WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN BAHAN DAN ALAT LAJU SINERESIS GEL

9

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai dengan Oktober 2012. Adapun laboratorium yang digunakan selama penelitian antara lain Pilot Plant South East Asia Food Agricultural Science and Technology Seafast Center IPB, L1 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta-IPB, Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, Laboratorium Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta-IPB, serta Laboratorium Mikrobiologi South East Asia Food Agricultural Science and Technology Seafast Center IPB.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan, yaitu pati sagu yang diperoleh dari industri kecil pengolahan pati, Bogor, Jawa Barat dan pati aren yang diperoleh dari Sukabumi, Jawa Barat. Selain itu bahan lain yang digunakan adalah akuades. Alat-alat yang digunakan untuk modifikasi pati dengan HMT adalah loyang, botol semprot, gelas ukur, neraca analitik, plastik HDPE ukuran 35x20, retort, oven pengering, blender kering, ayakan 60 mesh. Alat yang digunakan untuk persiapan gel antara lain neraca analitik, sudip, gelas piala ukuran 250 ml, gelas pengaduk, botol semprot, gelas ukur ukuran 100 ml dan 10 ml, waterbath, karet gelang, plastik PP, aluminium voil, silinder plastik dengan diameter dalam 2,8 cm dan tinggi 2 cm, dan refrigerator. Alat yang digunakan untuk keperluan analisis pati alami dan pati modifikasi HMT adalah texture analyzer TA-XT, Stable Mycro System, UK, Rapid Visco Analyzer RVA RVA Tecmaster 2061904 TMA, a w meter, kertas tissue, kertas saring, neraca analitik, oven pengering, cawan petri, sudip, desikator, tabung centrifuge, centrifuge low speed centrifuge TDZ5-WS, cawan, dan pipet tetes.

C. METODE PENELITIAN 1.

Heat Moisture Treatment HMT Heat Moisture Treatment dilakukan berdasarkan parameter optimum yang diperoleh Adawiyah 2012 yaitu menggunakan metode autoclaving yang dimodifikasi. Kadar air awal pati sagu dan pati aren diukur terlebih dahulu. Kemudian untuk menjadikan kadar air pati menjadi 20 dilakukan penghitungan dengan menggunakan neraca massa sehingga diperoleh banyaknya pati yang ditimbang dan banyaknya air yang harus ditambahkan. Kadar air pati dijadikan 20 bv berat basah dengan mencampurkan sejumlah air terukur ke dalam 500 gram pati, baik pati sagu atau pati aren, selama 15 menit. Setelah itu pati lembab ditempatkan ke dalam plastik HDPE ukuran 35x20 dan dibiarkan selama 1 jam sebelum autoclaving pada suhu 120 o C selama 60 menit untuk pati sagu dan 90 menit untuk pati aren. Setelah itu plastik HDPE yang berisi pati didinginkan di suhu ruang. Pati dikeluarkan dari dalam plastik HDPE dan ditempatkan di atas loyang untuk dikeringkan pada suhu 45 o C selama satu malam 17 jam di oven pengering. Setelah dilakukan pengeringan, pati kering didinginkan di suhu ruang selama 15 menit kemudian diblender untuk menghaluskan gumpalan pati kering. Pati yang telah diblender kemudian disaring dengan menggunakan ayakan 60 mesh dan kemudian dimasukkan ke dalam plastik PP untuk disimpan. Adapun diagram alir proses modifikasi heat moisture treatment HMT dapat dilihat pada Gambar 2. 10 Gambar 2 . Diagram alir proses modifikasi pati Heat Moisture Treatment

