. Sitokin dan Sawar Darah-Otak

2.5 . Sitokin dan Sawar Darah-Otak

Sawar darah-otak SDO merupakan pemisah SSP dengan sirkulasi sistemik, oleh karenanya SDO berperan mengontrol microenvirontment dan homeostasis SSP dengan mekanisme kerja yang mampu untuk memfasilitasi asupan nutrisi, meregulasi keseimbangan ion, dan menjadi barrier yang melindungi dari xenobiotic toksin potensial yang dapat dijumpai di sirkulasi sistemik Ronaldson dan Davis, 2011. Sawar darah otak seharusnya menghalangi sitokin berinteraksi dengan SSP. Ada 5 jalur sitokin melewati sawar darah otak, yaitu : 1. Sitokin mengalami transport aktif melewati sawar darah otak ; 2. Sitokin mengaktifkan nervus vagus perifer yang kemudian mengaktifkan target di otak ; 3. Sitokin “bocor” melewati SDO pada organ sirkumventrikular Circumventricular organsCVOs dan mengaktifkan target SSP di daerah ini ; 4. Sitokin menginduksi sel-sel sawar darah otak untuk memproduksi sitokin yang kemudian disekresikan ke parenkim otak ; dan 5. Sitokin dibawa oleh leukosit yang berinfiltrasi melewati sawar darah otak Quan dan Herkerham, 2002. Sawar darah-otak memberikan ruang yang luas bagi sitokin untuk mempengaruhi fungsi SSP. Sawar darah-otak merupakan target dalam terapi intervensi, sehingga penting untuk mengerti interaksi sitokin dalam level SDO. Signaling sitokin pada level SDO merupakan bentuk regulasi dinamis yang penting, yang mampu mengubah fungsi SDO secara cepat dan dapat mempengaruhi fungsi otak yang sehat maupun yang mengalami gangguan. Universitas Sumatera Utara Beberapa mekanisme berkaitan dengan sitokin dan SDO : 1. Pengenalan SDO terhadap sitokin dan peptida lainnya yang berhubungan. Sawar darah-otak terdiri dari 3 dimensi, yang terletak diantara otak dan pembuluh darah yang membawa material untuk pertukaran informasi selektif. Sawar darah-otak merupakan tempat regulator dalam respon terhadap sitokin. Sawar darah-otak secara selektif dapat mentranspor beberapa sitokin, berupa IL- 1α, IL-1β, IL-1 reseptor antagonis IL-1ra, IL- 6, TNF, leukemia inhibitory factor LIF, ciliary neurotrophic factor dan berbagai adipokines. Sitokin memainkan peranan penting dalam respon fisiologi terhadap inflamasi dan neuroregenerasi. Fungsi lainnya, SDO dapat membatasi berbagai sitokin yang akan melewati SDO. Transfoming Growth Factor TGF- α tertahan di vaskular serebral dan TGF-β tidak bisa memasuki otak, dan sebaliknya Epidermal Growth Factor EGF dapat melewati SDO secara cepat. Dalam neuroinflamasi, chemokine CXCL 12, yang terletak di permukaan basolateral SDO, berfungsi dalam mencegah ekstravasasi leukosit ke dalam SSP. ; 2. Reseptor sitokin dan mikrodomain membran endotel. Reseptor sitokin terletak pada membran mikrodomain dan berikatan dengan endositosis dependent maupun yang independent. Endocytic microdomain terdiri dari protein pembungkus yang spesifik, lipid atau keduanya. Dynamin dan Actin merupakan komponen utama jalur endocytotic. Caveolae memainkan peranan penting dalam transitosis melewati SDO. Aktifitas caveolae yang meningkat setelah cedera otak berhubungan dengan peningkatan ekspresi caveolae fosforilasi. Berbagai sitokin dan reseptornya mengalami endositosis dalam Universitas Sumatera Utara bentuk caveolin-dependent. Pada sel β, IL-1β dan IL-1R1 menginduksi fosforilasi caveolin dan endositosis caveolin-dependent. Akumulasi sitokin dalam lipid dapat memfasilitasi proses signaling. Endositosis berkontribusi dalam mengakhiri proses signaling melalui perpindahan sitokin, hormon dan reseptornya dari ekstraseluler. Terdapat hubungan antara lokasi dan endositosis dari mikrodomain yang spesifik dan sitokin intraseluler dengan reseptornya. Sitokin dan reseptornya berakumulasi dalam membran mikrodomain, sitokin dapat menginduksi translokasi reseptornya menuju ke mikrodomain yang spesifik. Mikrodomain menentukan nasib sitokin dan reseptornya setelah endositosis, tetapi hanya sedikit yang diketahui tentang pengaruh mekanisme membran mikrodomain terhadap fungsi resptor sitokin pada sel endotel SDO. ; 3. Regulasi neuroendokrin. Efek dari signaling sitokin pada SDO terhadap regulasi neuroendokrin dicontohkan dengan leptin. Leptin merupakan sitokin utama dalam regulasi neuroendokrin pada SSP. Bekerja melalui reseptor leptin ObR atau LR berfungsi untuk mengontrol asupan makanan dan pemakaian energi dengan cara mempengaruhi berbagai peptida hipotalamus. Oleh karena itu leptin harus mampu melewati SDO dari tempat asalnya di jaringan lemak. ; 4. Tertundanya signal neuroinflamasi dan gabungan berbagai jalur signaling yang diaktifasi ikatan yang berbeda. Sawar darah- otak dapat mencegah masuknya beberapa substansi dan sebaliknya membiarkan substansi yang lain lewat serta membentuk signal sekunder yang dapat mempengaruhi fungsi SSP saat berinteraksi dengan substansi tertentu. Endotel SDO berespon terhadap stimulus inflamasi yang Universitas Sumatera Utara dibentuk oleh substansi vasoaktif, termasuk endothelin-1, prostaglandin, leukotrien, dan platelet activating factor. Terdapat signal intraseluler yang berbeda terhadap sitokin yang