3
tersuspensi. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air serta meningkatnya sedimentasi yang akan mempengaruhi fungsi waduk. Sisa pakan yang tidak termakan
dan sisa metabolisme ikan akan menjadi limbah organik yang akan terakumulasi di dasar perairan. Kondisi ini akan meningkatkan kebutuhan oksigen untuk proses
dekomposisi limbah organik tersebut. Jika endapan sisa pakan di dasar perairan semakin tebal, maka hal tersebut mengindikasikan semakin menebalnya lapisan
anoksik di dasar perairan dan semakin menipisnya lapisan oksik di permukaaan. Dalam kondisi anoksik proses penguraian bahan organik terjadi secara anaerobik
sehingga akan dihasilkan gas-gas beracun seperti H
2
S, NH
3
, dan CH
4
. Jika dalam kondisi ini terjadi pembalikan massa air ke permukaan maka akan membahayakan
kehidupan biota perairan dan mengakibatkan kematian massal ikan. Dampak negatif yang paling dirasakan oleh petani sekitar adalah kematian ikan
yang mencapai ribuan ton yang sementara ini diduga akibat dari proses umbalan overturn yang terjadi saat kotoran yang ada di dasar waduk naik karena arus ke
permukaan. Waduk Cirata telah beberapa kali memgalami umbalan yang
mengakibatkan matinya ikan yang dikembangkan di KJA dan terganggunya kehidupan ikan-ikan yang berada di luar KJA karena ketidakmampuan ikan dalam menghadapi
keterbatasan oksigen terlarut di perairan. Terbatasnya ketersediaan oksigen terlarut di keramba jaring apung akibat proses umbalan ini perlu dipahami lebih lanjut untuk
mengantisipasi dampak yang lebih lanjut.
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi ketersedian oksigen terlarut dissolved oxygen melalui pencampuran massa air di beberapa kedalaman di
lokasi perairan keramba jaring apung pada Waduk Cirata, Purwakarta.
1.4. Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola budidaya perikanan di Waduk
Cirata, Purwakarta.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Umum Waduk Cirata
Waduk Cirata terletak di Wilayah Kabupaten Bandung, Cianjur dan Purwakarta. Ketinggian air dari permukaan laut adalah 200 m. Waduk ini dibangun
pada tahun 1988, terbentuk karena pembendungan sungai Citarum. Volume air pada waktu normal adalah sekitar 2.160.000.000 m
3
dengan luas permukaan sekitar 6.200 Ha, kedalaman rata-rata sekitar 34,9 m dan mempunyai kedalaman maksimum
mencapai 106 m. Kedalaman rata-rata waduk cirata sepanjang tahun 2003 sebesar 34,9 m
menurun menjadi 26,3 m. Pada bulan Agustus-September kedalaman rata-rata
mencapai 20,7 m. Hal ini disebabkan musim kemarau yang berkepanjangan, sehingga volume air berkurang hingga 30 dari keadaan normal sebelumnya Prihadi 2003.
Waduk Cirata merupakan waduk yang banyak terdapat KJA Hardjamulia et al. 1991 KJA adalah waduk yang sisi samping dan dasarnya dibatasi jaring dan dipakai
untuk memelihara ikan. Pertukaran air dapat terjadi antara dalam dan luar keramba sehingga kotoran dan sisa pakan dari keramba dapat keluar dengan mudah ke
perairan sekelilingnya. Ukuran jaring KJA sekitar 7 x 7 x 1,3 m
3
. Padat penebaran ikan yang dipelihara ikan mas yaitu 25 – 200 ekorm
2
atau 4 – 5 kgm
2
. Jumlah karamba jaring apung yang diizinkan hanya 12.000 unit tetapi kenyataannya perkembangan
KJA di waduk Cirata terbilang sangat cepat. Garno 2002 mencatat pada tahun 1999 terdapat 27.786 unit. Pada tahun 2003 jumlah KJA mencapai 38.276 unit Prihadi
2003 dan pada tahun 2008 jumlah unit KJA mencapai 53.100 Effendi 2008. Jumlah KJA sebanyak itu sangat padat sehingga menyebabkan kualitas air waduk Cirata
menurun. Kegiatan KJA memberikan masukan bahan organik paling besar ke perairan yaitu sekitar 80 dari total kandungan bahan organik yang terdapat di Waduk Cirata
Garno 2000. Bahan organik tersebut berupa sisa pakan kotoran ikan dari KJA. Sisa pakan dan kotoran dari KJA tersebut diuraikan oleh bakteri pengurai menjadi nutrien
sehingga menyebabkan peningkatan kandungan nutrien di perairan waduk Cirata.
2.2. Keramba Jaring Apung