2. Analisis profil gelatinisasi dengan metode Rapid Visco Analyzer

Metode yang dilakukan untuk mengetahui pasting properties dari pati sagu dan pati aren adalah dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer RVA RVA Tecmaster 2061904 TMA. Sampel ditimbang sebanyak ±3 g kemudian dilarutkan dalam ±25 g akuades tergantung dari kadar air bahan. Selanjutnya dilakukan siklus pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan konstan. Sampel dipanaskan hingga suhu 50 o C dan dipertahankan selama 1 menit. Sampel dipanaskan kadar air awal pati aren dan pati sagu diukur, metode oven Sejumlah air + pati baik pati aren maupun pati sagu hingga kadar air pati 20, diaduk 15 menit Pati lembab ditempatkan dalam plastik HDPE, didiamkan selama 1 jam Autoclaving, 120 o C, 60 menit untuk pati sagu dan 90 menit untuk pati aren Pendinginan, suhu ruang, 30 menit Pengeringan, 45 o C, satu malam 17 jam Pendinginan, suhu ruang, 15 menit Penghalusan gumpalan pati, blender Pengayakan, 60 mesh Pati modifikasi HMT 11 hingga suhu 50 o C hingga 95 o C, lalu suhu 95 o C dipertahankan selama 5 menit. Sampel didinginkan hingga suhu 50 o C dengan kecepatan 6 o Cmenit, lalu suhu 50 o C dipertahankan selama 3 menit. Hasil pengukuran dengan alat ini diantaranya adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum peak viscosity, viskositas pada suhu 95 o C, viskositas setelah 95 o C dipertahankan, viskositas pada suhu 50 o C, dan viskositas setelah suhu 50 o C dipertahankan. Data yang diperoleh dari analisis ini adalah suhu gelatinisasi, peak viscosity PV atau viskositas maksimum, breakdown viscosity BDV, setback viscosity SV, dan final viscosity FV atau viskositas akhir sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 . Hasil pengukuran pasting properties dengan menggunakan RVA

3. Persiapan Sampel Gel

Sebelum proses persiapan sampel gel dilakukan, kadar air awal pati sagu dan pati aren baik pati alami maupun pati modifikasi diukur terlebih dahulu. Kemudian untuk membuat gel pati 10 berat kering dilakukan penghitungan dengan menggunakan neraca massa sehingga diperoleh banyaknya pati yang ditimbang dan banyaknya air yang harus ditambahkan. Adapun contoh penghitungan dengan menggunakan neraca massa adalah sebagai berikut: Kesetimbangan komponen padatan solid: Banyaknya air dalam suspensi: 100-7,67A = 10C 50 gram – 5,42 gram = 44,58 gram 92,33A = 10 x 50 = 44,58 ml 92,33A = 500 A = 5,42 Minimum viscosity Breakdown viscosity Peak viscosity Pasting temperature Final viscosity Setback viscosity pencampuran air air air solid solid Pati sagu ka 7,67 Suspensi pati sagu 10 berat kering; 50 gram A B C 12 Jadi, pati sagu yang harus ditambahkan adalah sebanyak 5,42 gram ke dalam 44,58 ml aquades. Sampel pati yang tersedia ditambahkan dengan sejumlah air destilata sehingga dihasilkan 10 berat kering b pati padatv air suspensi pati massa suspensi 50 gram. Campuran pati dan air tersebut diaduk pada suhu ruang selama 5 menit dilanjutkan dengan pemanasan berkesinambungan pada suhu 80 o C pada waterbath selama 30 menit. Proses pemanasan tersebut didahului dengan proses pengadukan dalam waterbath selama 2 menit untuk pati alami dan 5 menit untuk pati modifikasi Heat Moisture Treatment sampai pati mencapai suhu awal gelatinisasi kemudian didiamkan hingga total waktu 30 menit. Setelah proses pemanasan, sampel tersebut dituangkan ke dalam silinder plastik dengan diameter dalam 2,8 cm dan tinggi 2 cm kemudian didinginkan pada suhu ruang ±29 o C dan silinder ditutup dengan aluminium foil. Sampel gel pati kemudian disimpan dalam refrigerator pada suhu 7 o C selama 0-7 hari. Pengukuran parameter retrogradasi tekstur, aktivitas air, kadar air, dan tingkat sineresis dilakukan setiap hari selama tujuh hari penyimpanan. Diagram alir persiapan gel untuk untuk analisis tekstur, kadar air, dan a w dapat dilihat pada Gambar 4. Pembuatan gel yang digunakan untuk mengukur tingkat sineresis dilakukan dengan membuat gel dalam gelas piala. Sampel pati 10 b pati padatv air yang tersedia ditambahkan dengan sejumlah air destilata dipanaskan pada suhu 80 o C pada waterbath dan diaduk selama 2 menit untuk pati alami dan 5 menit untuk pati modifikasi Heat Moisture Treatment. Kemudian suspensi pati dituangkan ke dalam tabung centrifuge berukuran 15 ml sebanyak 9 ml dan dipanaskan dalam waterbath selama 30 menit. Tabung centrifuge tersebut diangkat dan didinginkan pada suhu ruang. Sampel gel pati kemudian disimpan dalam refrigerator pada suhu 7 o C selama 0-7 hari. Diagram alir proses persiapan gel untuk analisis tingkat sineresis dapat dilihat pada Gambar 5. 13 Gambar 4 . Diagram alir proses persiapan gel untuk analisis tekstur, kadar air, dan a w Gel pati analisis tekstur, kadar air, dan a w Penyimpanan, 7 o C, 0-7 hari Pemanasan, pengadukan awal2 menit untuk pati alami dan 5 menit untuk pati modifikasi Heat Moisture Treatment, 80 o C, 30 menit Pencetakan, silinder plastik d= 2,8 cm, t= 2 cm Sampel pati + air destilata hingga terbentuk suspensi pati 10, diaduk 5 menit, suhu ruang kadar air awal pati aren dan pati sagu pati alami dan pati modifikasi HMT diukur, metode oven 14 Gambar 5 . Diagram alir proses persiapan gel untuk analisis tingkat sineresis

