PEMBAHASAN PIAGAMSERTIFIKATMEDALI TANDA KEHORMATAN.

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini bersifat intervensional uji klinis eksperimental yang dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan penurunan intensitas nyeri pada penderita TTH kronik, setelah masing-masing kelompok penelitian diberi obat Amitriptilin 1x 25 mg per hari atau Deksketoprofen 1x50 mg per hari selama 10 hari. Pemilihan Amitriptilin dan Deksketoprofen sebagai variabel bebas penelitian didasarkan pada hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa Amitriptilin dan Deksketoprofen efektif menurunkan intensitas nyeri termasuk pada nyeri kronik Lynch, 2001; Barbanoj, 2001. Dari 2 kelompok penelitian dengan jumlah subjek sebanyak 46 orang, maka perbandingan pria dan wanita = 8 : 46. Hasil penelitian ini ditunjang oleh beberapa penelitian sebelumnya dimana pada TTH lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan dengan pria Wang, Fuh, Lu, 2000; Chesterton, Barlas, Foster, Baxter, 2003. Satu penelitian disertasi tentang TTH menunjukkan bahwa perbandingan antara wanita dengan pria = 83 : 17 Machfoed, 2005. Walaupun beberapa penelitian menunjukan hasil berbeda-beda, tapi dapat disimpulkan bahwa angka kejadian TTH pada wanita lebih tinggi dari pria Wang, Fuh, Lu, 2000; Chesterton, Barlas, Foster, Baxter, 2003; Machfoed, 2005. Meta-analisis beberapa penelitian berbasis populasi menunjukan bahwa prevalensi antara wanita : pria = 1,3 : 1 Rasmussen dan Lipton, 2000. Universitas Sumatera Utara Banyak faktor yang mempengaruhi mengapa prevalensi TTH pada wanita lebih tinggi dari pria. Itu terjadi karena adanya beberapa hal: 1 perbedaan persepsi dari gejala dan sensasi terhadap nyeri; 2 perbedaan perilaku, 3 perbedaan trait kepribadian dan psikologis; dan 4 pengaruh hormonal, ternyata lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria Rasmussen dan Lipton, 2000. Suatu penelitian nyeri percobaan pada orang sehat menggunakan pressure algometer, menyimpulkan bahwa wanita memiliki ambang nyeri lebih rendah dari pria Chesterton, Barlas, Foster, Baxter, 2003. Wanita dengan TTH memiki toleransi terhadap nyeri lebih rendah dari pria. Rendahnya toleransi ini berkorelasi dengan frekuensi nyeri kepala Bishop, Holm, Borowiak, 2001. Faktor hormonal juga ikut berperan terhadap terjadinya nyeri kepala Marcus, 2004. Status sosio-ekonomi memainkan peranan penting dalam strategi coping terhadap TTH, dan itu berbeda berdasarkan jenis kelamin. Studi yang dilakukan Chu menyimpulkan bahwa wanita lebih rentan terhadap pengaruh sosio-ekonomi dibandingkan pria Chu, Kim, Kim, Kim, Jang, 2013. Dari tabel 5.1 ditunjukan bahwa perbandingan pria : wanita pada kelompok Amitriptilin = 6 : 17, sedang pada kelompok Deksketoprofen = 3 : 20. Dengan uji Chi Square didapatkan p = 0,699, yang berarti tidak ada perbedaan frekuensi yang signifikan antara distribusi pria dan wanita pada kelompok Amitriptilin dan Deksketoprofen. Tidak banyak penelitian yang mengkaitkan nyeri dengan suku bangsa etnis. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Plesh tentang Universitas Sumatera Utara prevalensi rasetnis serta jenis kelamin dalam kaitannya dengan nyeri umum menyimpulkan bahwa pola terjadinya nyeri sangat amat bervariasi di antara rasetnis serta jenis kelamin. Setiap nyeri memiliki karakteristik tersendiri Plesh, Adams, Gansky, 2011. Penelitian sebelumnya menemukan adanya penurunan prevalensi, insiden dan persistensi nyeri pada wanita muda kulit hitam dibandingkan dengan wanita muda kulit putih Gansky dan Plesh, 2007. Berbeda dengan etnis kulit hitam dan kulit putih yang berbeda secara genetik dan fenotip Gansky dan Plesh, 2007, suku-suku bangsa yang disebutkan di atas relatif memiliki fenotip sama. Dalam penelitian ini faktor risiko yang bisa dianalisis dengan uji Chi Square adalah riwayat hipertensi, diabetes dan merokok. Pada kelompok Amitriptilin, perbandingan antara yang hipertensi : tidak hipertensi = 7 : 16; yang diabetes : tidak diabetes = 1 : 22; yang merokok : tidak merokok = 1 : 22. Pada kelompok Deksketoprofen, perbandingan antara yang hipertensi : tidak hipertensi = 3 : 20; yang diabetes : tidak diabetes = 1 : 22; yang merokok : tidak merokok = 1 : 22. Distribusi ketiga faktor risiko tersebut antara kelompok Amitriptilin dan Deksketoprofen adalah tidak signifikan. Untuk riwayat hipertensi didapatkan p = 0,153; diabetes = 1.00 dan merokok = 1,00. Pembahasan hasil tidak signifikan ketiga faktor tersebut, seperti berikut dibawah ini. Secara umum telah disepakati bahwa ketiga faktor risiko tersebut hipertensi, diabetes dan merokok peranannya tidak terlalu besar pada TTH dibandingkan sebagai faktor risiko stroke. Universitas Sumatera Utara Sebagian besar hipertensi jarang disertai gejala lain, dan itu biasanya ditemukan pada saat seseorang melakukan skrining. Sebagian penderita dengan tekanan darah tinggi mengeluh nyeri kepala terutama pada kepala bagian belakang. Penderita hipertensi akan mengeluh nyeri kepala biasanya kalau tekanan darahnya tergolong tinggi Fisher dan Williams, 2005. Nyeri kepala dengan hipertensi berat termasuk hypertensive headache dan tidak digolongkan sebagai nyeri kepala primer seperti TTH. Hanya 1 subjek pada kelompok Amitriptilin yang menderita diabetes, 22 orang sisanya tidak mengalami diabetes. Demikian pula halnya dengan merokok. Hanya 1 orang yang merokok, 22 orang sisanya tidak merokok. Distribusi subjek penelitian diatas ditemukan sama, baik pada kelompok Amitriptilin maupun Deksketoprofen Komparasi kadar TNF- α, IL-1, IL-6 serum sebelum dan sesudah pemberian Amitriptilin bisa dilihat pada Tabel 4.5.1., dan untuk komparasi skor NRS pada Tabel 4.5.2. Dengan menggunakan Uji T berpasangan, maka didapatkan nilai signifikansi p sebagai berikut TNF- α = 0,057; IL-1 = 0,785; IL-6 = 0,862. Untuk skor NRS, hasil uji Wilcoxon menunjukkan nilai p = 0,001. . Diskusi diatas menjawab adanya p yang tidak signifikan pada ketiga faktor risiko. Sebelum diberi Amitriptilin, skor NRS = 4,52 ± 1,78 dan setelah pemberian skornya menjadi 1,87 ± 1,10. Terdapat penurunan nilai NRS yang signifikan dengan p sebesar 0,001 sesudah pemberian Amitriptilin. