KARAKTERISTIK HASIL DAN PEMBAHASAN

30 bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 10 yaitu dari 147.00 mg menjadi 45.53 mg. Jumlah antosianin pada bubuk pewarna tersebut turun 69.03 dari jumlah antosianin awal dalam ekstrak rosela. Bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5 mengalami penurunan antosianin paling banyak 76.91 karena pada proses pengeringan, antosianin tidak cukup tersalut oleh maltodekstrin. Sehingga antosianin tersebut lebih mudah terdegradasi oleh panas. Penurunan jumlah antosianin sebelum dan setelah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Penurunan jumlah antosianin sebelum dan setelah dikeringkan metode spray drying

C. KARAKTERISTIK

SEDIAAN BUBUK PEWARNA ROSELA METODE TRAY DRYING Prinsip pengeringan lapis tipis adalah proses pengeringan dimana bahan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk lapisan atau irisan tipis dengan menggunakan medium udara panas sehingga efisiensi pengeringan menjadi semakin meningkat karena semakin besar luas permukaan. Semakin besarnya luas permukaan mengakibatkan kecepatan pengeringan semakin tinggi sehingga dihasilkan produk kering dengan lapisan atau irisan yang tipis. Pada metode tray drying, suhu pengeringan lebih rendah daripada metode spray drying yaitu 50 C. Hal ini bertujuan agar degradasi antosianin karena panas dapat dikurangi. Ekstrak encer total padatan 3 yang dihasilkan 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 3 : 5 3 : 10 3 : 15 147.00 147.00 147.00 33.94 45.53 44.62 Ju m lah an to si an in m g d al am sam p e l Total padatan ekstrak : Maltodekstrin Sebelum dikeringkan Setelah dikeringkan 31 dipekatkan terlebih dahulu dengan rotavapour hingga total padatan mencapai 20 . Hal ini dilakukan agar waktu pengeringan tidak terlalu lama mengingat suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi. Pada metode ini, maltodekstrin yang digunakan lebih banyak daripada metode spray drying. Perbandingan gram maltodekstrin dan ml ekstrak adalah 6 : 6, 7 : 6, dan 8 : 6. Dengan demikian, diperoleh proporsi total padatan terhadap maltodekstrin yang ditambahkan adalah 3 : 15, 3 : 17.5, dan 3 : 20. Bubuk pewarna yang dihasilkan berwarna merah namun ukurannya lebih kasar dari pada bubuk pewarna yang dibuat dengan metode spray drying. Bubuk pewarna yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 15, sedangkan Gambar 16 memperlihatkan bubuk pewarna setelah dilarutkan. Setelah dilarutkan, diperoleh larutan yang berwarna merah. Semakin tinggi kandungan maltodekstrin, intensitas warna merah semakin menurun. A B C Gambar 15. Bubuk pewarna rosela yang dibuat dengan metode tray drying proporsi total padatan ekstrak : maltodekstrin A = 3 : 15, B = 3 : 17.5, dan C = 3 : 20 Gambar 16. Bubuk pewarna rosela yang dibuat dengan metode tray drying setelah dilarutkan dalam air proporsi total padatan ekstrak : maltodekstrin A = 3 : 15, B = 3 : 17.5, dan C = 3 : 20 Seperti pada bubuk pewarna yang dibuat dengan metode spray drying, bubuk pewarna yang dibuat dengan metode tray drying juga dianalisis karakteristik fisik dan kimianya. Hasil analisis dan perhitungan kadar air, kadar 32 abu, kelarutan, dan total antosianin bubuk pewarna rosela yang dibuat dengan metode tray drying dapat dilihat pada Lampiran 2. Kadar air terbesar terdapat pada bubuk pewarna 3 : 15, sedangkan kadar air terkecil terdapat pada bubuk pewarna 3 : 20. Diagram kadar air bubuk pewarna metode tray drying dapat dilihat pada Gambar 17. Pada waktu pengeringan yang sama 4 jam jumlah air yang tertinggal pada ekstrak tidak sama mengingat kadar air awal pun berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai laju pengeringan ekstrak dengan tray dryer. Kadar air bubuk pewarna yang dibuat dengan metode tray drying lebih besar dari pada bubuk pewarna yang dibuat dengan metode spray drying. Hal ini dapat disebabkan suhu pengeringan pada spray dryer jauh lebih tinggi dari pada pada tray dryer, selain itu pada spray dryer sampel semprotkan sehingga membentuk aerosol yang lebih mudah dikeringkan. Hasil uji statistik Lampiran 6 menunjukkan bahwa kadar air bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap penambahan maltodekstrin sebesar 3 : 15 tidak berbeda nyata dengan bubuk pewarna yang 3 : 17.5, namun berbeda nyata dengan bubuk pewarna yang menggunakan maltodekstrin 3 : 20. Gambar 17. Diagram kadar air bubuk pewarna rosela metode tray drying Hasil penelitian terhadap kadar abu menunjukkan kadar abu tertinggi adalah 2.34 yaitu pada bubuk pewarna rosela dengan proporsi total padatan terhadap maltodekstrin 3 : 15. Kadar abu terendah adalah 1.41 yaitu bubuk pewarna rosela dengan proporsi total padatan terhadap maltodekstrin 3 : 20. 