berbeda. Sawar darah-otak menghasilkan chemokines dan sitokin sebagai respon terhadap cedera dan inflamasi. Bagaimana proses signaling dapat mempengaruhi transitosis ? Meskipun data yang didapatkan masih kurang, namun hal ini jelas bahwa signaling seluler oleh sebuah sitokin dapat memodifikasi sistem transpor antara yang satu dengan yang lainnya. Interaksi signal peptidergic pada SDO diilustrasikan dengan hubungan antara leptin dengan urocortin pada proses aktivasi STAT-1 dan STAT-3. Leptin dapat meningkatkan aktivasi STAT-1 dan STAT- 3. Leptin juga mempunyai hubungan dengan α-MSH. α-MSH berikatan dengan reseptor melanocortin MC-3R dan MC-4R pada hipotalamus. Seperti halnya interaksi leptin dan urocortin, leptin tidak mampu meningkatkan produksi cAMP. ; 5. Interaksi sitokin dengan reseptor hormon nuklear pada SDO. Reseptor hormon nuklear merupakan faktor ikatan yang diaktifasi oleh proses transkripsi. Ikatan yang terjadi dengan hormon seperti estrogen, progesteron, testosteron dan glukokortikoid, begitu juga retinoic acids dan oxysterols. Hormon ini berikatan dengan reseptor dan meregulasi munculnya gen yang penting untuk pertumbuhan, metabolisme dan berbagai fungsi vital lainnya. Secara bersama-sama reseptor nuklear yang terdapat dalam sel endotel, memainkan peranan pada ikatan protein , sitokin dan transporter. Kaskade signaling diawali regulasi sitokin terhadap fungsi reseptor nuklear melalui fosforilasi, dan ; 6. Efek sitokin pada efflux transporter obat. Universitas Sumatera Utara Endotelium SDO kaya dengan efflux transporters yang bekerja sebagai barier transpor terhadap obat dan komponen endogen menuju parenkim otak. Pompa aktif efluks yang utama terdiri dari P Glycoprotein P-gp, ABCB1, breast cancer resisten protein BCRP, ABCG2 dan multidrug resistance yang berhubungan dengan berbagai protein MRP, ABCC1-6 termasuk dalam transporter ABCfamily. Adanya transporter ini telah diimplikasikan terhadap obat-obatan seperti antikanker, antivirus, antibakterial, antiepilepsi dan analgesik. P-gp terdapat pada bagian luminal vaskular, astrocytic end feet bagian abluminal SDO, mikroglia dari parenkim otak dan endotel pleksus koroidalis. Pada saat terjadi inflamasi, berbagai sitokin seperti TNF, IL-1 β dan IL-6 dapat mengubah aktifitas fungsional dan efflux transporters. Dapat disimpulkan bahwa sitokin dapat meningkatkan modulasi efflux drug transporters yang bersifat dose and time dependent. Pan, Stone, Hsuchou, Manda, Zhang, Kasti, et.al., 2011. Ada beberapa reseptor, kanal ion, influxefflux protein transpor yang mencolok pada sel endotel otak yang secara fungsional sama dengan yang dijumpai pada jaringan lain namun dengan kapasitas dan kecepatan transpor yang berbeda seperti d-glucose transporter, l-amino acid carrier , Na + K + ATPase. Komponen yang kecil, nonionik dan bersifat lipid-soluble dapat masuk ke SSP dengan mekanisme difusi pasif yang diatur oleh protein transpor endogen seperti ATP-binding cassette ABC transporter berperan dalam translokasi opioid dan metabolitnya, solute carrier SLC transporter yang terdapat di endotel SDO. Selain itu, beberapa transporter tambahan yang termasuk solute carrier transporter Universitas Sumatera Utara seperti organic ion transporting polypeptides OATP, organic ion transporters , nucleoside transporters dan peptide transporters juga berperan dalam memfasilitasi penyebaran obat menembus SDO Ronaldson dan Davis, 2011. Nyeri sebagai respon inflamasi mengakibatkan perubahan permeabilitas SDO yang dapat mengubah komposisi protein di tight- junction dapat meningkatkan permeabilitias paraselular dari SDO dan berhubungan dengan delivery obat ke SSP. Terbukanya rute paraselular menyebabkan peningkatan uptake beberapa obat ke SSP, misalnya agonis reseptor μ opioid seperti kodein. Kemampuan obat untuk menembus endotel SDO dan mencapai konsentrasi efektif dalam SSP tergantung pada banyak mekanisme transport, seperti uptake ke otak via influx transporter dan keluar dari otak melalui efflux transporter yang harus seimbang Ronaldson dan Davis, 2011. Identifikasi dan karakterisasi dari mekanisme biologis memungkinkan nyeri perifer untuk mentransmisikan sinyal yang akan mengganggu transporter obat ke SDO dengan cara merubah konsentrasi serum sitokin seperti TGF-ß1 yang merupakan regulator homeostasis mikrovaskular di otak. TGF-ß dijumpai menurun pada pemberian obat anti inflamasi non steroid seperti diklofenak. TGF-ß merupakan pencetus perubahan SDO yang terjadi saat nyeri inflamasi dan TGF-ß dimediasi oleh ALK. Pathway ALK1 menyebabkan aktifasi endotel yang ditandai dengan meningkatnya permeabilitas dan ALK5 memediasi sinyal yang menyebabkan resolusi vaskular yang ditandai dengan menurunnya Universitas Sumatera Utara permeabilitias. TGF-ßALK5 dapat meregulasi permeabilitas SDO dengan mengubah struktur kompleks protein tight-junction SDO dan dengan meningkatkan ekspresi transporter influx. TGF-ßALK5 merupakan target farmakologis yang potensial yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan delivery obat ke SSP Ronaldson dan Davis, 2011.

