Gangguan Tidur Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis gangguan tidur pada remaja

B. Gambaran Gangguan Tidur Pada Remaja Awal Usia 12-15

Tahun di Tangerang Selatan

1. Gangguan Tidur Berdasarkan Jenis Kelamin

Terdapat banyak pendapat mengenai gangguan tidur pada remaja berdasarkan jenis kelamin. Pada penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan oleh Purnama 2009, mengatakan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi gangguan tidur. Secara teori, belum ada kejelasan mengenai perbedaan jenis kelamin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 76,8 remaja perempuan yang mengalami gangguan tidur, 16,9 diantaranya mengalami gangguan patologis. Pada remaja laki-laki yang mengalami gangguan tidur lebih tinggi yaitu 80,7, tidak ditemukan gangguan tidur patologis. Prasadja 2009, mengatakan bahwa remaja perempuan tidur lebih lama dan juga lebih mengantuk disiang hari dibanding laki-laki. Sementara remaja laki-laki cenderung tidur lebih sedikit.

2. Jenis gangguan tidur pada remaja

Gangguan transisi tidur-bangun merupakan klasifikasi dari gangguan tidur parasomnia Bruni et all, 1996. Gangguan ini berupa gerakan-gerakan involunter saat tidur, halusinasi hypnagogic dan mengigau atau berbicara ketika tidur Marcdante, 2014. Gangguan transisi tidur-bangun bersifat tidak berbahaya, peristiwa yang sangat umum yang terjadi selama transisi dari keadaan tidur-bangun atau sebaliknya. Hal ini dapat dianggap sebagai fenomena yang normal dan biasanya hadir dalam populasi yang sehat. Kadang-kadang peristiwa ini dapat terjadi cukup sering yang menyebabkan terganggunya siklus tidur normal dan membuat ketidaknyamanan. Kasus ringan biasanya tidak diobati, namun kasus yang parah memerlukan penanganan segera. Gangguan ini lebih sering terjadi pada anak remaja dan biasanya sembuh secara spontan Carney dkk, 2001. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan dari 77,1 remaja yang memiliki gangguan tidur, 43,2 diantaranya mengalami jenis gangguan tidur transisi tidur-bangun. Auliyanti 2015 mendapatkan jenis gangguan tidur transisi tidur-bangun sebesar 56,5. Auliyanti mengatakan bahwa jenis gangguan transisi ini mempengaruhi prestasi akademik. Gangguan memulai dan mempertahankan tidur dapat berupa durasi tidur yang tidak tetap, periode waktu untuk tertidur yang lama, sulit untuk tertidur, tidak ingin atau enggan untuk tidur, cemas ketika ingin tidur, terbangun kembali ketika tidur malam, dan kesulitan tertidur setelah terbangun di malam hari. Kesulitan memulai tidur berarti latensi tidur seseorang lebih besar sekitar 20-30 menit. Kesulitan mempertahankan tidur adalah terbangunnya seseorang setelah onset tidur lebih lama dari 20-30 menit. Patogenesis gangguan ini kurang didefinisikan, peristiwa pertama sering terjadi pada masa anak-anak atau remaja. Hal ini dikaitkan dengan perubahan gaya hidup dan penyelesaian pencetus tidak diatasi dengan baik. Pada remaja yang mengalami gangguan tidur jenis ini lebih sering dipicu oleh jadwal tidur yang tidak teratur Chiu, 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gangguan memulai dan mempertahankan tidur sebesar 40,5. Hal ini sejalan dengan penelitian Auliyanti 2015 mengenai faktor yang berhubungan dengan prestasi akademik anak remaja yang mengalami gangguan tidur, didapatkan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur 70,2.

C. Keterbatasan Penelitian