4. Gel Sineresis Charoenrein et al.,2008

Pengukuran tingkat sineresis pati akan dilakukan menggunakan metode centrifuge Charoenrein et al., 2008 dengan sedikit modifikasi. Gel pati dalam tabung centrifuge 15 ml didiamkan pada suhu ruang selama 15 menit setelah diambil dari refrigerator. Tabung berisi pati tersebut kemudian dimasukkan ke dalam centrifuge low speed centrifuge TDZ5-WS dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit pada suhu 25 o C. Setelah dilakukan centrifuge, liquid yang terpisah dari gel diambil dengan menggunakan pipet tetes kemudian ditimbang. Prosentase sineresis dapat dihitung sebagai berikut: Bobot liquid yang terpisah dengan gel Sineresis = x 100 Total bobot gel sebelum disentrifus Gel pati analisis tingkat sineresis Penyimpanan, 7 o C, 0-7 hari Pemanasan, 80 o C, 30 menit Pemanasan, pengadukan awal 2 menit untuk pati alami dan 5 menit untuk pati modifikasi Heat Moisture Treatment, 80 o C Penuangan ke dalam tabung centrifuge 15 ml, 9 ml Sampel pati + air hingga diperoleh suspensi pati 10, diaduk 5 menit, suhu ruang kadar air awal pati aren dan pati sagu pati alami dan pati modifikasi HMT diukur, metode oven 15

5. Analisis Tekstur Adawiyah, 2012

Sebelum pengukuran, sampel gel pati disimpan pada suhu ruang selama 15-30 menit. Analisis tekstur dilakukan dengan tes kompresi sederhana uniaxial compression menggunakan texture analyzer TA-XT, Stable Mycro System, UK dilengkapi dengan loadsel 25 kg dan piringan dengan diameter 75mm. Dalam tes kompresi, gel pati ditekan dengan kecepatan konstan yaitu 1mms hingga 90 dari saat ketegangan itu dicapai, dimana ketegangan strain didefinisikan sebagai rasio dari deformasi tinggi awal sampel . Kecepatan pre-test dan post-test adalah 2 mms dan trigger force sebesar 0,05 N. Stress dihitung sebagai daya dibagi dengan penampang sampel awal. Breaking point ditentukan oleh penurunan pertama beban dan local minimum point ditetapkan sebagai peningkatan beban pertama setelah breaking point dalam kurva load-time. Adhesive force ditentukan oleh negative force maksimum setelah piringan ditarik dari sampel Gambar 6. Gambar 6 . Kurva Kompresi dari gel pati aren dan pati sagu modifikasi HMT

6. Pengukuran Aktivitas Air a

w meter Pengukuran aktivitas air dilakukan dengan menggunakan a w meter. Sebelum dilakukan pengukuran, permukaan gel dikeringkan dengan kertas tissue kemudian sampel dipotong-potong diatas kertas saring dan ditempatkan ke dalam cawan petri. Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam wadah sampel kemudian wadah sampel ditutup dan ditunggu beberapa saat. Nilai aktivitas air akan terbaca pada layar.

