4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Umum Waduk Cirata
Waduk Cirata terletak di Wilayah Kabupaten Bandung, Cianjur dan Purwakarta. Ketinggian air dari permukaan laut adalah 200 m. Waduk ini dibangun
pada tahun 1988, terbentuk karena pembendungan sungai Citarum. Volume air pada waktu normal adalah sekitar 2.160.000.000 m
3
dengan luas permukaan sekitar 6.200 Ha, kedalaman rata-rata sekitar 34,9 m dan mempunyai kedalaman maksimum
mencapai 106 m. Kedalaman rata-rata waduk cirata sepanjang tahun 2003 sebesar 34,9 m
menurun menjadi 26,3 m. Pada bulan Agustus-September kedalaman rata-rata
mencapai 20,7 m. Hal ini disebabkan musim kemarau yang berkepanjangan, sehingga volume air berkurang hingga 30 dari keadaan normal sebelumnya Prihadi 2003.
Waduk Cirata merupakan waduk yang banyak terdapat KJA Hardjamulia et al. 1991 KJA adalah waduk yang sisi samping dan dasarnya dibatasi jaring dan dipakai
untuk memelihara ikan. Pertukaran air dapat terjadi antara dalam dan luar keramba sehingga kotoran dan sisa pakan dari keramba dapat keluar dengan mudah ke
perairan sekelilingnya. Ukuran jaring KJA sekitar 7 x 7 x 1,3 m
3
. Padat penebaran ikan yang dipelihara ikan mas yaitu 25 – 200 ekorm
2
atau 4 – 5 kgm
2
. Jumlah karamba jaring apung yang diizinkan hanya 12.000 unit tetapi kenyataannya perkembangan
KJA di waduk Cirata terbilang sangat cepat. Garno 2002 mencatat pada tahun 1999 terdapat 27.786 unit. Pada tahun 2003 jumlah KJA mencapai 38.276 unit Prihadi
2003 dan pada tahun 2008 jumlah unit KJA mencapai 53.100 Effendi 2008. Jumlah KJA sebanyak itu sangat padat sehingga menyebabkan kualitas air waduk Cirata
menurun. Kegiatan KJA memberikan masukan bahan organik paling besar ke perairan yaitu sekitar 80 dari total kandungan bahan organik yang terdapat di Waduk Cirata
Garno 2000. Bahan organik tersebut berupa sisa pakan kotoran ikan dari KJA. Sisa pakan dan kotoran dari KJA tersebut diuraikan oleh bakteri pengurai menjadi nutrien
sehingga menyebabkan peningkatan kandungan nutrien di perairan waduk Cirata.
2.2. Keramba Jaring Apung
Jaring apung cage culture adalah sistem budidaya dalam wadah berupa jaring yang mengapung floating net cage dengan bantuan pelampung dan ditempatkan
5
dalam perairan seperti danau, waduk, laguna, selat dan teluk. Sistem ini sekarang dikenal dengan nama Keramba Jaring Apung Effendi 2003.
Paket teknologi budidaya ikan dalam keramba jaring apung KJA merupakan salah satu paket teknologi budidaya ikan yang cocok untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya perairan khususnya perairan danau dan waduk Indonesia yang luasnya 2,1 juta Ha Illyas et al. 1990 in Nastiti 2001. Saat ini teknologi KJA
sudah berkembang sangat pesat dan menyebar hampir di seluruh Indonesia. Daerah yang paling pesat perkembangannya berada di waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur.
Hal ini dapat dipahami karena daerah Jawa Barat dikenal sebagai tempat pembudidayaan ikan air tawar secara turun-temurun. Selain itu, pangsa pasar
terbesar bagi ikan air tawar adalah Jawa Barat. Perkembangan unit KJA yang pesat berdampak positif terhadap peningkatan
produksi ikan dan pendapatan petani ikan. Namun demikian, peningkatan jumlah unit KJA yang kurang terkendali dapat menimbulkan masalah yang berdampak negatif.
Prinsip-prinsip dalam budidaya ikan dengan sistem KJA seperti cara pemberian pakan, tata letak KJA, dan daya dukung perairan tidak begitu diperhatikan sehingga
berdampak buruk terhadap KJA tersebut Subandar et al. 2005. Salah satu masalah yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya ikan dalam KJA
insentif adalah pencemaran lingkungan perairan yang berasal dari pakan ikan yang terbuang dan juga sisa metabolisme ikan di perairan. Sistem pemberian pakan ikan
yang terus-menerus dalam jumlah banyak sistem pompa dapat menyebabkan banyak pakan yang tidak termakan oleh ikan akhirnya terakumulasi di dasar perairan.
Hasil penelitian pusat penelitian sumberdaya alam dan lingkungan PPSDAL, UNPAD tahun 19951996 in Mardiana 2005, menyebutkan bahwa KJA telah memberikan
andil dalam memperkaya nutrien perairan waduk. Daya dukung perairan selalu berfluktuasi menurut musim dan dapat menurun karena cemaran, misalnya tingginya
sisa pakan dan kotoran ikan yang masuk ke perairan.
6
Tabel 1. Estimasi daya dukung Waduk Jatiluhur, Saguling, dan Cirata untuk pengembangan budidaya ikan dalam KJA Krismono 2004.
Parameter Saguling
Cirata Jatiluhur
Luas waduk minimum ha 4
4,5 6
Pakan maks harian kg 53.459,67
60.142,1 80.189,5
Daya dukung ikan maksimum kg 1.781.988,89
2.004.737,5 1.672.983,3
Padat tebar KJA kgm
3
7,5 7,5
7,5 Ukuran keramba m
3
98 98
98 Bobot rataan ikanKJA kg
735 735
735 Jumlah maksimum KJA unit
2.424,4 2.727,5
3.636,7
Budidaya ikan keramba jaring apung di waduk Cirata megalami peningkatan yang tinggi mengakibatkan waduk itu harus menanggung beban limbah yang cukup
besar. Setiap bulannya, pakan ikan yang ditebar dalam jaring menghasilkan limbah yang mengandug unsur nitrogen N sebanyak 105.412 ton, fosfor P sebanyak
39.914 ton, dan belerang S sebanyak 8.235 ton Garno 2002. Beban seperti ini telah bertahun-tahun terjadi dan mengakibatkan limbah pada air waduk melebihi batas
ambang. Melimpahnya limbah pakan ini mengakibatkan masalah yang serius antara lain seperti proses sedimentasi yang tinggi dan penurunan kualitas air. Tingginya
kandungan N dan P di air dan sedimen ini merupakan salah satu penyebab Waduk Cirata menjadi eutrofik bahkan mendekati hipertrofik Garno 2002.
2.3. Umbalan Pencampuran Massa Air