20
3. METODE PENELITIAN
3.1 . Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada kawasan perikanan keramba jaring apung KJA di Waduk Cirata Purwakarta, Jawa Barat Gambar 2. Kegiatan penelitian berlangsung
pada bulan Juli dan September 2009 yang meliputi penentuan stasiun pengamatan, penelitian pendahuluan, pengambilan contoh air, dan analisis contoh air.
Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan September 2009 selanjutnya dilakukan analisis contoh air untuk beberapa parameter di Laboratorium Produktivitas dan
Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 . Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vandorn Water Sampler, Secchi disk, DO meter, botol BOD, botol sampel, pH meter, ice box, termometer, alat
titrasi, spektrofotometer, labu erlenmeyer, gelas piala, dan gelas ukur. Bahan-bahan yang digunakan adalah contoh air, penyaring Whatman 0,45 µm, aquades, alumunium
foil, dan bahan-bahan kimia sebagai bahan pereaksi.
3.3 . Metode Kerja 3.3.1. Penentuan stasiun pengamatan
Lokasi pengambilan contoh air dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan hasil survei pendahuluan di sekitar kawasan keramba jaring apung Desa Tegal Datar
Kecamatan Maniis Gambar 3. Stasiun pengamatan yang dipilih merupakan daerah KJA paling padat dimana KJA yang dipilih sebagai stasiun pengamatan merupakan KJA
yang sedang beroperasi dan yang paling lama memelihara ikan.
21
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat.
Gambar 3. Titik pengambilan sampel di lokasi KJA
3.3.2. Penentuan perlakuan, titik kedalaman, dan komposisi pencampuran
Sebelum melaksanakan penelitian inti dilakukan penelitian pendahuluan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengukuran oksigen terlarut DO dengan interval 2
sampai 6 meter dengan tujuan untuk mendapatkan pola sebaran vertikal oksigen
Lokasi Stasiun
Keterangan : Stasiun 1
Stasiun 2
Inset
Sumber : 1. Google Earth 2009
17 19 48 17 19 32
6 41
1 9
6 41
3 5
di Waduk Cirata
0 km 2 km
22
terlarut Tabel 3. Dari sebaran vertikal oksigen terlarut tersebut diperoleh keterwakilan area dan titik–titik kedalaman pengambilan contoh air. Selanjutnya akan
diperoleh beberapa perlakuan melalui pencampuran massa air dari keterwakilan area atau titik-titik kedalaman tersebut.
Tabel 3. Konsentrasi oksigen terlarut rata-rata pada penelitian pendahuluan di lokasi Pengamatan
Kedalaman meter DO mgl
8,4
2 7,5
4 6,4
6 5,5
8 4,8
10 4,2
12 3,7
14 3,5
16 3,2
18 2,4
20 2,3
22 2,2
24 2,2
27 1,7
30 0,9
36 0,9
42 0,7
48 0,6
dasar 0,5
Keterangan : : mewakili kedalaman 0 sd 6 meter : mewakili kedalaman 6 sd 16 meter
: mewakili kedalaman 16 sd 27 meter : mewakili kedalaman 27 sd 51 meter
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian pendahuluan Tabel 3 ditetapkan titik kedalaman 2 meter, 12 meter, 24 meter, dan 42 meter. Penentuan titik
kedalaman didasarkan pada: 1. Keterwakilan konsentrasi oksigen terlarut di tiap kedalaman.
Berdasarkan nilai konsentrasi DO yang diperoleh dari penelitian pendahuluan maka diperoleh kedalaman 2 meter 8,4 mgl yang dianggap mewakili kedalaman 0
sampai 6 meter; kedalaman 12 meter 3,7 mgl yang dianggap mewakili kedalaman 6 sampai 16 meter; kedalaman 24 meter 2,2 mgl yang dianggap mewakili kedalaman
23
16 sampai 27 meter; dan kedalaman 42 meter 0,7 mgl yang dianggap mewakili kedalaman 27 meter hingga dasar perairan.
2. Keterwakilan konsentrasi oksigen terlarut berdasarkan baku mutu PP No. 82 tahun 2001 untuk kegiatan perikanan.
Kedalaman 2 meter 8,4 mgl dianggap baik untuk kegiatan perikanan; kedalaman 12 meter 3,7 mgl dianggap cukup untuk kegiatan perikanan; kedalaman
24 meter 2,2 mgl dianggap di bawah baku mutu bagi kegiatan perikanan; dan kedalaman 42 meter 0,7 mgl dianggap berbahaya bagi kegiatan perikanan.
