Meskipun fungsi fisiologis sitokin di otak adalah sebagai neuromodulator dan memiliki fungsi imunologik untuk preservasi atau
restorasi hemostasis, telah diketahui bahwa sedikit saja perubahan pada kadarnya di otak yang mungkin tidak dapat diukur di CSS terkadang
dapat mengakibatkan reaksi sistemik dan sintesis sitokin perifer Rothwell, 1995. Mungkin juga bahwa faktor-faktor seperti sitokin dapat memicu
sistem trigeminovaskuler, yang dianggap sebagai bagian dari sistem pertahanan otak. Dalam memicu pelepasan neuropeptida vasoaktif dan
nosiseptif, sitokin dapat berkontribusi terhadap terjadinya nyeri kepala. Bisa juga sitokin dilepaskan oleh karena aktifasi trigeminovaskuler Bo,
Davidsen, Gulbrandsen, Dietrichs, Bovim, Stovner, et.al.,  2008. Mediator-mediator kimia juga dapat mensensitisasi ujung saraf
nosiseptif. Khususnya stimulan-stimulan yang efektif untuk nosiseptor- nosiseptor otot  skelet  adalah substansi endogen, seperti serotonin,
bradikinin dan ion potassium. Substansi-substansi ini dapat dihasilkan melalui berbagai mekanisme. Misalnya, serotonin dilepaskan oleh platelet,
bradikinin dapat dipecah dari molekul plasma prekursornya  kallin, dan potassium dapat dilepaskan dari sel-sel otot, bila kondisi patologik terjadi
penurunan pH selama iskemia, kerusakan vaskuler, dan cedera terhadap sel otot Bendsten, 2000.
2.1.2.  Faktor Sentral
Peningkatan sensitifitas nyeri miofasial pada TTH kronik juga dapat disebabkan faktor-faktor sentral, seperti sensitisasi second-order neurons
Universitas Sumatera Utara
pada level spinal dorsal horn trigeminal nucleus, sensitisasi neuron supraspinal dan penurunan aktifitas antinosiseptif dari struktur supraspinal
Matthew, 2006 Mekanisme sentral merupakan hal yang sangat penting dalam
patofisiologi  TTH  kronik. Telah diketahui bahwa deteksi nyeri tekan dan ambang toleransi terhadap stimulus mekanik menurun pada penderita
TTH kronik. Selanjutnya, Bendsten 1996 menunjukkan bahwa penderita dengan  TTH  kronik  mengalami persepsi nyeri yang terganggu secara
kualitatif.  Menurut model yang diajukan oleh Bendtsen pada tahun 2000, masalah utama pada TTH kronik adalah sensitisasi sentral pada level
spinal dorsal horn atau  trigeminal nucleus  yang menyebabkan terjadinya
sensisitasi sentral. Perubahan neuroplastik sentral dapat mempengaruhi regulasi mekanisme perifer dan menyebabkan peningkatan aktifitas otot
perikranial atau pelepasan neurotransmitter di jaringan miofasial Bendtsen, 2000.    Berdasarkan hal ini, dianggap bahwa sensitisasi
sentral dan keadaan nyeri kronik pada penderita  TTH  kronik  mungkin berhubungan dengan sensitisasi pada level spinal dorsal horn  atau
trigeminal nucleus ,  atau keduanya, diinduksi oleh input nosiseptif yang
berkelanjutan dari jaringan miofasial perikranial Ashina, 2007. Peningkatan sensitifitas nyeri pada TTH  kronik  dapat disebabkan
penurunan aktifitas antinosiseptif dari struktur supraspinal, yaitu terganggunya modulasi nyeri sentral. Nociceptive flexion reflex  NFR
adalah refleks withdrawal yang diorganisasi oleh spinal, yang merupakan subjek terhadap pengaruh supraspinal dan dapat tertekan peningkatan
Universitas Sumatera Utara
