Perubahan Tekstur Gel Pati Sagu dan Pati Aren Selama Penyimpanan

22 ini menunjukkan bahwa HMT meningkatkan kerapuhan gel pati aren dan pati sagu. Selain berpengaruh pada kerapuhan gel, modifikasi HMT juga berpengaruh pada rigiditas dari gel pati aren dan pati sagu. Sebelum penyimpanan dilakukan, ternyata gel pati HMT memiliki rigiditas lebih rendah dibandingkan dengan gel pati alami. Fakta ini dapat dilihat dari menurunnya nilai maximum force pati aren dan pati sagu setelah dilakukan modifikasi HMT. Pengaruh lain dari HMT adalah modifikasi HMT dapat meningkatkan nilai adhesive force dengan kata lain HMT dapat mengurangi kerekatan atas gel pati sagu. Perbandingan antara pati aren dan pati sagu pada pengukuran tekstur kali ini adalah dilihat dari nilai strain dan maximum force, pati sagu lebih rapuh dan lebih lunak rigiditas lebih rendah dibandingkan pati aren. Selain itu pati sagu juga lebih lengket dibandingkan pati aren. Hal ini dapat dilihat dari adanya nilai adhesive force pada pati sagu sedangkan pati aren tidak memiliki nilai tersebut.