3. Keterwakilan di beberapa kolom air Lapisan permukaan untuk kedalaman 2 meter, lapisan bagian tengah untuk
kedalaman 12 dan 24 meter dan lapisan dasar untuk kedalaman 42 meter. Dari titik-titik kedalaman tersebut diperoleh tiga perlakuan yakni perlakuan 1
yang merupakan pencampuran air dari kedalaman 2 dan 12 meter; perlakuan 2 diperoleh melalui pencampuran massa air dari kedalaman 2, 12, dan 24 meter; dan
perlakuan 3 yang merupakan pencampuran massa air dari kedalaman 2, 12, 24 dan 42 meter. Perlakuan 1 dianggap sebagai pencampuran massa air sebagian meromictic
yaitu pencampuran massa air dari permukaan hingga kedalaman 8 meter. Perlakuan 2 dianggap sebagai pencampuran massa air sebagian meromictic yaitu dari permukaan
hingga kedalaman 27 meter, sedangkan perlakuan 3 dianggap sebagai pencampuran massa air sempurna holomictic hingga dasar perairan pencampuran seluruh titik
kedalaman. Komposisi contoh air yang akan dicampurkan sebagai perlakuan didasarkan
pada ketebalan lapisan yang terwakili, kedalaman total, dan volume botol kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus :
Komposisi = jumlah kedalaman yang terwakili
jumlah kedalaman total × volume botol
24
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut Lampiran 1, diperoleh komposisi air dari masing-masing kedalaman yang mewakili seperti yang
tercantum pada tabel 4.
Tabel 4. Komposisi air dari setiap kedalaman yang mewakili
Perlakuan Kedalaman meter
DO ml Amonia ml
Sulfida dan pH ml
1 2
46.88 60
150 12
78.12 40
100
total volume botol 125
100 250
2 2
27.78 22.22
55.56 12
46.29 37.04
92.59 24
50.93 40.74
101.85
total volume botol 125
100 250
3 2
14.71 11.76
29.41 12
24.51 19.61
49.02 24
26.96 21.57
53.92 42
58.82 47.06
117.65
total volume botol 125
100 250
3.3.3. Pengukuran Data Kualitas Air 3.3.3.1. DO Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut DO merupakan parameter utama dalam penelitian ini. Air contoh untuk analisis oksigen terlarut diambil dengan menggunakan Vandorn Water
Sampler. Pengukuran DO dilakukan secara vertikal pada setiap kedalaman dan setiap perlakuan melalui metode Winkler dengan menggunakan alat titrasi dan diukur secara
in situ. Pencampuran contoh air dari titik kedalaman yang merupakan perlakuan dimana pencampuran contoh air tersebut dilakukan dengan menggunakan botol BOD.
3.3.3.2. Kecerahan
Kecerahan diukur pada titik pengambilan contoh air. Pengukuran kecerahan dilakukan secara in situ melalui metode pembiasan cahaya menggunakan secchi disk.
25
3.3.3.3 pH
Air contoh untuk analisis pH diambil dengan menggunakan Vandorn Water Sampler. Pengukuran pH diukur di setiap kedalaman dan setiap perlakuan, melalui
metode elektromagnetik menggunakan pH meter dan dilakukan secara in situ.
3.3.3.4. Amonia bebas NH
3
Air contoh untuk analisis amonia bebas diambil dengan menggunakan
Vandorn Water Sampler. Amonia bebas hanya diukur pada tiap perlakuan melalui metode titrimetri dengan menggunakan spektrofotometer dan dianalisis di
Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Depertemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.3.3.5. Hidrogen Sulfida H
2
S
Air contoh untuk analisis hidrogen sulfida H
2
S diambil dengan menggunakan Vandorn Water Sampler. Contoh air dari perlakuan dimasukkan kedalam botol BOD
125 ml dan diberi Zn asetat serta NaOH untuk mengikat gas H
2
S agar tidak menguap, setelah itu baru didinginkan. Hidrogen sulfida hanya diukur ditiap perlakuan melalui
metode iodometri dengan menggunakan alat titrasi dan dianalisis di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Depertemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Beberapa parameter yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 5. Parameter dan metode analisis contoh air selama penelitian
No. Parameter
Unit Alat dan Metode
Keterangan
1. Kecerahan
Cm Secchi DiskPembiasan cahaya
In situ 2.
Suhu C
Thermometer HgPemuaian In situ
3. pH
- pH meterElektrometrik
In situ 4.
DO mgl
TitrasiModifikasi Winkler In situ
5. NH
3
mgl SpektrofotometerPhenate
Laboratorium 6.
H
2
S mgl
TitrasiIodometri Laboratorium
26
3.4. Analisis Data 3.4.1. Kedalaman eufotik