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa Amitriptilin mampu menurunkan intensitas nyeri pada penderita TTH kronis. Universitas Sumatera Utara Amitriptilin bekerja dengan cara menghambat pengambilan kembali serotonin dan norepinefrin oleh sel pre sinap serotoninnor epinephrine re-uptake inhibitor . Efeknya kuat pada transporter serotonin dan moderat pada transporter norepinefrin. Selain itu, Amitriptilin bekerja sebagai antagonis reseptor 5-HT2, 5-HT3, 5-HT6, 5- HT7, α1-adrenergik, H1, H2, H4, dan mAch, dan agonis reseptor α1. Amitriptilin juga menghambat kanal natrium, kalium dan kalsium Tatsumi, 1997; Punke, 2007. Berbagai mekanisme biologis dari Amitriptilin seperti yang diterangkan diatas, memiliki kontribusi dalam menurunkan intensitas nyeri dari berbagai macam kondisi klinis termasuk TTH kronis. Sebelum diberi Amitriptilin, kadar TNF- α = 2,15 ± 0,98 pgml dan setelah pemberian nilainya menjadi 1,89 ± 0,86 pgml. Terdapat penurunan kadar TNF- α yang tidak signifikan dengan p sebesar 0,057 sesudah pemberian Amitriptilin. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa kadar TNF- α tidak menurunkan secara signifikan intensitas nyeri sebagai akibat pemberian Amitriptilin pada penderita TTH kronis. TNF- α adalah mediator utama pada respon inflamasi akut terhadap infeksi bakteri gram negatif dan mikroba lainnya. Fungsi utamanya adalah menstimulasi rekrutmen netrofil dan monosit ke lokasi infeksi Abbas et.al, 2007. Karena itu, kini TNF lebih dianggap sebagai mediator utama pada radang. Subowo, 2009. Bila stimulus mikro organisme cukup kuat, maka TNF- α akan diproduksi dalam jumlah besar sehingga memasuki aliran darah dan bekerja di tempat yang jauh sebagai hormone endokrin Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Universitas Sumatera Utara Salah satu aktifitas sistemik utama dari TNF- α adalah menginduksi hipotalamus dan menyebabkan demam. Terjadinya demam sebagai respon terhadap TNF- α dan IL-1 dimediasi oleh peningkatan sintesa prostaglandin oleh hipotalamus. Karena itu, inhibitor prostaglandin, seperti aspirin, dapat menghambat terjadinya demam dengan jalan menghambat aktifitas TNF dan IL-1 ini. Abbas, Lichtman, Pillai, 2007 Tanure et.al membandingkan kadar TNF- α, reseptor 1 TNF-α yang dapat larut sTNFR1, reseptor 2 TNF- α yang dapat larut sTNFR2, dan BDNF selama serangan migren dan masa bebas nyeri kepala. Ternyata tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada kadar TNF- α, sTNFR1 dan sTNFR2 selama serangan migren dan masa bebas nyeri kepala. Tanure, Gomez, Hurtado, Teixera, Domingues, 2010. Satu penelitian yang agak mirip dilakukan oleh Bo dkk. Dari CSS, mereka mengukur kadar sitokin pro inflamasi seperti interleukin IL- 1β, TNF- α dan monocyte chemoattractant protein-1 MCP-1 dan sitokin anti inflamasi seperti cytokines [IL-1 receptor antagonist IL-1ra, IL-4, IL-10 dan transforming growth factor- β1 TGF-β1]. Kedua jenis sitokin ini diperoleh dari penderita dengan TTH, migren dan cervicogenic headache, baik saat serangan kelompok kasus mapun pada waktu bebas nyeri kelompok kontrol. Kemudian kadar sitokin dibandingkan pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Ada perbedaan signifikan kadar IL-1ra, TGF- β1 and MCP-1 pada penderita TTH dan migren dibandingkan kontrol. Terdapat perbedaan signifikan kadar MCP-1 antara cervicogenic headache dan migren. Kenaikan sitokin hanya sedikit bila dibandingkan Universitas Sumatera Utara dengan penyakit neurologis berat lainnya. Kenaikan ini dianggap sebagai respon ringan sitokin terhadap nyeri kepala Bo, Davidsen, Gulbrandsen, 2008. Dari analisis statistik didapatkan penurunan kadar TNF- α yang tidak signifikan dengan p sebesar 0,057 sesudah pemberian Amitriptilin. Nilai p sebesar 0,057 nyaris signifikan kalau saja nilai p = 0,05. Secara metodologis hal ini bisa terjadi karena jumlah sampel kurang mencukupi. Hasil yang tidak signifikan kadar TNF- α pada penelitian ini, didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini, pengukuran TNF- α dilakukan pada serum. Satu penelitian yang dilakukan oleh Rozen dkk, menemukan adanya peningkatan kadar TNF- α pada CSS penderita new daily persistent headache NDPH dan migren. Namun peningkatan TNF- α itu tidak ditemukan didalam serum Rozen, 2010. Tanure dan kawan-kawan membandingkan kadar TNF- α serum pada penderita migren selama serangan migren dan masa bebas nyeri kepala. Ternyata tidak ada perbedaan bermakna pada kadar TNF- α selama serangan migren dan masa bebas nyeri kepala. Tanure, Gomez, Hurtado, Teixera, Domingues, 2010. Hasil penelitian Bo dkk makin memperkuat hasil penelitian ini. Diantara beberapa sitokin yang diteliti, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan kadar TNF- α di antara penderita TTH, migren dan cervicogenic headache, pada waktu serangan dan pada saat bebas nyeri. Pada penelitian Bo ini, TNF- α diperoleh dari CSS, yang notabene variabel perancunya relatif kecil bila dibandingkan dengan serum Bo, Davidsen, Gulbrandsen, 2009. Tumor Necrosis Universitas Sumatera Utara Factor - α adalah sitokin utama pro inflamasi untuk penyakit-penyakit infeksi otak. Dalam keadaan normal, produksinya sedikit. Pada keadaan infeksi dimana terjadi stimulasi kuat oleh mikroorganisme, produksinya meningkat pesat sehingga dapat di deteksi di dalam darah dengan kadar cukup signifikan Abbas,Lichtman, Pillai, 2007. Kecilnya kadar TNF- α pada penelitian ini disebabkan oleh karena TTH kronik bukanlah penyakit infeksi otak. Terdapat ketidakcocokan signifikansi hasil penelitian antara nilai NRS dan kadar TNF- α sebelum dan sesudah pemberian Amitriptilin. Dengan p sebesar 0,001 berarti Amitriptilin efektif menurunkan intensitas nyeri. Di sisi lain, p sebesar 0,057 sesudah pemberian Amitriptilin, menunjukkan bahwa kadar TNF- α tidak menurun secara signifikan sebagai akibat pemberian Amitriptilin. Fakta ini menunjukan bahwa penurunan intensitas nyeri karena pemberian Amitriptilin, terjadi bukan melalui mekanisme penurunan TNF- α. Terkait nyeri, banyak mekanisme biologis Amitriptilin yang sepenuhnya belum dimengerti Punke, 2007. Berbagai macam penelitian in vitro untuk meneliti efek TNF- α pada sel neuron SSP sudah sudah dilakukan, dan kesimpulan yang dihasilkan masih sangat ambigu. Quan, 2002. Sebelum diberi Amitriptilin, kadar IL-1 = 0,24 ± 0,26 pgml dan setelah pemberian nilainya menjadi 0,25 ± 0,22 pgml. Tidak ditemukan perbedaan signifikan dengan p sebesar 0,785 sesudah pemberian Amitriptilin. