Hubungan Jenis Tanah dengan Ketersediaan Kalium

24 Berdasarkan Tabel 8, di Jawa Tengah, menurut kriteria Puslittanak 1992 Batang, Jogjakarta, Borobudur, dan Karanganyar termasuk dalam status hara K rendah. Kendal, Jekulo, Kutoarjo, dan Buntu berstatus hara K sedang. Brebes, Suradadi, dan Demak termasuk dalam status hara K tinggi. Menurut FDALR 2004, Batang dan Borobudur berstatus hara K rendah. Jekulo, Jogjakarta, Kutoarjo, dan Karanganyar berstatus hara K sedang. Brebes, Suradadi, Demak, Kendal, dan Buntu termasuk dalam status hara K tinggi. Sementara di Jawa Timur, menurut Puslittanak 1992 Tambak Rejo, Nganjuk, dan Jombang termasuk dalam status hara K rendah. Bojonegoro berstatus hara K sedang dan Ponorogo berstatus hara K tinggi. Menurut kriteria FDALR 2004, Tambak Rejo dan Jombang berstatus K rendah. Bojonegoro dan Nganjuk berstatus hara K sedang. Ponorogo berstatus hara K tinggi. Sebaran status hara K pada tanah sawah di Pulau Jawa berdasarkan kriteria Puslittanak 1992 dan FDALR 2004 dapat dilihat pada Gambar Lampiran 2-3. Rachim 1995 menyatakan bahwa kelas status hara K rendah mengindikasikan kebutuhan pupuk K yang banyak, respon pemupukan K tinggi, tanpa pupuk gejala kahat pasti muncul, pertumbuhan tanaman tanpa pupuk tidak normal, kemungkinan mati kecil meskipun tidak berubah. Kelas status hara K sedang menunjukkan bahwa kebutuhan hara K sedang, respon pemupukan K sedang, tanpa pupuk pertumbuhan tanaman kurang normal, gejala kahat tidak muncul, dan produksi rendah. Sedangkan untuk kelas status hara K tinggi tidak memerlukan pupuk, respon pemupukan rendah dan kebutuhan pupuk hanya untuk pemeliharaan. Berdasarkan nilai rata-rata pada setiap provinsi, menurut kriteria Puslittanak 1992, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berstatus hara K sedang. Sementara menurut kriteria FDALR 2004, Jawa Barat dan Jawa Tengah berstatus hara K tinggi sedangkan Jawa Timur berstatus hara K sedang.