ambang oleh diffuse noxious inhibitory control  DNIC.  Diffuse noxious inhibitory control
yang dipicu oleh serabut A δ perifer dan serabut C, dapat
berasal dari aktifasi fisiologis dari beberapa struktur otak yang diduga terlibat dalam inhibisi descending descending inhibition. Langemark
1993 menemukan penurunan ambang NFR pada penderita  TTH  kronik dibandingkan kontrol. Studi oleh Pielsticker  2005 menemukan adanya
gangguan pada mekanisme inhibisi DNIC pada penderita  TTH  kronik. Sementara itu, studi Catchart 2010 menunjukkan bahwa respons DNIC
menurun pada penderita  TTH  kronik  dalam responsnya terhadap 10 denyut algometer dan inflasi cuff, dibandingkan dengan kontrol yang
sehat. Secara kumulatif, studi-studi diatas menunjukkkan disfungsi dari DNIC pada penderita  TTH  kronik  Bezov,  Ashina, Jensen, Bendtsen,
2011. Calcitonin-gene-related peptide
CGRP adalah neurotransmitter yang aktif pada sistem trigeminovaskuler. Konsentrasi plasma CGRP
meningkat selama serangan migren  dan nyeri kepala klaster. Pada penderita TTH kronik, konsentrasi plasma CGRP normal, tidak bergantung
pada keadaan nyeri kepala, dan tidak meningkat setelah pemberian glyceril trinitrate
. Namun, pada penderita  TTH  kronik  dengan nyeri yang berpulsasi, konsentrasi CGRP meningkat pada periode interiktal Ashina,
Bendtsen, Jensen, Schifter, Olesen, 2000. Neurotransmitter diketahui terlibat dalam perkembangan sensitisasi
sentral, termasuk takikinin,  substansi P, neurokinin A, dan asam amino eksitasi glutamat. Pelepasan neurotransmitter-neurotransmitter ini yang
Universitas Sumatera Utara
berlama-lama dapat mengaktifasi reseptor post-sinaptik yang pada keadaan normal terblok, misalnya reseptor N-methyl D-aspartate NMDA.
Aktifasi reseptor NMDA menyebabkan peningkatan influks kalsium, yang menginisiasi kaskade biokimia, termasuk peningkatan produksi nitric
oxide , prostaglandin, dan protein-protein kinase. Hal ini dapat
menyebabkan  perubahan metabolik jangka panjang dan meningkatkan eksitabilitas sel yang terkena Coderre, Katz, Vaccarino, Melzack, 1993;
Yakhs dan Malmberg 1994; Dickenson, 1996. Konsentrasi plasma substansi P, neuropeptida Y dan peptida
vasoaktif intestinal di sirkulasi kranial dan perifer tidak berbeda antara penderita  TTH  kronik  dan orang sehat, dan konsentrasinya tidak
berhubungan dengan ada tidaknya nyeri kepala. Pada penderita  TTH episodik, konsentrasi substansi P yang lebih tinggi ditemukan di platelet,
dan konsentrasi yang lebih rendah dari β-endorphin ditemukan pada sel
mononuklear darah perifer, konsentrasi substansi P dan β-endorphin
berhubungan terbalik, dan ambang nyeri tekan berhubungan negatif dengan konsentrasi substansi P. Suatu studi yang membandingkan
penderita  migren  dengan  penderita  TTH    menunjukkan bahwa pada penderita  TTH  ditemukan platelet yang rendah dan konsentrasi met-
enkephalin yang tinggi, dimana yang bertentangan ditemukan pada penderita migren. Peningkatan konsentrasi metenkephalin ditemukan
pada penderita TTH kronik, yang selanjutnya mendukung hipotesis bahwa dijumpai ketidakseimbangan antara mekanisme pronosiseptif dan dan
Universitas Sumatera Utara
antinosiseptif pada penyakit ini Langemark, Bach, Ekman, Olesen, 1995; Furnal dan Schoenen, 2008.
