EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI ROSELA KARAKTERISTIK

25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI ROSELA

Ekstraksi antosianin dilakukan dengan pelarut air menggunakan metode maserasi selama 24 jam. Ekstrak antosianin yang diperoleh berwarna merah pekat seperti yang terlihat pada Gambar 8. Pelarut air digunakan karena air bersifat polar dan tidak bersifat toksik. Menurut Amr dan Al-Tamimi 2007 diacu dalam Ovando et. al. 2009 ekstraksi dengan metanol yang diasamkan lebih efektif dibandingkan dengan etanol dan aquades. Namun metanol bersifat toksik sehingga jarang digunakan pada bahan pangan. Ekstraksi antosianin dari 100 g rosela dengan satu liter air akan menghasilkan 850 ml ekstrak. Selanjutnya dilakukan analisis total antosianin dalam ekstrak. Total antosianin ekstrak diperoleh sebesar 0.49 mg ml ekstrak. Gambar 8. Ekstrak antosianin

B. KARAKTERISTIK

SEDIAAN BUBUK PEWARNA ROSELA METODE SPRAY DRYING Teknik yang dilakukan pada pembuatan sediaan bubuk pewarna adalah teknik mikroenkapsulasi. Metode mikroenkapsulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode spray drying dan tray drying. Pada metode spray drying, bahan disemprotkan dan diatomisasi membentuk droplet ke dalam suatu media pengering yang panas, kemudian air dalam bentuk droplet akan menguap meninggalkan bahan kering Dubey et. al., 2009. Ekstrak dengan total padatan 3 ditambahkan bahan penyalut maltodekstrin. Proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin adalah 3 : 5, 3: 10, dan 3: 15. Bubuk pewarna yang dihasilkan berwarna merah muda seperti yang dapat dilihat 26 pada Gambar 9, sedangkan Gambar 10 memperlihatkan bubuk pewarna setelah dilarutkan. Bubuk pewarna rosela yang dilarutkan dengan akuades terlihat berwarna merah dengan intensitas warna paling pekat adalah bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin adalah 3 : 5. Larutan bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 15 berwarna lebih pucat. A B C Gambar 9. Bubuk pewarna rosela proporsi total padatan terhadap penambahan maltodekstrin A= 3 : 5, B = 3 : 10, C = 3 : 15 Gambar 10. Bubuk pewarna rosela setelah dilarutkan dalam air proporsi total padatan terhadap penambahan maltodekstrin A= 3 : 5, B = 3 : 10, C = 3 : 15 Bubuk pewarna yang dihasilkan selanjutnya dianalisis sifat fisik dan kimianya, meliputi kadar air, kadar abu, kelarutan, total antosianin dan warna. Hasil analisis dan perhitungan kadar air, kadar abu, kelarutan, dan total antosianin bubuk pewarna rosela yang dibuat dengan metode spray drying dapat dilihat pada Lampiran 1. Kadar air pada produk yang berbentuk bubuk akan mempengaruhi umur simpan produk. Diagram kadar air bubuk pewarna metode spray drying yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 11. Kadar air terbesar terdapat pada bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5 yaitu 4.48 . Perbedaan ini disebabkan proporsi maltodekstrin tersebut kurang cukup untuk menyalut asam dan gum yang terkandung dalam ekstrak rosela. Hal ini dapat terlihat dari penampakan bubuk 27 yang agak lengket. Sifat gum yang dapat membentuk gel akan menghambat pengeringan karena air yang terperangkap dalam gel sulit diuapkan sehingga terbentuk bubuk yang semi basah. Bubuk yang semi basah ini sangat mudah sekali menempel pada dinding drying chamber pengering. Akibatnya bubuk yang dihasilkan akan berbentuk gumpalan-gumpalan yang semi basah Purba, 2003. Pada penelitian yang dilakukan Purba 2003, pigmen brazilin yang ditambahkan gum arab sebanyak 2 , 3 dan 4 mengalami penggumpalan karena terbentuknya gel saat dikeringkan dengan spray dryer. Berdasarkan uji statistik Lampiran 3, konsentrasi maltodekstrin memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air produk. Hal ini dapat dilihat dari uji statistik dengan metode duncan bahwa ketiga sampel berada dalam subset yang berbeda. Gambar 11. Diagram kadar air bubuk pewarna rosela metode spray drying Hasil penelitian terhadap kadar abu menunjukkan kadar abu tertinggi adalah 5.84 yaitu pada bubuk pewarna rosela dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 15. Kadar abu terendah adalah 3.15 yaitu bubuk pewarna rosela dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5. Diagram perbandingan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 12. Total abu yang tinggi mengindikasikan kandungan mineral yang tinggi. Mineral tersebut dapat berasal dari matodekstrin yang ditambahkan serta dari rosela itu sendiri. Menurut Maryani dan Kristiana 2005, dalam 100 gram rosela terkandung 1 gram abu yang di dalamnya terdapat mineral kalsium, fosfor, dan besi. 