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa kadar IL-1 tidak Universitas Sumatera Utara menurunkan secara signifikan intensitas nyeri sebagai akibat pemberian Amitriptilin pada penderita TTH kronis. Fungsi utama IL-1, mirip dengan TNF, adalah sebagai mediator respon inflamasi terhadap infeksi dan stimulus lainnya. Interleukin-1 bekerja bersama-sama dengan TNF sebagai innate immunity and inflammation . Banyaknya persamaan aktifitas antara IL-1 dan TNF cukup mengejutkan karena kedua sitokin ini berbeda secara struktural dan memiliki resptor yang berbeda pula. Begitupun, terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Misalnya, IL-1 tidak menginduksi apoptosis dari sel-sel, dan bahkan pada konsentrasi sistemik, IL-1 tidak menyebabkan perubahan patofisiologis pada syok septik Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Pada orang yang sehat, IL-1 tidak diproduksi oleh sel. Peningkatan produksi IL-1 terjadi sebagai respon terhadap infeksi Abbas , 2007. Walaupun regulasi dari molekulnya masih merupakan misteri, IL-1 adalah mediator kuat terjadinya demam, nyeri dan inflamasi Contassot, 2012. Terjadinya demam sebagai respon terhadap IL-1 dimediasi oleh meningkatnya sintesa prostaglandin oleh sel-sel hipotalamus Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Sumber utama IL-1, seperti juga TNF, adalah sel- sel fagosit mononuklear yang teraktifasi. Produksi IL-1 oleh makrofag diinduksi oleh produk bakteri seperti LPS dan oleh sitokin lainnya misalnya TNF. Tidak seperti TNF, IL-1 juga diproduksi oleh sel-sel lain selain makrofag, misalnya netrofil, sel epitel seperti keratinosit, dan sel endotel. Interleukin-1 memiliki berbagai aktifitas biologi. Sebagai contoh IL-1 Universitas Sumatera Utara meningkatkan sintesis prostaglandin pada sel endotel dan sel otot polos Abbas, Lichtman, Pilliai, 2007. Bersama IL-6, IL-1 menyebabkan sensitisasi nosiseptor trigeminal dan memainkan peranan penting dalam patogenesis migren dengan jalan menurunkan ambang rangsang terhadap stimulus inflamasi lainnya Durham, 2009. Penelitian Bo dan kawan-kawan menemukan peningkatan kadar sitokin IL-1, TGF- β1 dan MCP-1 pada CSS penderita TTH episodik dan migren Bo, Davidsen, Gulbrandsen, 2008. Dari analisis statistik didapatkan perbedaan kadar IL-1 yang tidak signifikan dengan p sebesar 0,785 sesudah pemberian Amitriptilin. Hasil yang tidak signifikan kadar IL-1 pada penelitian ini, didukung oleh penelitian sebelumnya. Walaupun struktur molekulnya berbeda, ada banyak persamaan fungsi antara IL-1 dan TNF- α. IL-1 dan TNF-α adalah mediator respon inflamasi terhadap infeksi dan stimulus lainnya. Bekerja sama dengan TNF- α, IL-1 bertindak sebagai sebagai innate immunity and inflammation mediators Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Pola produksinya juga mirip. Dalam keadaan normal, didapatkan kadar IL-1 dan TNF- α rendah. Produksi IL-1 dan TNF- α baru meningkat tajam apabila ada infeksi Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Sebagai mediator kuat terjadinya demam, nyeri dan inflamasi, keduanya bekerja via induksi hipotalamus Abbas, Lichtman, Pillai, 2007; Contassot, 2012. Hasil penelitian Bo dkk tidak menemukan perbedaan signifikan kadar TNF- α diantara penderita TTH, Universitas Sumatera Utara migren dan cervicogenic headache, pada waktu serangan dan pada saat bebas nyeri Bo, Davidsen, Gulbrandsen, 2009. Pada penelitian ini, IL-1 diperoleh dari cairan otak, yang notabene variabel perancunya relatif kecil bila dibandingkan dengan serum Bo et al, 2009. Interleukin-1 adalah sitokin utama pro inflamasi untuk penyakit- penyakit infeksi otak. Dalam keadaan normal, produksinya sedikit. Pada keadaan infeksi dimana terjadi stimulasi kuat oleh mikro organisme, produksinya meningkat pesat sehingga dapat di deteksi di dalam darah dengan kadar cukup signifikan Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Kecilnya kadar IL-1 pada penelitian ini disebabkan oleh karena TTH kronis bukanlah penyakit infeksi otak. Terdapat ketidakcocokan signifikansi hasil penelitian antara nilai NRS dan kadar IL-1 sebelum dan sesudah pemberian Amitriptilin. Dengan p sebesar 0,001 berarti Amitriptilin efektif menurunkan intensitas nyeri. Disisi lain, p sebesar 0,785 sesudah pemberian Amitriptilin, menunjukan bahwa kadar IL-1 tidak berbeda secara signifikan sebagai akibat pemberian Amitriptilin. Fakta ini menunjukan bahwa penurunan intensitas nyeri karena pemberian Amitriptilin, terjadi bukan melalui mekanisme penurunan IL-1. Terkait nyeri, banyak mekanisme biologis Amitriptilin yang sepenuhnya belum dimengerti Punke, 2007. Hubungan mekanisme antara IL-1 dan Amitriptilin dalam menurunkan intensitas nyeri masih belum jelas. Sebelum diberi Amitriptilin, kadar IL-6 = 1,84 ± 1,36 pgml dan setelah pemberian nilainya menjadi 2,01 ± 1,76 pgml. Tidak ditemukan Universitas Sumatera Utara perbedaan signifikan dengan p sebesar 0,862 sesudah pemberian Amitriptilin. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa kadar IL-6 tidak menurun secara signifikan intensitas nyeri sebagai akibat pemberian Amitriptilin pada penderita TTH kronis. Interleukin-6 bekerja sebagai proinflamasi dan antiinflamasi. Interleukin-6 di sekresi oleh sel T dan magrifah sebagai respon imun terhadap infeksi dan trauma. Pada tikus, IL-6 berperan menanggulangi infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae van der Poll, Keogh, Gulrao, Buurman, Kopf, Lowry, 1977. IL-6 adalah mediator penting untuk panas dan respon fase akut. Zat ini mampu menembus blood-brain barrier dan memulai sintesis PGE 2 di hipothalamus, sehingga meningkatkan temperatur tubuh. Bila ada infeksi, produksi IL-6 meningkat D’Elia, 2013. Efek sistemik IL-1 akan menginduksi demam, sintesa plasma protein fase akut oleh hati, dan secara langsung maupun tidak langsung menstimulasi produksi IL-6, dan produksi netrofil dan platelet oleh sumsum tulang. Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Pada tikus, IL-6 menstimulasi sel ganglion trigeminal primer untuk mensintesa COX-2 dan PGE2 yang akhirnya akan menyebabkan pelepasan CGRP. Pelepasan CGRP ini dimediasi oleh jalur independen oleh COX-2 dan jalur independen melalui aktifasi reseptor 5-HT1BD. Neeb, 2011. Pada penderita migren telah diketahui bahwa kadar IL-6 meningkat pada saat serangan. Penelitian Yan dan kawan-kawan menunjukkan bahwa IL-6 memperkuat eksitabilitas saraf afferen duramater sehingga terjadi sensitisasi yang berkontribusi Universitas Sumatera Utara terhadap patogenese nyeri kepala migren. Yan, Melemedjian, Price, Dusson, 2012. Dari analisis statistik didapatkan perbedaan kadar IL-6 yang tidak signifikan dengan p sebesar 0,862 sesudah pemberian Amitriptilin. Hasil yang tidak signifikan kadar IL-6 pada penelitian ini, didukung oleh penelitian sebelumnya. Seperti halnya TNF- α dan IL-1, IL-6 sangat responsif terhadap infeksi D’Elia, 2013. Terkait nyeri pada binatang coba, IL-6 mampu menstimulir sel ganglion trigeminal mensintesa COX-2 dan PGE2 