2.6. Amitriptilin

Dokumen yang terkait

Tumor Necrosis Factor-α, Interleukin-1 And Interleukin-6 Serum Levels And Its Correlation With Pain Severity In Chronic Tension-Type Headache Patients : Before and After Dexketoprofen Administration

0 55 11

Correlation Between Tumor Necrosis Factor-α, Interleukin-1 And Interleukin-6 Serum Level And Pain Severity In Chronic Tension Type Headache Patients

0 46 12

Amitriptyline Effect On Tissue Necrosis Factor-α, Interleukin-1 And Interleukin-6 Serum Level And Its Correlaton With Pain Severity In Chronic Tension-Type Headache Patients

0 44 12

Correlation Between Tumor Necrosis Factor-α, Interleukin-1 And Interleukin-6 Serum Level And Pain Severity In Chronic Tension Type Headache Patients

0 0 12

Perubahan Kadar TNF-α, Interleukin-1, Interleukin-6 Serum Setelah Pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen dan Korelasinya dengan Tingkat Intensitas Nyeri pada Penderita Tension-Type Headache Kronik

0 0 29

Perubahan Kadar TNF-α, Interleukin-1, Interleukin-6 Serum Setelah Pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen dan Korelasinya dengan Tingkat Intensitas Nyeri pada Penderita Tension-Type Headache Kronik

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tension-Type Headache Kronik - Perubahan Kadar TNF-α, Interleukin-1, Interleukin-6 Serum Setelah Pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen dan Korelasinya dengan Tingkat Intensitas Nyeri pada Penderita Tension-Type Headache K

0 2 74

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - Perubahan Kadar TNF-α, Interleukin-1, Interleukin-6 Serum Setelah Pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen dan Korelasinya dengan Tingkat Intensitas Nyeri pada Penderita Tension-Type Headache Kronik

0 0 12

Perubahan Kadar TNF-α, Interleukin-1, Interleukin-6 Serum Setelah Pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen dan Korelasinya dengan Tingkat Intensitas Nyeri pada Penderita Tension-Type Headache Kronik

0 1 46

Amitriptyline Effect on Tumor Necrosis Factor-α, Interleukin-1 and Interleukin-6 Serum Level and its Correlation with Pain Severity in Chronic Tension-Type Headache Patients

0 0 5