30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KARAKTERISTIK EMPULUR SAGU
Bahan baku empulur sagu diperoleh dari industri rumah tangga di daerah Cimahpar, Bogor. Bahan baku awal memiliki kadar air yang cukup tinggi karena masih dalam keadaan basah. Empulur
sagu tersebut selanjutnya dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Empulur sagu yang telah kering diperkecil lagi ukurannya dengan menggunakan hammer mill hingga lolos ayakan
35 mesh. Warna empulur sagu awal secara visual adalah putih agak kecoklatan. Namun, seiring dengan
lamanya waktu pengeringan, tepung empulur sagu berubah menjadi coklat karena telah mengalami reaksi pencoklatan browning. Reaksi pencoklatan ini dapat terjadi karena rentang waktu yang lama
antara waktu panen dengan waktu pengolahan pati sagu. Warna coklat yang terbentuk akan terikat kuat dengan pati, sehingga mempengaruhi kualitas pati. Reaksi pencoklatan terjadi karena adanya
kandungan fenol dan oksidasi fenol Ozawa dan Arai 1986 dalam Derosya 2010. Empulur sagu selanjutnya dikarakterisasi untuk mengetahui komposisi yang ada di dalamnya.
Karakteristik kimiawi empulur sagu meliputi komponen proksimat, kadar pati dan komponen serat. Komposisi proksimat dan pati empulur sagu disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi proksimat dan pati empulur sagu Komponen
Nilai Air
Abu bk Lemak bk
Protein bk Serat kasar bk
Karbohidrat by difference bk Pati bk
14.52 5.16
3.72 1.59
7.93 81.6
55.86 Dari hasil analisa proksimat, komponen bahan tertinggi adalah karbohidrat, yaitu sebesar
81.6 yang sebagian besar terdiri atas pati sebesar 55.86. Pati merupakan karbohidrat yang akan dikonversi menjadi glukosa sebagai substrat khamir dalam fermentasi. Komponen bahan lainnya
seperti lemak, protein dan abu tergolong kecil sehingga empulur sagu yang digunakan pada penelitian ini cocok untuk dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan fermentable sugar.
Kadar air yang diperoleh dari penelitian Fujii et al. 1986 berkisar antara 9-12. Kandungan air empulur sagu pada penelitian ini cukup tinggi disebabkan oleh kondisi bahan awal yang diperoleh
dari industri rumah tangga di daerah Cimahpar Bogor masih dalam keadaan basah. Kadar air empulur sagu yang telah melewati tahap pengeringan adalah sebesar 14.52.
Kadar abu pada bahan menunjukkan bahan anorganik yang tidak ikut terbakar saat bahan organik dibakar. Menurut Fengel dan Wegener 1984, abu merupakan sisa setelah pembakaran
sempurna dari kayu. Abu terdiri dari garam-garam kalsium, kalium dan magnesium, serta terdapat sedikit natrium, aluminium, besi, mangan sulfat, klor, dan silikat. Kadar abu berhubungan erat dengan
kandungan mineral, kemurnian dan kebersihan suatu bahan yang dihasilkan Harijadi 1993 dalam
31 Dwiko 2010. Kadar abu empulur sagu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5.16, jumlahnya
lebih tinggi daripada kadar abu empulur sagu dari penelitian Fujii et al. 1986 yang hanya sebesar 3.80. Kadar abu yang lebih tinggi menunjukkan rendahnya kemurnian pada empulur sagu. Hal ini
wajar karena sagu belum diolah menjadi pati sehingga masih banyak terdapat bahan mineral dan anorganik terutama yang terdapat pada kulit batang sagu.
Komponen lain yang akan dikonversi menjadi gula sederhana selain pati adalah serat. Komponen serat pada empulur sagu tergolong kecil, hanya sekitar 8. Bagian utama dari komponen
serat terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Hasil analisa komponen serat empulur sagu disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi serat empulur sagu Komponen
NDF Neutral Detergent Fiber ADF Acid Detergent Fiber
Selulosa Hemiselulosa
Lignin Nilai
14.51 9.79
2.93 4.72
6.86 Berdasarkan hasil analisa komponen serat metode ADF Acid Detergent Fiber dan NDF
Neutral Detergent Fiber dari Tabel 7, lignin merupakan komponen terbesar pada empulur sagu, yaitu 6.86, diikuti oleh hemiselulosa sebesar 4.72 dan selulosa sebesar 2.93. Jumlah lignin yang
cukup besar dan selulosa yang sangat kecil membuat komponen serat pada empulur sagu kurang berpotensi untuk dikonversi menjadi gula sederhana karena komponen utama yang akan diubah
menjadi gula sederhana adalah selulosa dan hemiselulosa. Lignin merupakan senyawa yang melapisi komponen serat dan pati, dengan demikian tingginya kadar lignin pada empulur sagu dapat
menghambat proses hidrolisis. Tingginya kadar lignin disebabkan oleh umur dari tanaman sagu, semakin tua umur tanaman, maka kadar lignin akan semakin tinggi. Menurut Hermiati et al. 2010,
lignoselulosa yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin berfungsi untuk membentuk kerangka struktrual dari dinding sel tumbuhan dan jumlahnya beragam pada berbagai jenis tumbuhan.
Komposisi lignoselulosa pada tumbuhan bergantung dari spesies, umur dan kondisi pertumbuhan. Oleh karena itu, pemanfaatan karbohidrat yang terkandung di dalamnya membutuhkan metode
hidrolisis yang tepat sehingga dapat menghasilkan rendemen gula yang tinggi.
4.2 HIDROLISIS EMPULUR SAGU SECARA ASAM DENGAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO DUA TAHAP