7. Pengukuran Kadar Air Metode Oven AOAC, 1995

Sampel sebanyak ± 1-2 g ditimbang lalu dimasukkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 105 o C selama 3 jam atau sampai diperoleh bobot konstan, lalu dimasukkan dalam desikator selama 15 menit lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini: Breaking point Maximum force Adhesive force 16 dimana: a = berat cawan dan sampel awal g b = berat cawan dan sampel akhir g c = berat sampel awal g 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT

1. Kadar Air

Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan nilai yang menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam suatu produk atau bahan pangan. Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Hasil pengukuran awal menunjukkan bahwa pati sagu memiliki kadar air 12,96 dan pati aren memiliki kadar air 7,84. Hal ini sesuai dengan SNI 3729-2008 Lampiran 1 tentang syarat mutu pati sagu bahwa kadar air pati sagu maksimal 13. Setelah dilakukan modifikasi heat moisture treatment HMT ternyata kadar air pati sagu dan pati aren mengalami perubahan yaitu kadar air pati sagu sebesar 7,67 dan pati aren sebesar 7,93. Pada hakikatnya proses pemanasan dapat melemahkan ikatan hidrogen yang terjadi antara molekul amilosa dan amilopektin. Akibatnya hal ini memberikan peluang pada molekul air untuk mengimbibisi granula. Pada kondisi ini granula pati tidak pecah karena air yang ditambahkan untuk proses modifikasi HMT sedikit penambahan air hingga kadar air pati 20. Adanya penambahan air ini menyebabkan jumlah air yang masuk ke dalam matriks bertambah. Ketika proses pemanasan ini dilanjutkan dengan proses pengeringan, maka air terikat tersebut ikut menguap bersama dengan air bebas yang ada dalam bahan pangan tersebut, dalam hal ini pati sagu dan pati aren. Akibatnya kadar air dalam pati berkurang dari kondisi semula.

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan Pasting Properties

Metode yang digunakan untuk mengetahui pasting properties pati aren dan pati sagu baik alami maupun modifikasi dilakukan dengan menggunakan alat rapid visco analyzer RVA RVA Tecmaster 2061904 TMA. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 grafik hasil pengukuran pasting properties pati sagu dan aren alami-HMT dengan menggunakan alat rapid visco analyzer RVA dapat dilihat pada Lampiran 2-Lampiran 9 Tabel 3. Pasting properties pati sagu dan pati aren Parameter pasting properties Pati Aren Pati Sagu Alami HMT Alami HMT Suhu awal gelatinisasi o C 71,68 79,95 72,50 80,30 Viskositas puncak cP 6415,00 3312,00 6450,00 4003,00 Viskositas minimum cP 2148,50 1954,50 2399,00 2138,00 Viskositas akhir cP 3886,50 4547,00 3515,00 4327,50 Breakdown 4266,50 1357,50 4051,00 1865,00 Setback 1738,00 2592,50 1116,00 2189,50 Hasil pengukuran merupakan rata-rata dua replikasi analisis Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa modifikasi pati heat moisture treatment HMT mempengaruhi pasting property pati alami. Data tersebut menunjukkan bahwa HMT dapat meningkatkan suhu awal gelatinisasi, menurunkan viskositas puncak, meningkatkan viskositas akhir, menurunkan breakdown, dan meningkatkan setback. Menurut Adebowale et al. 18 2005 peningkatan breakdown pada sorghum merah menunjukkan turunnya stabilitas selama pemanasan dimana viskositas puncak meningkat setelah modifikasi HMT. Pada penelitian kali ini diketahui bahwa proses modifikasi HMT dapat menurunkan breakdown pati aren dan pati sagu. Hal ini dapat diartikan bahwa modifikasi HMT dapat meningkatkan stabilitas pati aren dan pati sagu selama pemanasan. Fakta ini diperkuat dengan nilai viskositas puncak yang menurun. Selain itu Adebowale et al. 2005 juga menjelaskan bahwa HMT dapat meningkatkan setback yang mengindikasikan bahwa HMT dapat meminimalisir deformasi gel dimana hal tersebut juga berarti bahwa HMT juga meningkatkan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi. Apabila antara pati aren dibandingkan dengan pati sagu terlihat bahwa pati aren memiliki viskositas akhir dengan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan pati sagu. Hal ini menunjukkan bahwa pati aren aren memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati sagu. Adawiyah 2012 melaporkan bahwa kandungan amilosa pada pati aren sebesar 37,01 dan pati sagu sebesar 36,55. Kandungan amilosa pada kedua jenis pati ini tidak berbeda secara signifikan p0,05.