2. Perubahan Tekstur Gel Pati Sagu dan Pati Aren Selama Penyimpanan

Tekstur gel pati sagu dan pati aren mengalami perubahan selama penyimpanan. Hasil pengukuran menunjukkan adanya perbedaan karakteristik tekstur antara pati aren dan pati sagu, baik pati alami maupun pati modifikasi HMT Gambar 10 a dan b. a b Gambar 10. Kurva Kompresi pati sagu alami dan HMT hingga strain 90 pada hari ke-7 a dan kurva kompresi pati aren alami dan HMT hingga strain 90 pada hari ke-7 b Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa breaking point dan maximum force pati aren baik alami maupun modifikasi HMT lebih tinggi dibandingkan pati sagu. Hal ini menunjukkan bahwa gel pati aren tidak mudah mengalami deformasi dibandingkan gel pati sagu. Setelah dilakukan penyimpanan selama 0-7 hari dapat dilihat bahwa terjadi perubahan karakteristik tekstur gel pati dari hari ke hari Gambar 11,12,13,dan 14. Adapun data hasil pengukuran dengan menggunakan texture analyzer dapat dilihat pada Lampiran 11 sedangkan data-data penghitungan modulus elastis dapat dilihat pada Lampiran 12. 23 Gambar 11 . Perubahan breaking stress selama tujuh hari penyimpanan pada gel pati sagu dan pati aren alami-HMT Gambar 12 . Perubahan breaking strain selama tujuh hari penyimpanan pada gel pati sagu dan pati aren alami-HMT Gambar 13 . Perubahan modulus elastisitas selama tujuh hari penyimpanan pada breaking point 24 Gambar 14 . Perubahan maximum force selama tujuh hari penyimpanan pada strain 90 Representasi perubahan karakteristik tekstur gel pati aren dan pati sagu dapat dilihat pada Gambar 13 yang menunjukkan perubahan modulus elastisitas breaking point pada gel pati aren dan pati sagu selama tujuh hari penyimpanan. Modulus elastisitas merupakan rasio nilai breaking stress terhadap breaking strain. Gambar 13 menunjukkan bahwa modulus elastisitas pati aren dan pati sagu baik pati alami maupun HMT semakin meningkat selama penyimpanan. Laju peningkatan modulus elastisitas tertinggi terjadi pada gel pati sagu HMT dilanjutkan dengan pati aren HMT, pati aren alami, dan pati sagu alami. Peningkatan modulus elastis ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan, tekstur gel pati semakin rigid. Karakteristik gel pati lainnya dapat dilihat pada Gambar 12. Pada gambar tersebut terlihat bahwa strain dari gel pati sagu dan pati aren baik alami maupun HMT mengalami penurunan. Penurunan nilai strain menunjukkan bahwa gel tersebut semakin rapuh karena semakin mudah mengalami deformasi. Apabila kedua konstanta strain dan modulus elastis tersebut digabungkan maka dapat dikatakan bahwa selama tujuh hari penyimpanan karakter gel pati aren dan pati sagu semakin rigid akan tetapi semakin rapuh. Perihal kekerasan gel, pati aren lebih keras dibandingkan dengan pati sagu. Kekerasan gel dapat dilihat dari nilai maximum force pati aren yang lebih tinggi dari pati sagu Gambar 10. Selama penyimpanan, kekerasan gel pati sagu lebih cepat mengalami penurunan dibandingkan dengan pati aren. Sedangkan pada pati modifikasi HMT, laju peningkatan kekerasan pati sagu lebih cepat dibandingkan pati aren Gambar 12. Selain tingkat kekerasan gel, ada hal menarik lain yang perlu diperhatikan yaitu adhesiveness yang ditunjukkan dengan adanya adhesive force pada kurva kompresi pati sagu sedangkan pada pati aren adhesive force tidak ditemukan Gambar 10. Adhesiveness menggambarkan daya rekat yang dibutuhkan untuk menarik lempeng kompresi dari bahan. Perubahan adhesive force pati sagu dapat dilihat dari Gambar 15. Adanya adhesive force pada pati sagu menunjukkan bahwa pati sagu cenderung lebih lengket terhadap lempeng kompresi dibandingkan pati aren. Berdasarkan parameter pengukuran tekstur yang ada strain, stress, maximum force, adhesive force, dan modulus elastis, maka yang paling relevan dijadikan acuan dalam memutuskan hasil pengukuran tekstur adalah modulus elastis. Dipilihnya modulus elastis sebagai parameter acuan karena modulus elastis sendiri merupakan rasio antara nilai stress dan strain. Selain itu nilai modulus elastis dapat menunjukkan perubahan tekstur selama penyimpanan dimana semakin lama 25 tekstur gel semakin rigid ditunjukkan dengan meningkatnya nilai modulus elastis. Sedangkan untuk parameter lainnya nilainya bervariasi dan tidak relevan. Pada Gambar 11 terlihat bahwa nilai breaking stress pati sagu dan pati aren HMT serta pati aren alami mengalami peningkatan selama penyimpanan sedangkan pada pati sagu alami mengalami penurunan. Pada Gambar 14 dapat diketahui bahwa nilai maximum force pati alami menurun sedangkan pati HMT meningkat. Sedangkan nilai strain masih cukup relevan untuk dijadikan acuan pengukuran akan tetapi nilai strain biasanya dilengkapi dengan nilai stress. Karena nilai stress tidak relevan untuk digunakan, maka yang digunakan adalah nilai modulus elastis yang merupakan rasio antara nilai stress dan strain. Perubahan karakteristik tekstur gel pati aren dan pati sagu selama penyimpanan berkaitan dengan terjadinya retrogradasi, dalam hal ini sineresis, pada pati aren dan pati sagu selama penyimpanan. Semakin lama tingkat sineresis dari gel pati sagu dan pati aren semakin meningkat, dengan kata lain air yang terlepas dari matriks amilosa-amilopektin semakin banyak. Dengan demikian ikatan komponen amilosa dan amilopektin semakin kuat sehingga gel pati pun menjadi semakin rigid. Tidak dapat dipungkiri bahwa kerapuhan suatu gel pati dipengaruhi oleh keberadaan air yang berikatan dengan komponen pati. Apabila semakin banyak air yang keluar maka gel tersebut akan semakin rapuh sehingga akan mudah mengalami deformasi ketika diberi tekanan. Gambar 15 . Perubahan adhesive force selama tujuh hari penyimpanan pada strain 90 Modifikasi HMT dapat mengubah karakteristik tekstur pati alami. Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa laju penurunan strain pati modifikasi HMT lebih lambat dibandingkan dengan pati alami. Selain itu pati modifikasi HMT juga meningkatkan laju kenaikan stress pati alami Gambar 13. Fenomena ini menunjukkan bahwa pati modifikasi HMT tidak mudah mengalami deformasi dibandingkan pati aren. Parameter lain yang dapat ditinjau lebih lanjut adalah maximum force yang menggambarkan kekerasan gel dan adhesive force yang menggambarkan daya rekat gel. Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa modifikasi HMT dapat mengubah tingkat kekerasan gel pati alami bahkan mengubah laju kekerasannya yang pada awalnya menurun menjadi meningkat. Hal yang sama juga terjadi pada adhesive force yang pada awalnya mengalami kenaikan adhesive force, akibat perlakuan HMT maka gel pati mengalami penurunan adhesive force selama tujuh hari penyimpanan. Modifikasi HMT dapat mengubah karakteristik pati karena selama proses modifikasi terbentuk kristal baru atau proses rekristalisasi dan penyempurnaan struktur kristalin pada granula pati Kulp dan Lorenz 1981. Selain itu energi yang diterima oleh pati selama pemanasan berlangsung kemungkinan dapat melemahkan ikatan hidrogen inter dan intra molekul amilosa dan 26 amilopektin di dalam granula pati. Untuk memperoleh bentuk gel, maka pati diberi perlakuan pemanasan dengan ditambahkan sejumlah air. Air tersebut memiliki peluang yang lebih besar untuk mengimbibisi granula pati karena lemahnya ikatan hidrogen tersebut. Akibatnya air yang masuk penyerapan air ke dalam granula pati lebih banyak dibandingkan pati alami. Masuknya air tersebut merusak kristalinitas amilosa dan merusak helix. Hal ini menyebabkan granula membengkak. Adanya panas dan air menyebabkan pembengkakan meningkat dan amilosa berdifusi keluar dari granula sehingga granula hanya mengandung amilopektin. Akibat dari peristiwa tersebut, granula mengalami kerusakan dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel. Selama proses penyimpanan pada suhu rendah 7 o C, terjadilah peristiwa retrogradasi dimana pada proses tersebut terjadi pembentukan kembali ikatan hidrogen antar molekul amilosa dan amilopektin. Secara otomatis ikatan hidrogen antara molekul air dan molekul amilopektin melemah dan digantikan oleh molekul amilosa. Secara perlahan molekul air keluar dari granula akibatnya semakin lama semakin banyak air yang keluar dari granula. Dengan semakin banyaknya molekul air yang keluar dari granula maka semakin banyak molekul amilosa yang berikatan dengan amilopektin sehingga struktur gel yang terbentuk semakin kuat keras. Akibatnya semakin lama gel tersebut semakin tidak mudah mengalami deformasi. Struktur gel yang semakin keras berdampak pada kurangnya kelengketan atas pati tersebut terjadi pada pati sagu.

3. Korelasi Laju Sineresis dengan Perubahan Tekstur