yang kemudian melepaskan CGRP untuk menimbulkan nyeri Neeb, 2011. Namun demikian, deteksi IL-6 yang terkait dengan nyeri pada beberapa penelitian tersebut diperoleh dari cairan otak, bukan di serum. Sebagai sitokin pro inflamasi, IL-6 memiliki performa mirip TNF- α dan IL-1. Hasil penelitian Bo dkk pada cairan otak, tidak menemukan perbedaan signifikan kadar beberapa sitokin proinflamasi pada penderita TTH, migren dan cervicogenic headache Bo, Davidsen, Gulbrandsen, 2009. Terdapat ketidakcocokan signifikansi hasil penelitian antara nilai NRS dan kadar IL-6 sebelum dan sesudah pemberian Amitriptilin. Dengan p sebesar 0,001 berarti Amitriptilin efektif menurunkan intensitas nyeri. Disisi lain, p sebesar 0,862 sesudah pemberian Amitriptilin, menunjukan bahwa kadar IL-6 tidak berbeda secara signifikan sebagai akibat pemberian Amitriptilin. Terkait nyeri, banyak mekanisme biologis Amitriptilin yang sepenuhnya belum dimengerti Punke, 2007. Fakta ini Universitas Sumatera Utara menunjukan bahwa penurunan intensitas nyeri karena pemberian Amitriptilin, terjadi bukan melalui mekanisme penurunan IL-6. Komparasi kadar TNF- α, IL-1, IL-6 serum sebelum dan sesudah pemberian Deksketoprofen bisa dilihat pada Tabel 4.6.1 dan komparasi skor NRS pada Tabel 4.6.2. Dengan menggunakan Uji T berpasangan, maka didapatkan nilai signifikansi p sebagai berikut TNF- α = 0,956; IL-1 = 0,432 ; IL-6 = 0,819. Untuk skor NRS, hasil uji Wilcoxon menunjukkan nilai p = 0,001. Sebelum diberi Deksketoprofen, skor NRS = 4,86 ± 1,82 dan setelah pemberian skornya menjadi 1,96 ± 1,40. Terdapat penurunan skor NRS yang signifikan dengan p sebesar 0,001 sesudah pemberian Deksketoprofen. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa Deksketoprofen mampu menurunkan intensitas nyeri pada penderita TTH kronis. Deksketoprofen adalah S-enantiomer dari ketoprofen. Ketoprofen racemic digunakan sebagai agen analgesik dan anti-inflamasi, dan merupakan salah satu inhibitor sintesis prostaglandin paling kuat secara in vitro. Barbanoj, Antonijoan, Gich, 2011. Deksketoprofen adalah golongan NSAIDs nonsteroidal anti-inflammatory drugs, dengan aktifitas farmakologis sebagai inhibitor dari cyclo-oxygenase 1 dan 2 COX-1 dan COX-2 baik di tingkat pusat dan perifer Barden, Derry, McQuay, Moore, 2014. Hasil signifikan terapi Deksketoprofen pada penelitian ditunjang oleh penelitian sebelumnya. Studi yang membandingkan efek terapi ketoprofen dan Deksketoprofen dosis tunggal menyimpulkan bahwa Universitas Sumatera Utara Deksketoprofen maupun ketoprofen efektif sebagai terapi nyeri akut post operasi Barden, Derry, McQuay, Moore, 2014. Sebelum diberi Deksketoprofen, kadar TNF- α = 1,48 ± 0,65 pgdl dan setelah pemberian nilainya menjadi 1,48 ± 0,63 pgdl. Tidak terdapat perbedaan kadar TNF- α yang signifikan dengan p sebesar 0,956 sesudah pemberian Deksketoprofen. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa kadar TNF- α tidak menurunkan secara signifikan intensitas nyeri sebagai akibat pemberian Deksketoprofen pada penderita TTH kronis. TNF- α adalah mediator utama pada respon inflamasi akut terhadap infeksi bakteri gram negatif dan mikroba lainnya. Fungsi utamanya adalah menstimulasi rekrutmen netrofil dan monosit ke lokasi infeksi Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Karena itu, kini TNF lebih dianggap sebagai mediator utama pada radang. Subowo, 2009. Bila stimulus mikro organisme cukup kuat, maka TNF- α akan diproduksi dalam jumlah besar sehingga memasuki aliran darah dan bekerja di tempat yang jauh sebagai hormone endokrin Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Dari analisis statistik didapatkan penurunan kadar TNF- α yang tidak signifikan dengan p sebesar 0,956 sesudah pemberian Deksketoprofen. Hasil yang tidak signifikan kadar TNF- α pada penelitian ini, didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini, pengukuran TNF- α dilakukan pada serum. Satu penelitian yang dilakukan oleh Rozen dan kawan-kawan menemukan adanya peningkatan kadar TNF- α pada cairan serebrospinal penderita new daily persistent headache NDPH dan migren. Namun peningkatan TNF- α itu tidak ditemukan di dalam serum Universitas Sumatera Utara Rozen, 2010. Tanure dan kawan-kawan membandingkan kadar TNF- α serum pada penderita migren selama serangan migren dan masa bebas nyeri kepala. Ternyata tidak ada perbedaan bermakna pada kadar TNF- α selama serangan migren dan masa bebas nyeri kepala. Tanure, Gomez, Hurtado, Teixera, Domingues, 2010. Hasil penelitian Bo dan kawan- kawan makin memperkuat hasil penelitian ini. Di antara beberapa sitokin yang diteliti, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan kadar TNF- α diantara penderita TTH, migrene dan cervicogenic headache, pada waktu serangan dan pada saat bebas nyeri. Pada penelitian ini, TNF- α diperoleh dari CSS, yang notabene variabel perancunya relatif kecil bila dibandingkan dengan serum Bo, Davidsen, Gulbrandsen, 2008. Tumor Necrosis Factor - α adalah sitokin utama pro inflamasi untuk penyakit- penyakit infeksi otak. Dalam keadaan normal, produksinya sedikit. Pada keadaan infeksi dimana terjadi stimulasi kuat oleh mikroorganisme, produksinya meningkat pesat sehingga dapat di deteksi di dalam darah dengan kadar cukup signifikan Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Kecilnya kadar TNF- α pada penelitian ini disebabkan oleh karena TTH kronik bukanlah penyakit infeksi otak Terdapat ketidakcocokan signifikansi hasil penelitian antara nilai NRS dan kadar TNF- α sebelum dan sesudah pemberian Deksketoprofen. Dengan p sebesar 0,001 berarti Deksketoprofen efektif menurunkan intensitas nyeri. Disisi lain, p sebesar 0,956 sesudah pemberian Deksketoprofen, menunjukan bahwa kadar TNF- α tidak menurun secara signifikan sebagai akibat pemberian Deksketoprofen. Fakta ini Universitas Sumatera Utara menunjukan bahwa penurunan intensitas nyeri karena pemberian Deksketoprofen, terjadi bukan melalui mekanisme penurunan TNF- α. Sebelum diberi Deksketoprofen, kadar IL-1 = 0,16 ± 0,80 pgml dan setelah pemberian nilainya menjadi 0,26 ± 0,31 pgml. Tidak ditemukan perbedaan signifikan dengan p sebesar 0,432 sesudah pemberian Deksketoprofen. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa kadar IL-1 tidak menurunkan secara signifikan intensitas nyeri sebagai akibat pemberian Deksketoprofen pada penderita TTH kronis Fungsi utama IL-1, mirip dengan TNF, adalah sebagai mediator respon inflamasi terhadap infeksi dan stimulus lainnya. Interleukin-1 bekerja bersama-sama dengan TNF sebagai innate immunity and inflammation . Banyaknya persamaan aktifitas antara IL-1 dan TNF cukup mengejutkan karena kedua sitokin ini berbeda secara struktural dan memiliki resptor yang berbeda pula. Begitupun, terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Misalnya, IL-1 tidak menginduksi apoptosis dari sel-sel, dan bahkan pada konsentrasi sistemik, IL-1 tidak menyebabkan perubahan patofisiologis pada syok septik Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Pada orang yang sehat, IL-1 tidak diproduksi oleh sel. Peningkatan produksi IL-1 terjadi sebagai respon terhadap infeksi Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Walaupun regulasi dari molekulnya masih merupakan misteri, IL-1 adalah mediator kuat terjadinya demam, nyeri dan inflamasi Contassot, 2012. Terjadinya demam sebagai respon terhadap IL-1 dimediasi oleh meningkatnya sintesa prostaglandin oleh sel-sel Universitas Sumatera Utara hipotalamus Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Sumber utama IL-1, seperti juga TNF, adalah sel-sel fagosit mononuklear yang teraktifasi. Produksi IL- 1 oleh makrofag diinduksi oleh produk bakteri seperti LPS dan oleh sitokin lainnya misalnya TNF. Tidak seperti TNF, IL-1 juga diproduksi oleh sel-sel lain selain makrofag, misalnya netrofil, sel epitel seperti keratinosit, dan sel endotel. Interleukin-1 memiliki berbagai aktifitas biologi. Sebagai contoh IL-1 meningkatkan sintesis prostaglandin pada sel endotel dan sel otot polos Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Bersama IL-6, IL-1 menyebabkan sensitisasi nosiseptor trigeminal dan memainkan peranan penting dalam patogenesis migren dengan jalan menurunkan ambang rangsang terhadap stimulus inflamasi lainnya Durham, 2009. Penelitian Bo dan kawan-kawan 2008 menemukan peningkatan kadar sitokin IL-1, TGF- β1 dan MCP-1 pada CSS penderita TTH episodik dan migren Bo, Davidsen, Gulbandsen, 2008. Dari analisis statistik didapatkan perbedaan kadar IL-1 yang tidak signifikan dengan p sebesar 0,432 sesudah pemberian Amitriptilin. Hasil yang tidak signifikan kadar IL-1 pada penelitian ini, didukung oleh penelitian sebelumnya Pada penelitian Bo, IL-1 diperoleh dari cairan otak, yang notabene variabel perancunya relatif kecil bila dibandingkan dengan serum Bo, Davidsen, Gulbandsen, 2008. Interleukin-1 adalah sitokin utama pro inflamasi untuk penyakit- penyakit infeksi otak. Dalam keadaan normal, produksinya sedikit. Pada keadaan infeksi dimana terjadi stimulasi kuat oleh mikro organisme, produksinya meningkat pesat sehingga dapat di Universitas Sumatera Utara deteksi di dalam darah dengan kadar cukup signifikan Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Kecilnya kadar IL-1 pada penelitian ini disebabkan oleh karena TTH kronis bukanlah penyakit infeksi otak. Terdapat ketidakcocokan signifikansi hasil penelitian antara nilai NRS dan kadar IL-1 sebelum dan sesudah pemberian Deksketoprofen. Dengan p sebesar 0,001 berarti Deksketoprofen efektif menurunkan intensitas nyeri. Disisi lain, p sebesar 0,432 sesudah pemberian Deksketoprofen, menunjukan bahwa kadar IL-1 tidak berbeda secara signifikan sebagai akibat pemberian Deksketoprofen. Fakta ini menunjukan bahwa penurunan intensitas nyeri karena pemberian Deksketoprofen, terjadi bukan melalui mekanisme penurunan IL-1. Sebelum diberi Deksketoprofen, kadar IL-6 = 1,06 ± 0,83 pgml dan setelah pemberian nilainya menjadi 1,04 ± 0,81 pgml. Tidak ditemukan perbedaan signifikan dengan p sebesar 0,819 sesudah pemberian Deksketoprofen. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa kadar IL-6 tidak menurunkan secara signifikan intensitas nyeri sebagai akibat pemberian Deksketoprofen pada penderita TTH kronis. Interleukin-6 bekerja sebagai pro inflamasi dan anti inflamasi. Interleukin-6 di sekresi oleh sel T dan magrifah sebagai respon imun terhadap infeksi dan trauma. Pada tikus, IL-6 berperan menanggulangi infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae van der Poll, Keogh, Guirao, Buuman, Kopf, Lowry, 1977. IL-6 adalah mediator penting untuk panas dan respon fase akut. Zat ini mampu menembus blood-brain barrier dan and memulai sintesis PGE 2 di hipothalamus, sehingga meningkatkan Universitas Sumatera Utara temperatur tubuh. Bila ada infeksi, produksi IL-6 meningkat D’Elia, 2013. Efek sistemik IL-1 akan menginduksi demam, sintesa plasma protein fase akut oleh hati, dan secara langsung maupun tidak langsung menstimulasi produksi IL-6, dan produksi netrofil dan platelet oleh sumsum tulang. Abbas, Lichtman, Pillai, 2007. Pada tikus, IL-6 menstimulasi sel ganglion trigeminal primer untuk mensintesa COX-2 dan PGE2 yang akhirnya akan menyebabkan pelepasan CGRP. Pelepasan CGRP ini dimediasi oleh jalur independen oleh COX-2 dan jalur independen melalui aktifasi reseptor 5-HT1BD. Neeb, 2011. Pada penderita migren telah diketahui bahwa kadar IL-6 meningkat pada saat serangan. Penelitian Yan dan kawan-kawan. menunjukkan bahwa IL-6 memperkuat eksitabilitas saraf afferen duramater sehingga terjadi sensitisasi yang berkontribusi terhadap patogenese nyeri kepala migren. Yan, Melemedjian, Price, Dusson, 2012. Dari analisis statistik didapatkan perbedaan kadar IL-6 yang tidak signifikan dengan p sebesar 0,819 sesudah pemberian Deksketoprofen. Hasil yang tidak signifikan kadar IL-6 pada penelitian ini, didukung oleh penelitian sebelumnya. Seperti halnya TNF- α dan IL-1, IL-6 sangat responsif terhadap infeksi D’Elia, 2013. Terkait nyeri pada binatang coba, IL-6 mampu menstimulir sel ganglion trigeminal mensintesa COX-2 dan PGE2 yang kemudian melepaskan CGRP untuk menimbulkan nyeri Neeb, 2011. Namun demikian, deteksi IL-6 yang terkait dengan nyeri pada beberapa penelitian tersebut diperoleh dari CSS, bukan di serum. Universitas Sumatera Utara Sebagai sitokin pro inflamasi, IL-6 memiliki performa mirip TNF- α dan IL-1. Hasil penelitian Bo dkk pada cairan otak, tidak menemukan perbedaan signifikan kadar beberapa sitokin pro inflamasi pada penderita TTH, migren dan cervicogenic headache Bo, Davidsen, Gulbrandsen, 2009. Terdapat ketidakcocokan signifikansi hasil penelitian antara nilai NRS dan kadar IL-6 sebelum dan sesudah pemberian Deksketoprofen. Dengan p sebesar 0,001 berarti Deksketoprofen efektif menurunkan intensitas nyeri. Disisi lain, p sebesar 0,819 sesudah pemberian Deksketoprofen, menunjukan bahwa kadar IL-6 tidak berbeda secara signifikan sebagai akibat pemberian Deksketoprofen. Fakta ini menunjukan bahwa penurunan intensitas nyeri karena pemberian Deksketoprofen, terjadi bukan melalui mekanisme penurunan IL-6. Komparasi perubahan kadar TNF- α, IL-1, IL-6 serum setelah pemberian amitiriptilin atau Deksketoprofen bisa dilihat pada Tabel 4.7.1, sedangkan untuk komparasi skor NRS pada Tabel 4.7.2. Dengan menggunakan Uji T berpasangan, maka didapatkan nilai signifikansi p sebagai berikut : TNF- α = 0,052; IL-1 = 0,705; IL-6 = 0,012. Sedangkan uji Wilcoxon untuk komparasi skor NRS menunjukkan p = 0,755 Setelah diberi Amitriptilin, skor NRS = 1,87±1,10 dan setelah diberi Deksketoprofen skornya menjadi 1,96 ± 1,40. Tidak terdapat perbedaan perubahan skor NRS yang signifikan dengan p sebesar 0,755. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan efektifitas dari Amitriptilin maupun Deksketoprofen dalam menurunkan intensitas nyeri Universitas Sumatera Utara pada penderita TTH kronis. Analisis statistik sebelumnya menunjukkan bahwa kedua obat tersebut sama-sama efektif. Pembahasan dari hasil penelitian diterangkan sebagai berikut. Amitriptilin dikenal bekerja pada banyak reseptor neurotransmitter serotonin, norepinefrin, histamin dan asetilkolin seperti HT2, 5-HT3, 5- HT6, 5- HT7, α1-adrenergik, H1, H2, H4, dan mAch. Mekanisme utamanya adalah serotoninnor epinephrine re-uptake inhibitor. Disamping itu, Amitriptilin juga menghambat kanal natrium, kalium dan kalsium Punke, 2007. Dari semua reseptor neurotransmitter yang disebut di atas, belum jelas mana yang paling berperan dalam mekanisme menurunkan nyeri kepala Bryson, 1996. Walaupun demikian, penelitian ini telah membuktikan bahwa berbagai mekanisme biologis dari Amitriptilin seperti yang diterangkan di atas, memiliki kontribusi dalam menurunkan intensitas nyeri dari berbagai macam kondisi klinis termasuk TTH kronis. Seperti halnya ketoprofen, Deksketoprofen banyak digunakan sebagai analgesik dan anti-inflamasi, hal ini disebabkan karena kerja Deksketoprofen sebagai inhibitor COX-1 dan COX-2. Secara farmakologis, kedua obat ini memiliki efektifitas setara Barden et al, 2014. Dengan ini disimpulkan, bahwa walaupun memiliki mekanisme berbeda, baik Amitriptilin maupun Deksketoprofen memiliki efektifitas sama dalam menurunkan intensitas nyeri pada penderita TTH kronis. Setelah diberi Amitriptilin, perubahan kadar TNF- α = 1,89±0,86 pgml dan setelah diberi Deksketoprofen perubahan kadarnya menjadi 1,48±0,61 pgml. Tidak terdapat perbedaan kadar TNF- α yang signifikan Universitas Sumatera Utara dengan p sebesar 0,052. Sedangkan perubahan kadar IL-1 setelah diberi Amitriptilin = 0,25±0,22 pgml dan setelah diberi Deksketoprofen perubahannya 0,26±0,31 pgml. Juga tidak terdapat perbedaan kadar IL-1 yang signifikan dengan p sebesar 0,705. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan kadar TNF- α dan IL-1 dalam menurunkan intensitas nyeri pada penderita TTH kronis, setelah diberi Amitriptilin maupun Deksketoprofen.. Pembahasan dari hasil penelitian diterangkan sebagai berikut. Terkait nyeri, ada perbedaan mekanisme kerja antara Amitriptilin dan Deksketoprofen. Kalau Amitriptilin bekerja terutama sebagai serotoninnor epinephrine re-uptake inhibitor Punke, 2007, Deksketoprofen bekerja sebagai inhibitor COX-1 dan COX-2 Barden, Derry, McQuay, Moore, 2014. Amitriptilin memiliki mekanisme kerja relatif luas dibandingkan dengan Deksketoprofen. Sebagai obat serotoninnor epinephrine re-uptake inhibitor, Amitriptilin digunakan juga sebagai obat depresi. Belum jelas mekanisme mana dari Amitriptilin yang efektif menurunkan nyeri Bryson, 1996. Alasan lainnya adalah kadar TNF- α dan IL-1 penelitian ini diambil dari serum. Banyaknya variabel perancu di serum belum tentu menggambarkan mekanisme biologis yang terjadi didalam otak. Setelah diberi Amitriptilin, perubahan kadar IL-6 = 2,01±1,76 pgml dan setelah diberi Deksketoprofen perubahannya 1,03±0,81 pgml. Terdapat perbedaan kadar IL-6 yang signifikan dengan p sebesar 0,012. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa ada perbedaan signifikan Universitas Sumatera Utara kadar IL-6 dalam menurunkan intensitas nyeri pada penderita TTH kronis, setelah diberi Amitriptilin maupun Deksketoprofen.. Pembahasan dari hasil penelitian diterangkan sebagai berikut. Dari tabel 4.7 terlihat bahwa perubahan kadar IL-6 setelah pemberian Amitriptilin = 2,01±1,76 pgml dan perubahannya setelah pemberian Deksketoprofen = 1,03±0,81 pgml. Ini menunjukan bahwa dengan menggunakan indikator kadar IL-6, Deksketoprofen lebih efektif dari Amitriptilin dalam menurunkan intensitas nyeri pada penderita TTH. Atau dengan kata lain, keterlibatan IL-6 dalam menurunkan intensitas nyeri lebih besar pada Deksketoprofen dibandingkan dengan Amitriptilin. Hasil penelitian ini ditunjang oleh berbagai bukti klinis, bahwa pemakaian obat-obatan inhibitor COX-1 dan COX-2 lebih banyak digunakan sebagai terapi nyeri dibandingkan dengan Amitriptilin. Amitriptilin jarang digunakan sebagai terapi nyeri tersendiri. Obat ini lebih banyak dipakai bersama NSAIDs Wikipedia Analgesic, 2014. Bukti lainnya ditunjukan oleh penelitian Maihöfner dan kawan-kawan. Peningkatan ekspresi cyclooxygenase-2 COX-2, terjadi pada berbagai keadaan patologis. COX-2 dapat diinduksi oleh berbagai macam sitokin pro inflamasi, salah satunya adalah IL-6. Ini disebabkan karena adanya korelasi antara ekspresi COX-2 dan ekspresi IL-6 Maihöfner, Charalambous, Bhambra, Lightfoot, Geisslinger, Korelasi antara nilai NRS dengan kadar TNF- α, IL-1, dan IL-6 serum setelah pemberian Amitriptilin dapat dilihat pada Tabel 4.8. Dengan 2003. Universitas Sumatera Utara menggunakan Uji korelasi Spearman’s rho, maka didapatkan koefisien korelasi Rnilai signifikansi p sebagai berikut: TNF- α = -0,1780,415; IL- 1 = - 0,1110,615; IL-6 = - 0,3640,088. Setelah diberi Amitriptilin, maka diperoleh Rp untuk TNF- α sebagai berikut: = -0,1780,415. Terdapat korelasi negatif lemah dan korelasi tidak signifikan. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa: 1 terdapat korelasi negatif lemah antara nilai NRS dengan kadar TNF- α; 2 tidak ada korelasi signifikan antara nilai NRS dengan kadar TNF- α. Pembahasan dari hasil penelitian diterangkan sebagai berikut. Secara teoritis ada korelasi positif antara nilai NRS dengan kadar TNF- α. Makin tinggi intensitas nyeri maka nilai NRS dan kadar TNF-α juga semakin tinggi. Dengan kata lain, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Selain adanya korelasi negatif, juga tidak ditemukan korelasi sinifikansi antara nilai NRS dengan kadar TNF- α. Sebagaimana diskusi sebelumnya, hal ini terjadi karena sampel TNF- α diambil dari serum yang tidak menggambarkan mekanisme biologis yang terjadi di otak. Setelah diberi Amitriptilin, maka diperoleh Rp untuk IL-1 sebagai berikut: = - 0,1110,615.Terdapat korelasi negatif lemah dan korelasi tidak signifikan. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa: 1 terdapat korelasi negatif lemah antara nilai NRS dengan kadar IL-1; 2 tidak ada korelasi signifikan antara nilai NRS dengan kadar IL-1. Pembahasan dari hasil penelitian diterangkan sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara Secara teoritis ada korelasi positif antara nilai NRS dengan kadar IL-1. Makin tinggi intensitas nyeri maka nilai NRS dan kadar IL-1. juga semakin tinggi. Dengan kata lain, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Selain adanya korelasi negatif, juga tidak ditemukan korelasi sinifikansi antara nilai NRS dengan kadar IL-1.. Sebagaimana diskusi sebelumnya, hal ini terjadi karena sampel IL-1. diambil dari serum yang tidak menggambarkan mekanisme biologis yang terjadi di otak. Setelah diberi Amitriptilin, maka diperoleh Rp untuk IL-6 sebagai berikut: = - 0,3640,088. Terdapat korelasi negatif lemah dan korelasi tidak signifikan. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa: 1 terdapat korelasi negatif lemah antara nilai NRS dengan kadar IL-6; 2 tidak ada korelasi signifikan antara nilai NRS dengan kadar IL-6. Pembahasan dari hasil penelitian diterangkan sebagai berikut. Secara teoritis ada korelasi positif antara nilai NRS dengan kadar kadar IL-6.. Makin tinggi intensitas nyeri maka nilai NRS dan kadar IL-6. juga semakin tinggi. Dengan kata lain, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Selain adanya korelasi negatif, juga tidak ditemukan korelasi sinifikansi antara nilai NRS dengan kadar IL-6.. Sebagaimana diskusi sebelumnya, hal ini terjadi karena sampel IL-6. diambil dari serum yang tidak menggambarkan mekanisme biologis yang terjadi di otak. Korelasi antara nilai NRS dengan kadar TNF- α, IL-1, dan IL-6 serum setelah pemberian Deksketoprofen dapat dilihat pada Tabel 4.9. Universitas Sumatera Utara Dengan menggunakan Uji korelasi Spearman’s rho, maka didapatkan Rp sebagai berikut : TNF- α = -0,2660,219; IL-1 = 0,2210,311; IL-6 = - 0,0190,932. Setelah diberi Deksketoprofen, maka diperoleh Rp untuk TNF- α sebagai berikut: = -0,2660,219. Terdapat korelasi negatif lemah dan korelasi tidak signifikan. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa: 1 terdapat korelasi negatif lemah antara nilai NRS dengan kadar TNF- α; 2 tidak ada korelasi signifikan antara nilai NRS dengan kadar TNF- α. Pembahasan dari hasil penelitian diterangkan sebagai berikut. Secara teoritis ada korelasi positif antara nilai NRS dengan kadar TNF- α. Makin tinggi intensitas nyeri maka nilai NRS dan kadar TNF-α juga semakin tinggi. Dengan kata lain, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Selain adanya korelasi negatif, juga tidak ditemukan korelasi signifikansi antara nilai NRS dengan kadar TNF- α. Sebagaimana diskusi sebelumnya, hal ini terjadi karena sampel TNF- α diambil dari serum yang tidak menggambarkan mekanisme biologis yang terjadi di otak. Setelah diberi Deksketoprofen, maka diperoleh Rp untuk IL-1 sebagai berikut: = 0,2210,311. Terdapat korelasi positif lemah yang tidak signifikan. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa: 1 terdapat korelasi lemah antara nilai NRS dengan kadar IL-1; 2 tidak ada korelasi signifikan antara nilai NRS dengan kadar IL-1. Pembahasan dari hasil penelitian diterangkan sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara Secara teoritis ada korelasi positif antara nilai NRS dengan kadar IL-1. Makin tinggi intensitas nyeri maka nilai NRS dan kadar IL-1 juga semakin tinggi. Korelasi positif dalam penelitian ini tidak disertai dengan korelasi signifikansi antara nilai NRS dengan kadar IL-1. Sebagaimana diskusi sebelumnya, hal ini terjadi karena sampel IL-1 diambil dari serum yang tidak menggambarkan mekanisme biologis yang terjadi di otak. Setelah diberi Deksketoprofen, maka diperoleh Rp untuk IL-6 sebagai berikut: = - 0,0190,932. Terdapat korelasi negatif lemah dan korelasi tidak signifikan. Arti klinis dari fakta ini menunjukan bahwa: 1 terdapat korelasi negatif lemah antara nilai NRS dengan kadar IL-6; 2 tidak ada korelasi signifikan antara nilai NRS dengan kadar IL-6. Pembahasan dari hasil penelitian diterangkan sebagai berikut. Secara teoritis ada korelasi positif antara nilai NRS dengan kadar IL-6. Makin tinggi intensitas nyeri maka nilai NRS dan kadar IL-6 juga semakin tinggi. Dengan kata lain, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Selain adanya korelasi negatif, juga tidak ditemukan korelasi signifikansi antara nilai NRS dengan kadar IL-6. Sebagaimana diskusi sebelumnya, hal ini terjadi karena sampel IL-6 diambil dari serum yang tidak menggambarkan mekanisme biologis yang terjadi di otak. Hasil penelitian ini menunjukkan Amitriptilin dan Deksketoprofen efektif menurunkan intensitas nyeri pada penderita TTH kronik yang dibuktikan dengan penurunan skor NRS yang signifikan. Penurunan skor NRS ini tidak diikuti penurunan kadar TNF- α, IL-1 dan IL-6 serum yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan intensitas nyeri pada Universitas Sumatera Utara TTH kronik tidak terjadi melalui mekanisme menurunnya kadar TNF- α, IL- 1 dan IL-6 serum. Hasil ini juga membuktikan bahwa baik Amitriptilin maupun Deksketoprofen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produksi TNF- α, IL-1 dan IL-6. Fakta ini juga didukung dengan tidak dijumpainya korelasi positif yang bermakna antara skor NRS dengan kadar TNF- α, IL-1 dan IL-6 serum baik sebelum maupun sesudah pemberian obat. Masih banyak mekanisme timbulnya nyeri pada TTH kronik yang belum sepenuhnya dipahami. Sekalipun penelitian ini tidak menemukan korelasi positif yang signifikan antara penurunan intensitas nyeri dengan penurunan kadar TNF- α, IL-1 dan IL-6 serum, temuan ini belum sepenuhnya dapat menentang adanya proses inflamasi pada TTH kronik. Temuan ini mengkonfirmasi bahwa produksi TNF- α, IL-1 dan IL-6 pada proses non infeksi di otak tidak sebesar produksinya pada proses infeksi, sehingga peningkatan produksi TNF- α, IL-1 dan IL-6 di otak akibat inflamasi seperti halnya pada CTTH tidak cukup besar untuk dapat dideteksi di serum. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Tumor Necrosis Factor-α, Interleukin-1 And Interleukin-6 Serum Levels And Its Correlation With Pain Severity In Chronic Tension-Type Headache Patients : Before and After Dexketoprofen Administration