B. LAJU SINERESIS GEL

Sineresis adalah keluarnya air dari suatu gel pati. Menurut Winarno 2008 pada pati yang dipanaskan dan telah dingin kembali, sebagian air masih berada di bagian granula yang membengkak, air ini mengadakan ikatan yang erat dengan molekul-molekul pati pada permukaan butir-butir pati yang membengkak. Sebagian air pada pasta yang telah dimasak tersebut berada dalam rongga-rongga jaringan yang terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa. Bila gel tersebut disimpan selama beberapa hari pada suhu rendah, air tersebut dapat keluar dari bahan. Menurut Gudmundsson 1994 pada penyimpanan suhu rendah, kristalitas pati terbentuk tidak sempurna karena pati memiliki suhu peleburan yang lebih rendah dibandingkan pembentukannya pada suhu yang lebih tinggi. Perubahan tingkat sineresis pati dapat diketahui dengan menggunakan metode centrifuge. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa selama penyimpanan dari hari ke-0 hingga hari ke-7 tingkat sineresis pati mengalami peningkatan. Gambar 7 memperlihatkan perubahan tingkat sineresis pati sagu alami, pati aren alami, pati sagu HMT, dan pati aren HMT selama tujuh hari penyimpanan data mentah hasil pengukuran tingkat sineresis dapat dilihat pada Lampiran 10 Gambar 7 . Tingkat sineresis pati selama tujuh hari penyimpanan hari ke- 19 Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui laju tingkat sineresis pati selama tujuh hari penyimpanan. Laju tingkat sineresis tersebut dapat dilihat dari persamaan y=ax+b dengan a sebagai laju tingkat sineresis sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 4. Tabel 4. Laju sineresis pati selama tujuh hari penyimpanan Jenis Pati Laju tingkat sineresis R 2 v= sineresishari pati sagu alami 1,1268 0,9338 pati aren alami 0,5077 0,9314 pati sagu HMT 3,7649 0,9727 pati aren HMT 1,7456 0,9734 Berdasarkan Gambar 7 dan Tabel 4 dapat dibandingkan antara pati sagu dan pati aren. Data tersebut menunjukkan bahwa laju sineresis pati sagu lebih tinggi dibandingkan pati aren. Menurut Adawiyah 2012 jumlah pati yang terkandung dalam sagu 93.76 lebih tinggi dibandingkan aren 92.67. Swinkle 1995 menjelaskan bahwa peristiwa retrogradasi lebih mudah terjadi pada suhu rendah dengan konsentrasi pati tinggi. Dengan demikian laju sineresis pati sagu lebih tinggi dibandingkan pati aren karena pati sagu memiliki konsentrasi pati lebih tinggi dibandingkan pati aren. Tingginya konsentrasi pati ini semakin mempermudah terjadinya retrogradasi, dalam hal ini sineresis. Gambar 7 dan Tabel 4 memperlihatkan bahwa selama tujuh hari penyimpanan, laju sineresis pati modifikasi HMT lebih tinggi dibandingkan dengan pati alami. Menurut Kulp dan Lorenz 1981 seperti yang disitasi oleh Olayinka et al. 2006, modifikasi HMT dapat merubah karakteristik pati karena selama proses modifikasi terbentuk kristal baru atau terjadi proses rekristalisasi dan penyempurnaan struktur kristalin pada granula pati. Selain itu proses HMT juga dapat meningkatkan asosiasi rantai pati antara amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin pada area amorphous serta meningkatkan kekompakan