Studi pada binatang menunjukkan bahwa sensitisasi pathway nyeri dapat disebabkan atau berhubungan dengan aktifasi nitric oxide synthase
NOS dan pembentukan nitric oxide  NO. Inhibitor NOS mengurangi sensitisasi sentral pada nyeri persisten pada model binatang dengan
mengurangi sensitisasi spinal dorsal horn  yang diinduksi oleh input nyeri yang berkelanjutan dari perifer. Ashina dan kawan-kawan 1999 meneliti
efek analgesik inhibitor NOS, NG-monomethyl-L-arginine hydrochloride
L
Gangguan pada pain-modulating transmitters, begitu juga dengan perubahan seluler pada SSP tampaknya terlibat dalam perubahan
persepsi nyeri pada penderita TTH kronik. Serotonin 5-hydroxytriptamine, 5-HT merupakan neurotransmitter yang penting namun memiliki peran
- NMMA. Obat ini secara signifikan menurunkan nyeri kepala dan nyeri
miofasial perikranial dan juga kekerasan otot muscle hardness. Studi ini memberikan informasi penting mengenai mekanisme aksi antinosiseptif
dari inhibisi NOS pada TTH  kronik  Ashina,  Bendtsen, Jensen, Lassen, Sakai, Olesen,1999; Matthew, 2006.  Percobaan hewan menunjukkan
inhibisi NOS mengurangi sensitisasi sentral pada nyeri persisten. Pemberian  L-NG-methylarginine hydrochloride  secara bermakna
mengurangi nyeri kepala dan faktor miofasial pada penderita TTH kronik. Mekanisme kerjanya diduga terutama dengan mengurangi sensitisasi
sentral pada level kornu posterior medulla spinalis atau nukleus trigeminal atau keduanya Ashina dan Bendtsen,  2001
Universitas Sumatera Utara
yang kompleks  dalam modulasi nyeri. Serotonin memiliki aksi algogenik menghasilkan nyeri pada saraf perifer, namun tampaknya memiliki efek
antinosiseptif yang predominan pada SSP. Serotonin adalah neurotransmitter penting pada pathway  anti-nosiseptif yang descending
dari brainstem ke spinal dorsal horn, dan mungkin juga  terlibat dalam pathway ascending
anti-nosiseptif. Efek anti-nosiseptif 5-HT dimediasi oleh banyak subtipe reseptor 5-HT, yaitu : reseptor 5-HT1, 5-HT2 dan 5-
HT3. Kompleksitas sistem modulasi nyeri ditekankan pada fakta bahwa efek 5-HT dapat bervariasi, meskipun pada subtipe reseptor yang sama.
Misalnya, 5-HT dapat memiliki aksi fasilitasi serta inhibisi sekaligus pada proses nosiseptif spinal ketika beraksi pada reseptor 5-HT1. Tambahan
lagi, 5-HT memiliki efek pada modalitas nyeri yang lain, misalnya efek vaskuler, yang secara tidak langsung mempengaruhi mekanisme nyeri
Bendsten, 2000. Jensen dan kawan-kawan  1994 menemukan bahwa konsentrasi plasma 5-HT meningkat selama serangan nyeri kepala pada
grup  mixed  TTH  episodik  dan  TTH  kronik, dan Bendsten 1997 tidak menemukan hubungan antara konsentrasi plasma dengan frekuensi nyeri
kepala  Furnal  dan Schoenen, 2008. Sekresi growth hormone  dan prolaktin terhambat pada penderita  TTH  kronik, sebagai respons dari
injeksi subkutan sumatriptan, yang menunjukkan  adanya penurunan sensitifitas reseptor serotonin 5-HT1 di hipotalamus. Hal ini menunjukkan
bahwa sumatriptan, agonis serotonin 5-HT1,  memiliki efektifitas tinggi untuk serangan migren akut, juga efektif pada penderita TTH Furnal dan
Schoenen, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria diagnostik TTH kronik  sesuai  The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition
2004 adalah sebagai berikut  Headache Classification Subcommittee of the International
Headache Society, 2004 ;
A.  Nyeri kepala timbul ≥  15  harib ulan, berlangsung  3 bulan