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 3 : 5 3 : 10 3 : 15 4.48 2.65 2.81 K a d a r A ir Total padatan ekstrak : Maltodekstrin c b a 28 Gambar 12. Diagram kadar abu bubuk pewarna rosela metode spray drying Beberapa ion logam dapat berinteraksi dengan antosianin membentuk kompleks. Beberapa kation logam dapat menyebabkan bathocromic shift yaitu pergeseran panjang gelombang maksimum. Hal ini dapat diamati apabila terjadi perubahan warna menjadi kebiruan dan kadang-kadang menyebabkan pengendapan pigmen. Warna biru dapat terbentuk karena pembentukan komlpeks antara antosianin dan beberapa ion logam seperti aluminium, besi, tembaga, timah dan magnesium Ovando et. al., 2009. Pada sampel yang diamati tidak terjadi perubahan warna merah menjadi biru. Berdasarkan uji statistik Lampiran 4, ketiga sampel berada pada subset yang berbeda. Dengan demikian dapat diketahui bahwa konsentrasi maltodekstrin memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu produk. Berdasarkan uji kelarutan bubuk pewarna, diperoleh nilai kelarutan tertinggi adalah 99.51 yaitu bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 15, sedangkan nilai kelarutan terendah adalah 98.77 yaitu bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kadar air bubuk pewarna. Semakin tinggi kadar air produk bubuk, semakin sulit produk dilarutkan dalam air karena produk cenderung membentuk butiran yang lebih besar tetapi tidak porous. Diagram kelarutan bubuk pewarna dapat dilihat pada Gambar 13. 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 3 : 5 3 : 10 3 : 15 3.15 4.15 5.84 K a d a r A b u B a si s ke ri n g Total padatan ekstrak : Maltodekstrin c b a 29 Gambar 13. Diagram kelarutan bubuk pewarna rosela metode spray drying Hasil uji statistik Lampiran 5 menunjukkan bahwa kelarutan bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 15 tidak berbeda nyata dengan bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 10, namun berbeda nyata dengan bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5. Proses pengeringan semprot yang menggunakan panas yang cukup tinggi dapat mengakibatkan penurunan total antosianin. Pada penelitian ini, suhu inlet yang digunakan adalah sekitar 170 C. Kadar antosianin dalam bubuk pewarna dapat dilihat pada Tabel 3. Bubuk pewarna dengan proporsi total padatan : maltodekstrin 3 : 15 memiliki kadar antosianin yang paling tinggi. Tabel 3. Kadar antosianin dalam bubuk pewarna rosela metode Spray drying Pewarna Bubuk Rosela Total Antosianin mg g bahan kering dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5 1.49 3 : 10 1.90 3 : 15 2.38 Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan jumlah antosianin sebelum dan setelah dikeringkan dengan spray dryer. Dalam 300 ml ekstrak antosianin mengandung 147.00 mg antosianin. Sejumlah ekstrak tersebut dalam jumlah yang sama 300 ml ditambahkan maltodekstrin dengan konsentrasi yang berbeda. Penurunan jumlah antosianin paling rendah terdapat pada sampel 80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 3 : 5 3 : 10 3 : 15 98.77 98.90 99.51 Ke la ru ta n Total padatan ekstrak : Maltodekstrin a a b 30 bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 10 yaitu dari 147.00 mg menjadi 45.53 mg. Jumlah antosianin pada bubuk pewarna tersebut turun 69.03 dari jumlah antosianin awal dalam ekstrak rosela. Bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5 mengalami penurunan antosianin paling banyak 76.91 karena pada proses pengeringan, antosianin tidak cukup tersalut oleh maltodekstrin. Sehingga antosianin tersebut lebih mudah terdegradasi oleh panas. Penurunan jumlah antosianin sebelum dan setelah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Penurunan jumlah antosianin sebelum dan setelah dikeringkan metode spray drying

C. KARAKTERISTIK