Umbalan Pencampuran Massa Air

6 Tabel 1. Estimasi daya dukung Waduk Jatiluhur, Saguling, dan Cirata untuk pengembangan budidaya ikan dalam KJA Krismono 2004. Parameter Saguling Cirata Jatiluhur Luas waduk minimum ha 4 4,5 6 Pakan maks harian kg 53.459,67 60.142,1 80.189,5 Daya dukung ikan maksimum kg 1.781.988,89 2.004.737,5 1.672.983,3 Padat tebar KJA kgm 3 7,5 7,5 7,5 Ukuran keramba m 3 98 98 98 Bobot rataan ikanKJA kg 735 735 735 Jumlah maksimum KJA unit 2.424,4 2.727,5 3.636,7 Budidaya ikan keramba jaring apung di waduk Cirata megalami peningkatan yang tinggi mengakibatkan waduk itu harus menanggung beban limbah yang cukup besar. Setiap bulannya, pakan ikan yang ditebar dalam jaring menghasilkan limbah yang mengandug unsur nitrogen N sebanyak 105.412 ton, fosfor P sebanyak 39.914 ton, dan belerang S sebanyak 8.235 ton Garno 2002. Beban seperti ini telah bertahun-tahun terjadi dan mengakibatkan limbah pada air waduk melebihi batas ambang. Melimpahnya limbah pakan ini mengakibatkan masalah yang serius antara lain seperti proses sedimentasi yang tinggi dan penurunan kualitas air. Tingginya kandungan N dan P di air dan sedimen ini merupakan salah satu penyebab Waduk Cirata menjadi eutrofik bahkan mendekati hipertrofik Garno 2002.