4.4. Hubungan Jenis Tanah dengan Ketersediaan Kalium

Contoh tanah sawah yang diambil di Pulau Jawa mempunyai jenis tanah berbeda-beda yang terdiri dari Inceptisols, Ultisols, dan Vertisols. Gambar 4 menunjukkan kadar K dd tertinggi Inceptisols dan terendah Ultisols. Kadar K dd 25 Inceptisols, Ultisols dan Vertisols secara berturut-turut adalah 0.53 cmol + kg -1 , 0.11 cmol + kg -1 , dan 0.36 cmol + kg -1 . Tingginya kadar K tdd pada Inceptisols diduga karena pada tanah Inceptisols perkembangan tanahnya belum begitu matang apabila dibandingkan dengan tanah matang seperti Ultisols Nurwadjedi 2011 sehingga kadar K dd lebih tinggi dibanding dengan Ultisols. Rayes 2000 melaporkan hasil penelitiannya tentang genesis tanah sawah berbahan volkan merapi, yang termasuk dalam ordo Inceptisols. Sementara Sofyan et al. 1992 menyatakan bahwa lahan-lahan sawah yang berstatus K tinggi umumnya terdapat pada lahan sawah intensifikasi dengan sistem irigasi teknis serta lahan sawah dengan bahan induk volkan. Tanah Ultisols mengalami pencucian intensif dari unsur pembentuk basa- basa kejenuhan basa 35. Tanah dengan jenis Ultisols secara umum mempunyai produktivitas yang rendah hingga sedang dan miskin akan unsur hara yang salah satunya hara K Suwardi dan Wiranegara 2000. Selain itu, tanah Ultisols banyak mengandung mineral kaolinit, sehingga umumnya mempunyai kapasitas fiksasi rendah Arifin et al. 1973. Oleh karena itu selain memiliki kadar K dd rendah, Ultisols juga memiliki kadar K tdd rendah dibandingkan dengan yang lainnya. Jenis tanah yang mempunyai kadar K tdd tertinggi yaitu Vertisols dan terendah Ultisols. Kadar K tdd Inceptisols, Ultisols dan Vertisols secara berturut- turut adalah 0.52 cmol + kg -1 , 0.11 cmol + kg -1 , dan 0.87 cmol + kg -1 . Hasil menunjukkan bahwa kadar K tdd tertinggi umumnya berjenis tanah Vertisols. Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 seperti tanah Vertisols umumnya mempunyai KTK, K-fiksasi serta kadar K t tinggi. Penelitian yang dilaksanakan di India menunjukkan bahwa tanah-tanah Vertisols mempunyai kapasitas fiksasi K dan daya sangga terhadap K yang sangat tinggi. Pemberian pupuk K selalu meningkatkan cadangan K tersedia dalam bentuk K tdd , tetapi tidak selalu memberikan kenaikan terhadap ketersediaan K K dd dan K l karena tergantung pada daya sangga K dalam Tanah Ravoniarijaona 2009. Fiksasi K dapat menyebabkan kekahatan K bagi tanaman, namun demikian secara umum fiksasi ini juga berguna karena membantu proses retensi dan siklus K melalui sistem organik dan inorganik Metson 1980. Dengan 26 demikian dapat dikatakan bahwa fiksasi K merugikan dalam jangka pendek tetapi bermanfaat dalam jangka panjang karena K-terfiksasi merupakan K cadangan bagi tanaman. Sementara jenis tanah yang mempunyai kadar K t tertinggi Inceptisols dan terendah Ultisols. Kadar K t pada jenis tanah Inceptisols, Ultisols, dan Vertisols secara berturut-turut adalah 0.28, 0.03, dan 0.15. Gambar 4. K dd , K tdd , dan K t Pada Setiap Jenis Tanah Hasil uji Tukey P 0.05 menunjukkan bahwa jenis tanah tidak nyata secara statistik baik terhadap K dd , K tdd maupun terhadap K t . Hal ini diduga karena keragaman kadar K dd , K tdd , dan K t pada setiap jenis tanah yang tinggi satu sama lain. Selain itu dapat pula disebabkan karena sebaran penggunaan pupuk K di Inceptisols Ultisols Vertisols K ‐dd 0,53 0,11 0,36 0,00 0,20 0,40 0,60 cmol + kg ‐1 K dd Pada Setiap Jenis Tanah Inceptisols Ultisols Vertisols K ‐tdd 0,52 0,11 0,87 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 cmol + kg ‐1 K tdd Pada Setiap Jenis Tanah Inceptisols Ultisols Vertisols K ‐total 0,28 0,03 0,15 0,00 0,10 0,20 0,30 K t Pada Setiap Jenis Tanah 27 setiap jenis tanah tidak sama atau bervariasi yang dapat dilihat dari standar deviasinya yang tinggi Tabel 9. Perbedaan kadar K dd , K tdd , dan K t pada setiap jenis tanah secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbedaan Kadar K dd , K tdd , dan K t Pada Setiap Jenis Tanah n = 23 Jenis Tanah K dd SD K tdd SD K t SD cmol + kg -1 cmol + kg -1 Inceptisols 0.53 0.49 0.52 0.32 0.28 0.17 Ultisols 0.11 0.03 0.11 0.01 0.03 0.01 Vertisols 0.36 0.17 0.87 1.06 0.15 0.13 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada uji Tukey P 0.05.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Status hara K dapat dipertukarkan pada tanah sawah di Pulau Jawa di 23 lokasi contoh yang diambil bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi. Menurut kriteria Puslittanak 1992, dari 23 lokasi contoh yang diambil terdapat 9 lokasi berstatus K dd rendah, 8 lokasi berstatus K dd sedang, dan 6 lokasi berstatus K dd tinggi. Di Jawa Barat dari 7 lokasi terdapat 2 lokasi berstatus K dd rendah, 3 lokasi berstatus K dd sedang, dan 2 lokasi berstatus K dd tinggi. Di Jawa Tengah dari 11 lokasi terdapat 4 lokasi berstatus K dd rendah, 4 lokasi berstatus K dd sedang, dan 3 lokasi berstatus K dd tinggi. Di Jawa Timur dari 5 lokasi terdapat 3 lokasi berstatus K dd rendah, 1 lokasi berstatus K dd sedang, dan 1 lokasi berstatus K dd tinggi. Berdasarkan nilai rata-rata pada setiap provinsi, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berstatus K dd sedang. Kadar K dd , K tdd , dan K t pada setiap lokasi dan jenis tanah tidak berbeda nyata. Jawa Tengah memiliki nilai rata-rata kadar K dd dan K tdd tertinggi secara berturut-turut adalah 0.50 cmol + kg -1 dan 0.83 cmol + kg -1 . Jawa Barat memiliki nilai rata-rata kadar K t tertinggi sebesar 0.26. Jawa Timur memiliki nilai rata- rata kadar K dd , K tdd , dan K t terendah secara berturut-turut adalah 0.30 cmol + kg -1 , 0.32 cmol + kg -1 , dan 0.08. Inceptisols memiliki nilai rata-rata kadar K dd dan K t tertinggi sementara Vertisols memiliki nilai rata-rata kadar K tdd tertinggi sedangkan Ultisols memiliki nilai rata-rata kadar K dd , K tdd , dan K t terendah. Pemupukan K di Pulau Jawa bervariasi yang dapat dilihat dari standar deviasinya yang tinggi pada hasil analisis kadar K-dapat dipertukarkan, K-tidak dapat dipertukarkan, dan K-total. Hasil menunjukkan bahwa kadar K-dapat dipertukarkan, K-tidak dapat dipertukarkan, dan K-total relatif sangat bervariasi untuk itu manajemen pemupukan K yang berbeda pada setiap provinsi harus diimplementasikan.

5.2. Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut respon tanaman terhadap pemupukan K dan faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk memverifikasi data status hara K