8.40 8.60 8.80 9.00 9.20 9.40 9.60 9.80 10.00 10.20 10.40 3 : 15 3 : 17.5 3 : 20 10.31 9.81 9.12 K a d a r A ir Total padatan ekstrak : Maltodekstrin a a b 33 Seharusnya semakin tinggi kandungan maltodekstrin biasanya mempunyai kadar abu yang lebih tinggi. Namun hasil analisis kadar abu pada produk bubuk pewarna rosela yang dibuat dengan metode tray drying memperlihatkan hasil analisis yang sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena rentang waktu produksi dan analisis kadar abu berbeda, sehingga produk yang dianalisis dengan rentang waktu produksi-analisis lebih lama lebih banyak menyerap air dari udara. Sampel yang bersifat sangat higroskopis dapat menyerap uap air dari udara. Adanya uap air yang terserap mengakibatkan bobot sampel yang ditimbang tidak menunjukkan bobot sampel yang sebenarnya atau bobot bubuk pewarna kering yang sebenarnya lebih rendah dari pada yang ditimbang. Dengan demikian kandungan abu yang ada menjadi lebih rendah. Bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap penambahan maltodekstrin 3 : 15 dan 3 : 17.5 dianalisis kadar abunya lebih awal dari pada bubuk pewarna proporsi total padatan ekstrak terhadap penambahan maltodekstrin 3 : 20. Diagram perbandingan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 18. Berdasarkan hasil uji statistik Lampiran 7, kadar abu pada ketiga produk berbeda nyata. Gambar 18. Diagram kadar abu bubuk pewarna rosela metode tray drying Berdasarkan uji kelarutan bubuk pewarna, diperoleh nilai kelarutan tertinggi adalah 99.23 yaitu bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap penambahan maltodekstrin 3 : 15, sedangkan nilai kelarutan terendah adalah 98.26 yaitu bubuk pewarna dengan proporsi total padatan 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3 : 15 3 : 17.5 3 : 20 2.34 1.97 1.41 K a d a r A b u b a si s ke ri n g Total padatan ekstrak : maltodekstrin c b a 34 ekstrak terhadap penambahan maltodekstrin 3 : 20. Diagram kelarutan bubuk pewarna dapat dilihat pada Gambar 19. Berdasarkan uji statistik Lampiran 8, konsentrasi maltodekstrin tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan produk. Kelarutan bubuk pewarna yang dibuat dengan metode tray drying tidak berbeda nyata dengan bubuk pewarna yang dibuat dengan metode spray drying yaitu di atas 98 . Gambar 19. Diagram kelarutan bubuk pewarna rosela metode tray drying Proses pemanasan dapat mengakibatkan penurunan total antosianin. Kadar antosianin dalam bubuk pewarna dapat dilihat pada Tabel 4. Bubuk pewarna dengan proporsi total padatan 3 : 15 memiliki kadar antosianin yang paling tinggi karena jumlah padatannya yang lebih rendah. Tabel 4. Kadar antosianin dalam bubuk pewarna rosela metode tray drying proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin Total Antosianin mg g bahan kering 3 : 15 0.92 3 : 17.5 0.76 3 : 20 0.61 Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan jumlah antosianin sebelum dan setelah dikeringkan dengan tray dryer. Dalam 300 ml ekstrak antosianin Total padatan 3 mengandung 147 mg antosianin. Ekstrak tersebut dievaporasi hingga dicapai volume ekstrak 45 ml total padatan 20 . Setiap 45 ml ekstrak tersebut ditambahkan maltodekstrin dengan proporsi total 80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 3 : 15 3 : 17.5 3 : 20 99.23 99.20 98.26 ke la ru ta n Total padatan ekstrak : Maltodekstrin a a a 35 padatan : maltodeksrin yang berbeda yaitu 3 : 15, 3 : 17.5, dan 3 : 20. Penurunan jumlah antosianin paling tinggi terdapat pada sampel bubuk pewarna dengan proporsi total padatan : maltodeksrin 3 : 20 yaitu dari 147 mg menjadi 29.51 mg. Penurunan jumlah antosianin paling rendah terdapat pada sampel bubuk pewarna dengan proporsi total padatan : maltodeksrin 3 : 10 yaitu dari 147 mg menjadi 34.93 mg. Jumlah antosianin pada bubuk pewarna tersebut turun 76.24 dari jumlah antosianin awal dalam ekstrak rosela encer total padatan 3 sebelum evaporasi. Sampel yang mengalami penurunan antosianin paling rendah selama pengeringan dipilih untuk diuji stabilitasnya. Penurunan jumlah antosianin sebelum dan setelah proses produksi dapat dilihat pada Gambar 20. Secara umum, perbedaan penurunan jumlah antosianin bubuk pewarna yang dibuat dengan metode tray drying tidak terlalu jauh dengan pewarna yang dibuat dengan metode spray drying. Hal ini terjadi karena walaupun suhu pengeringan pada tray drying 50 C lebih rendah daripada suhu pengeringan pada spray drying 170 C, ekstrak yang akan dikeringkan dengan tray dryer dievaporasi terlebih dahulu sehingga antosianin didalam ekstrak sudah mengalami degradasi selama evaporasi. Gambar 20. Penurunan jumlah antosianin sebelum dan setelah proses produksi metode tray drying

D. STABILITAS ANTOSIANIN