2.3. Umbalan Pencampuran Massa Air

Umbalan merupakan peristiwa pembalikan massa air pada saat suhu di lapisan permukaan terjadi penurunan secara tiba-tiba mencapai kisaran suhu yang lebih daripada suhu di dasar yang akan mempengaruhi biota dalam perairan tersebut Nastiti dan Krismono 2003. Peristiwa ini sering terjadi di ekosistem tergenang seperti waduk pada saat peralihan musim. Waduk-waduk yang dibangun di dataran tinggi atau pegunungan sering mengalami umbalan karena morfologinya seperti corong dan cenderung disebabkan oleh suhu. Menurut Jangkaru 2003, proses umbalan umumnya terjadi pada badan air dengan permukaan yang sempit dan dalam, serta curam seperti corong atau botol. Dengan bentuk seperti corong dan botol maka proses pengadukan alamiah umumnya 7 dilakukan oleh angin dan tidak terjadi secara rutin. Akibatnya terbentuklah pelapisan dalam kolom badan air termasuk juga pelapisan kualitas air sehingga semakin dalam lapisan air maka akan semakin rendah mulutnya. Jika umbalan terjadi pada badan air yang memiliki stratifikasi atau pelapisan, maka dapat berakibat fatal bagi organisme di dalamnya. Peristiwa ini terjadi karena kualitas air yang rendah dan umumnya terdapat di dasar yang akan ikut terangkat ke permukaan tempat ikan hidup. Umbalan tidak berpengaruh terlalu buruk terhadap perairan yang jernih, sedangkan pada perairan yang dasarnya kotor atau tercemar limbah termasuk limbah pakan ikan dapat mengancam kehidupan ikan karena massa air yang naik ke permukaaan akan membawa senyawa-senyawa beracun yang membahayakan kehidupan ikan. Jangkaru 2002 menyatakan bahwa penurunan suhu udara pada malam hari, waktu hujan, atau pada waktu sinar matahari terhalang oleh awan, asap, debu atau pelindung lainnya akan menurunkan suhu permukaan. Jika proses penurunan suhu udara berlanjut sehingga suhu air permukaan sama dengan suhu lapisan bawah maka akan terjadi proses pembauran atau pencampuran air upwelling. Goldman dan Horne 1983 membagi upwelling berdasarkan banyaknya upwelling yang terjadi dalam satu tahun, yaitu: 1. Monomitic : Pencampuran massa air yang terjadi satu kali dalam setahun biasanya terjadi pada perairan yang beriklim tropis; 2. Dimitic : Pencampuran massa air yang terjadi dua kali dalam setahun yaitu pada permulaan musim semi, pada musim dingin atau musim salju; 3. Polymitic : Pencampuran massa air yang terjadi secara terus-menerus dalam setiap tahun. Berdasarkan pembalikan massa air, Goldman dan Horne 1983 membagi upwelling menjadi dua, yaitu: 1. Holomitic : Pencampuran massa air yang terjadi dari permukaan hingga ke dasar perairan yang terjadi secara sempurna. Siklus pencampuran ini biasanya terjadi setiap tahunnya. 2. Meromitic : Pencampuran massa air yang terjadi pada kedalaman tertentu saja dan tidak terjadi secara sempurna hingga dasar. Pencampuran biasanya terjadi pada perairan yang dalam. 8 Faktor yang menyebabkan terjadinya umbalan menurut Mann 1978 in Nastiti dan Krismono 2003 adalah sebagai berikut : 1. Pendinginan secara konveksi Pendingin secara konveksi biasa terjadi setiap hari terutama pada perairan yang dangkal di daerah dataran tinggi. Proses pendinginan terjadi pada waktu malam hari menyebabkan pendinginan di daerah permukaan. Partikel-partikel air yang dingin dan berat akan tenggelam sampai pada lapisan yang mempunyai suhu atau berat jenis yang sama. Dengan demikian arus konveksi yang timbul menyebabkan perpindahan massa air dari bawah ke atas atau permukaan perairan. Proses pendinginan secara konveksi selain disebabkan pendinginan pada malam hari juga disebabkan karena penguapan, ataupun cuaca dingin. 2. Angin Angin topan akan menimbulkan arus kuat, yang mampu memindahkan massa air dari bawah ke atas atau ke permukaan. Jangkaru 2003 menyatakan bahwa angin yang bertiup dengan kecepatan yang tinggi di atas permukaan air yang luas dapat menimbulkan gerakan air vertikal. Angin mengangkat sejumlah massa air dan menumpuknya di sisi lain, yang umumnya disebut dengan gelombang. Ruang kosong yang ditinggalkan gelombang akan segera diisi oleh lapisan air di bawahnya sehingga terjadilah umbalan. 3. Aliran sungai Masukan air sungai ke dalam perairan waduk ataupun danau akan menimbulkan arus. Arus sungai mempunyai berat yang berbeda dengan air waduk atau danau. Kedalaman air yang dicapai tergantung kepada perbedaan berat jenis. Jika berat jenis air sungai lebih besar daripada air waduk atau danau maka air sungai tersebut mengalir di bawah air waduk atau danau. Akan tetapi bila berat jenis air sungai lebih kecil dari waduk atau danau maka air sungai akan mengalir di atas air waduk atau danau. Pada waduk atau danau yang mengalami stratifikasi, air sungai yang dingin mengalir ke bawah hingga mencapai daerah yang mempunyai berat jenis dan suhu yang sama. Daerah ini umumnya di atas hipolimnion. 4. Pasang surut Proses pemindahan massa air dari bawah ke permukaan disebabkan oleh pasang surut yang umumnya terjadi di pantai. 9 Kematian massal ikan yang sering terjadi di KJA disebabkan oleh terjadinya perubahan ekosistem lingkungan secara mendadak karena umbalan Azwar et al. 2004. Hal ini disebabkan karena massa air di lapisan bawah kadar oksigennya rendah yang diakibatkan oleh tingginya pembusukan bahan organik, tingginya NH 3 –N, H 2 S, dan gas methan. Ketiga senyawa terakhir ini bersifat toksik bagi ikan, sedangkan ketersediaan oksigen sangat penting dalam mempertahankan kehidupan ikan. Pada umumnya di luar negeri proses umbalan ini sangat menguntungkan karena status trofik danau atau waduk mereka masih tergolong oligotrofik atau mesotrofik, sehingga nutrien yang di dasar akan ke atas maka fitoplankton akan dapat berkembang biak sehingga produktivitas primer atau sekunder akan naik. Berbeda halnya di Indonesia, proses umbalan menghasilkan kematian massal bagi ikan-ikan budidaya yang berada dalam keramba jaring apung KJA. Hal ini terjadi akibat perairan Indonesia bersifat eutrofik yang pada lapisan bawah anaerob mengandung senyawa beracun hasil dari dekomposisi. Hasil dekomposisi tersebut akan terangkat kepermukaan dan menyebabkan kekurangan oksigen pada seluruh badan air, sehingga biota perairan tidak dapat beradaptasi pada kondisi tersebut dan terjadilah kematian massal ikan Nugroho 2009.

2.4 Oksigen Terlarut Dissolved Oxygen