0 55 11

Correlation Between Tumor Necrosis Factor-α, Interleukin-1 And Interleukin-6 Serum Level And Pain Severity In Chronic Tension Type Headache Patients

0 46 12

Amitriptyline Effect On Tissue Necrosis Factor-α, Interleukin-1 And Interleukin-6 Serum Level And Its Correlaton With Pain Severity In Chronic Tension-Type Headache Patients

0 44 12

Correlation Between Tumor Necrosis Factor-α, Interleukin-1 And Interleukin-6 Serum Level And Pain Severity In Chronic Tension Type Headache Patients

0 0 12

Perubahan Kadar TNF-α, Interleukin-1, Interleukin-6 Serum Setelah Pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen dan Korelasinya dengan Tingkat Intensitas Nyeri pada Penderita Tension-Type Headache Kronik

0 0 29

Perubahan Kadar TNF-α, Interleukin-1, Interleukin-6 Serum Setelah Pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen dan Korelasinya dengan Tingkat Intensitas Nyeri pada Penderita Tension-Type Headache Kronik

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tension-Type Headache Kronik - Perubahan Kadar TNF-α, Interleukin-1, Interleukin-6 Serum Setelah Pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen dan Korelasinya dengan Tingkat Intensitas Nyeri pada Penderita Tension-Type Headache K

0 2 74

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. - Perubahan Kadar TNF-α, Interleukin-1, Interleukin-6 Serum Setelah Pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen dan Korelasinya dengan Tingkat Intensitas Nyeri pada Penderita Tension-Type Headache Kronik

0 0 12

Perubahan Kadar TNF-α, Interleukin-1, Interleukin-6 Serum Setelah Pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen dan Korelasinya dengan Tingkat Intensitas Nyeri pada Penderita Tension-Type Headache Kronik

0 1 46

Amitriptyline Effect on Tumor Necrosis Factor-α, Interleukin-1 and Interleukin-6 Serum Level and its Correlation with Pain Severity in Chronic Tension-Type Headache Patients

0 0 5