material di dalam granula akibat adanya tekanan dan interaksi. Karim et al. 2000 menjelaskan bahwa selama penyimpanan di suhu rendah, molekul pati yang tergelatinisasi mengalami reasosiasi, akan tetapi bentuknya tidak sempurna sebagaimana keberadaannya dalam pati alami sebelum tergelatinisasi. Berdasarkan penjelasan tersebut telah jelas bahwa laju sineresis pati modifikasi HMT lebih tinggi dibandingkan pati alami karena selama proses modifikasi HMT, asosiasi rantai pati antara amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin pada area amorphous meningkat. Kondisi ini diperkuat dengan selama penyimpanan di suhu rendah, molekul pati yang tergelatinisasi mengalami reasosiasi. Akibatnya molekul air yang terlepas dari matriks amilosa dan amilopektin semakin banyak, sehingga laju sineresisnya pun semakin tinggi. Data tersebut memperlihatkan bahwa HMT memberikan efek yang lebih signifikan terhadap laju retrogradasi pati sagu dibandingkan pati aren. Gambar 7 menunjukkan bahwa laju retrogradasi pati sagu HMT meningkat tajam dibandingkan pati aren. Hal ini membuktikan bahwa pati sagu lebih sensitif terhadap perlakuan panas dibandingkan dengan pati aren. Apabila ditinjau berdasarkan data pasting property hasil pengukuran dengan menggunakan RVA, ternyata pati aren memiliki kecenderungan yang lebih mudah untuk mengalami retrogradasi dibandingkan dengan pati sagu. Hal ini dapat dilihat dari nilai setback pati aren lebih tinggi dibandingkan pati sagu Tabel 3. Selain itu apabila dilihat dari nilai breakdown, ternyata nilai breakdown pati aren lebih tinggi dibandingkan dengan pati sagu dimana hal tersebut menunjukkan bahwa pati sagu nilai breakdown rendah memiliki stabilitas terhadap panas yang lebih tinggi dibandingkan pati aren. Fakta tersebut menunjukkan suatu anomali karena berdasarkan data yang 20 dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 7, pati sagu memiliki kecenderungan untuk mengalami retrogradasi yang lebih mudah dibandingkan pati aren. Selain itu pati sagu juga sangat sensitif terhadap perlakuan panas dibandingkan dengan pati aren. Hal ini dilihat dari efek HMT terhadap perubahan laju retrogradasi pati sagu yang meningkat tajam dibandingkan dengan pati aren. Menanggapi fakta tersebut muncul dugaan yang dihubungkan dengan derajat polimerisasi. Menurut studi yang dilakukan oleh Vandeputte et al. 2002 rantai amilopektin panjang derajat polimerisasi tinggi memungkinkan untuk membentuk double helices lebih mudah dan lebih cepat sehingga hal ini juga mempermudah terjadinya retrogradasi. Berdasarkan studi tersebut diduga bahwa pati sagu memiliki rantai amilopektin yang panjang derajat polimerisasi tinggi dibandingkan pati aren. Sehingga walaupun menurut Adawiyah 2012 kandungan amilosa pada kedua jenis pati ini tidak berbeda secara signifikan p0,05 dan menurut hasil pengukuran RVA pada penelitian ini yang cenderung lebih mudah untuk mengalami retrogradasi adalah pati aren, akan tetapi karena diduga derajat polimerisasi pati sagu lebih tinggi dibandingkan pati aren maka pati yang lebih mudah mengalami retrogradasi adalah pati sagu.

C. TEKSTUR