekstrin. Molekul dekstrin kemungkinan ada yang berikatan atau berinteraksi dengan
komponen protein sehingga menghambat proses hidrolisis protein Fennema 1996. Daya cerna protein pada kedelai paling rendah karena kedelai yang belum mengalami perlakuan apa-apa
mempunyai faktor antinutrisi yang masih tinggi, seperti anti-tripsin, fitat, dan lain-lain, yang dapat menghambat kerja enzim protease.
23
Tabel 5. Daya cerna protein isolat protein kedelai Ulangan
pH awal pH setelah diatur
menjadi pH 8.00 pH akhir
Daya cerna protein 1
7.25 8.00
6.87 86.0964
2 7.24
8.04 6.89
85.7343 3
7.31 7.97
6.91 85.3723
4 7.23
7.99 6.92
85.1912 5
7.20 7.98
6.92 85.1912
6 7.17
8.00 7.03
83.1999 7
7.19 7.97
6.93 85.0102
Rata-rata :
85.1137
SD = 0.92 RSD Horwitz = 2.05
RSD a = 1.08
Tabel 6. Daya cerna protein kedelai+dekstrin Ulangan
pH awal pH sesudah diatur
menjadi pH 8.00 pH akhir
Daya cerna protein 1
6.81 7.98
7.21 79.9414
2 6.84
8.01 7.18
80.4845 3
6.84 8.01
7.17 80.6655
4 6.86
8.02 7.17
80.6655 5
6.87 7.98
7.18 80.4845
6 6.86
8.01 7.16
80.8465 7
6.86 7.98
7.14 81.2086
Rata-rata :
80.6138
SD = 0.39 RSD Horwitz = 2.06
RSD a = 0.48
Tabel 7. Daya cerna protein kedelai Ulangan
pH awal pH setelah diatur
menjadi pH 8.00 pH akhir
Daya cerna protein 1
6.85 8.02
7.27 78.8552
2 6.87
7.98 7.18
80.4845 3
6.95 7.99
7.27 78.8552
4 6.9
8.01 7.28
78.6742 5
6.96 8.01
7.34 77.5880
6 6.89
7.99 7.31
78.1311 7
6.94 8.02
7.33 77.7690
Rata-rata : 78.6224
SD = 0.97 RSD Horwitz = 2.07
RSD a = 1.23
24
Perbandingan hasil daya cerna protein in vitro sampel penelitian dengan penelitian lain serta daya cerna protein beberapa sampel hewani dan kacang-kacangan lainnya dapat dilihat pada
Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa daya cerna protein produk hewani masih lebih tinggi dibanding produk nabati. Walaupun demikian namun dapat dilihat juga bahwa daya cerna
kacang kedelai ternyata masih lebih tinggi dibanding kacang-kacangan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kedelai sangat berpotensi sebagai sumber protein pengganti sumber protein
hewani. Tabel 8. Daya cerna protein sampel penelitian dan daya cerna protein beberapa produk
hewani serta kacang-kacangan lainnya sampel
Daya cerna protein in vitro Telur
a
99.00 Daging sapi
a
99.00 Kasein
a
96.00 Kasein
b
89.20 Isolat protein kedelai penelitian
85.11 Isolat protein kedelai
b
88.10 Kedelai + dekstrin penelitian
80.61 Kedelai penelitian mentah
78.62 Kedelai mentah
c
85.50 Kedelai mentah
a
79.00 Kedelai mentah
d
70.10 Kedelai cooked
a
90.00 Kedelai cooked
d
85.40 Kidney beans
Phaseolus vulgaris mentah
d
56.00 Kidney beans
Phaseolus vulgaris cooked
d
79.50 Kidney beans
Phaseolus vulgaris mentah
a
52.00 Kidney beans
Phaseolus vulgaris cooked
a
80.00 Lima beans
Phaseolus lunatus mentah
d
34.00 Lima beans
Phaseolus lunatus cooked
d
51.30 Lima beans
Phaseolus lunatus mentah
a
56.00 Lima beans
Phaseolus lunatus cooked
a
78.00 Kacang gude mentah
d
59.10 Kacang gude cooked
d
59.90 Cow pea
Vigna sinensis mentah
d
79.00 Cow pea
Vigna sinensis cooked
d
82.60 Cow pea
Vigna sinensis mentah
a
78.00 Cow pea
Vigna sinensis cooked
a
79.00 Navy beans
mentah
a
56.00 Navy beans
cooked
a
83.00 Navy beans
mentah
e
71.06 Pinto beans
mentah
e
72.63
a
Kan and Shipe 1984
b
Hsu et al. 1977
c
Bookwalter et al. 1987
d
Liener 1976
e
Chang and Harrold 1988
25
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat juga bahwa kacang-kacangan yang telah mengalami proses panas pemasakan mempunyai daya cerna protein yang lebih tinggi dibanding kacang-
kacangan mentah. Hal ini dapat disebabkan karena proses panas dapat mendenaturasikan protein yang dapat meningkatkan daya cerna protein serta adanya pemanasan yang dapat menghilangkan
atau mengurangi komponen protease inhibitor yang banyak terdapat pada kacang-kacangan.
C. Sifat Kimia dan Fisik Dua Puluh Minuman Bubuk Komersial Berbasis