26
amilopektin di dalam granula pati. Untuk memperoleh bentuk gel, maka pati diberi perlakuan pemanasan dengan ditambahkan sejumlah air. Air tersebut memiliki peluang yang lebih besar
untuk mengimbibisi granula pati karena lemahnya ikatan hidrogen tersebut. Akibatnya air yang masuk penyerapan air ke dalam granula pati lebih banyak dibandingkan pati alami. Masuknya air
tersebut merusak kristalinitas amilosa dan merusak helix. Hal ini menyebabkan granula membengkak. Adanya panas dan air menyebabkan pembengkakan meningkat dan amilosa
berdifusi keluar dari granula sehingga granula hanya mengandung amilopektin. Akibat dari peristiwa tersebut, granula mengalami kerusakan dan terperangkap dalam matriks amilosa
membentuk gel. Selama proses penyimpanan pada suhu rendah 7
o
C, terjadilah peristiwa retrogradasi dimana pada proses tersebut terjadi pembentukan kembali ikatan hidrogen antar molekul amilosa dan
amilopektin. Secara otomatis ikatan hidrogen antara molekul air dan molekul amilopektin melemah dan digantikan oleh molekul amilosa. Secara perlahan molekul air keluar dari granula
akibatnya semakin lama semakin banyak air yang keluar dari granula. Dengan semakin banyaknya molekul air yang keluar dari granula maka semakin banyak molekul amilosa yang berikatan
dengan amilopektin sehingga struktur gel yang terbentuk semakin kuat keras. Akibatnya semakin lama gel tersebut semakin tidak mudah mengalami deformasi. Struktur gel yang semakin keras
berdampak pada kurangnya kelengketan atas pati tersebut terjadi pada pati sagu.
3. Korelasi Laju Sineresis dengan Perubahan Tekstur
Sineresis yang terjadi selama penyimpanan memiliki pengaruh terhadap karakteristik tekstur. Parameter tekstur yang dibandingkan dengan laju sineresis adalah perubahan nilai strain dan
modulus elastis selama penyimpanan. Kedua parameter ini adalah parameter yang paling relevan dibandingkan dengan parameter lainnya seperti stress dan maximum force. Hal ini terjadi karena
data dari nilai stress dan maximum force cenderung naik dan turun. Adapun korelasi antara laju sineresis dan dan perubahan nilai strain dan modulus elastis selama tujuh hari penyimpanan
ditunjukkan pada Gambar 16 dan 17.
Gambar 16 . Hubungan antara tingkat sineresis dan modulus elastis gel pati sagu dan
pati aren alami-HMT
27
Gambar 17 . Hubungan antara tingkat sineresis dan nilai strain gel pati sagu dan pati
aren alami-HMT Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa semakin tinggi tingkat sineresis, maka nilai modulus
elastisnya juga meningkat. Kenyataan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat sineresis, dengan kata lain semakin banyak jumlah air yang keluar dari gel pati, maka tekstur gel pati akan
semakin rigid. Laju peningkatan modulus elastis terhadap tingkat sineresis yang paling tinggi terjadi pada pati aren alami dengan laju 90,381 sedangkan gel pati yang memiliki nilai linear
tertinggi adalah pati sagu HMT dengan nilai r
2
0,9683. Data ini menunjukkan bahwa laju sineresis tertinggi terjadi pada gel pati aren dengan peningkatan modulus elastis yang linier dengan laju
sineresis. Gambar 17 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat sineresis gel pati maka nilai strain
gel pati semakin menurun. Fakta ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat sineresis gel pati maka gel tersebut akan semakin mudah mengalami deformasi. Laju kemudahan mengalami
deformasi terjadi pada pati aren HMT dengan nilai laju 0,7861. Sedangkan gel pati yang memiliki nilai linear tertinggi adalah pati sagu HMT dengan nilai r
2
0,9909. Data ini menunjukkan bahwa laju sineresis tertinggi terjadi pada gel pati aren dengan peningkatan nilai strain yang linier dengan
laju sineresis.
D. KADAR AIR GEL